WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Selasa, 06 April 2010

Markus dan peran polisi yang super power

Dimuat di Harian Joglosemar hari Selasa, 6 April 2010


Oleh : Muhammad Taufiq*

Istilah markus ( makelar kasus) sesungguhnya sudah ada sejak dahulu kala. Dan dalam segala urusan yang berkenaan dengan persoalan hukum markus selalu mengambil peran. Kalau dalam istilah bangunan ia berfungsi seolah arsitek. Seorang markus harus memiliki ketrampilan teknis,karena selain seorang perencana ia sekaligus juga seorang juru runding. Di sini dikehendaki adanya keahlian untuk menafsirkan kasus, memecahkan kasus yang berujung pada selesainya kasus. Maka sebuah perkara berakhir di pengadilan atau tidak sangat bergantung pada kemampuan “ teknis “ sang markus. Mungkin sangat tidak nyaman jika kita harus berkata bahwa proses penegakan hukum yang berarti menyelesaiakan perkara hingga ke pengadilan memang dimulai dari cara polisi menyelesaiakan kasus. Mengapa harus dari kepolisian? Karena dengan model penegakan hukum formal, jika kita menyebut penegak hukum, pintu pertama yang harus dilalui adalah lembaga kepolisian. Sebab kepolisian di manapun, lebih-lebih di negara yang hukum belum menjadi panglima keterlibatan polisi begitu penting. Karena semua aspek melibatkan polisi.

Polisi adalah super power, mungkin banyak yang tidak setuju dan mengkernyitkan dahi membaca awal tulisan ini. Namun jika mencermati undang-undang Kepolisian baik yang lama

(UU No.13 tahun 1961) lebih-lebih yang baru ( UU No.2 tahun 2002 ) orang akan mempercayainya). Mengapa ? Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara kemanan dalam negeri. Secara rinci dapat dibaca pada pengertian umum tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yakni alat negara yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,menegakkan hukum, memberikan perlindungan ,pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Begitu luas dan mungkin tak terbatas cakupan wewenang polisi.

Dalam sistem hukum nasional kita ,ketika berbicara soal penegakkan hukum. Korp polisi juga menempati suatu kedudukan sangat istimewa, bukan karena dibikin istimewa, melainkan karena peranan yang dijalankannya dalam penegakkan hukum tersebut. Menurut Satjipto Rahardjo(177: 1988) kalau hukum sebagaimana dituliskan dalam peraturan itu disebut sebagai hukum yang “tidur”, maka polisi itu hukum yang hidup. Peraturan apapun bentuknya sejatinya hanya memuat janji-janji bahwa ia akan melindungi warga negara , bahwa ia akan menghukum orang yang berbuat kejahatan dan sebagainya, tetapi baru di tangan polisilah janji tersebut menjadi kenyataan. Polisilah yang akan menentukan siapa orang yang harus dilindungi dan siapa yang ditindak atau ditangkap, bagaimana perlindungan itu akan diberikan, seberapa besar dan sebagainya itu semua wewenang polisi. Jadi dalam satu perkara yang sama bisa saja mendapat perlakuan berbeda. Dalam kondisi ini polisi seringkali membuat standar ganda dalam penanganan perkara. Oleh karena itu bisa dipahami mengapa Polisi dalam satu perkara menahan tersangka sementara dalam perkara yang lain tidak dikenakan tindakan apa-apa. Bisa dilihat perbandingan kasus Bibit Samad Riyanto dan Candra M Hamzah dengan kasus Anggodo Widjojo. Tekanan apapun untuk meminta menahan Anggodo kala itu tidak membuat polisi bergeming.

Berkenaan dengan karakteristik pekerjaan penegakan hukum yang demikian itu, maka pekerjaan polisi bisa dilihat sebagai suatu pekerjaan berkualitas ganda, malah majemuk. Batasan dalam aturan birokratis kadang tidak berlaku disini dan oleh karena itulah disebut berkualitas majemuk dan multi tafsir.

Dalam keseharian polisi memiliki fungsi sebagai juru tafsir dan transformator hukum. Dalam posisi inilah markus memiliki peran luar biasa membantu tugas polisi. Hukum tertulis yang semula bersifat umum dan abstrak itu, di tangan polisi dan markus memperoleh bentuknya yang nyata, artinya apa yang dikehendaki oleh hukum menjadi kenyataan. Meski seringkali berbeda antara apa yang dibuat legislator dan yang dikerjakan oleh polisi dan markus. Transformasi tersebut dilakukan oleh polisi dengan cara menghubungkan rumusan hukum yang umum dan abstrak itu dengan kenyataan. Ini sebuah proses yang tidak sederhana, dalam arti peran dan kreativitas pribadi begitu menonjol. Di sini proses interaksi atau pertukaran antara hukum dengan markus berlangsung dengan kuat sekali sehingga seringkali muncul improvisasi atau “ kreatifitas “ polisi yang berlebihan dalam menangani suatu perkara. Di mana masyarakat awam menyebutnya sebagai sebuah kejanggalan.

Penulis asing Jerome H. Skolnick (178:1988), memakai istilah “justice without trial” untuk menjelaskan pekerjaan polisi yang bersifat ganda tersebut. Dengan ungkapan doing justice tersebut ia hendak menyatakan bahwa dalam proses pertukaran yang intensif dengan kenyataan sehari-hari , polisi tidak hanya menjalankan pekerjaan kepolisian saja melainkan pada hakekatnya merupakan pekerjaan mengadili dan menjatuhkan keputusan. Dalam kasus yang dihadapi oleh polisi ketika aturan hukum dalam KUHAP tidak ditemukan atau memang tidak diatur , kita menjumpai peristiwa yang demikian itu. Bahkan tidak hanya mengadili, melainkan juga membuat peraturannya sekaligus. Sebagai contoh kasus adalah dibuatnya ketentuan wajib lapor. Ketentuan itu tidak akan ditemukan dalam KUHAP.

Penerapan pemikiran sistemik dalam penyelenggaraan hukum pidana menempatkan polisi pada kedudukan pos terdepan yang berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam proses penyelenggaraan hukum pidana atau proses peradilan pidana tersebut. Apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh polisi akan mempengaruhi keseluruhan kerja sistem. Artinya ketika seseorang berurusan dengan hukum pidana nasibnya ditentukan oleh pekerjaan polisi. Dalam lapangan hukum yang begitu luas inilah polisi merasa terbantu dengan peran markus, seolah ada hubungan simbioses mutualisme. Kerja polisi dan markus yang keras akan menghasilkan perkara ke pengadilan begitu pula sebaliknya jika polisi dan markus sengaja tidak bekerja keras tidak akan ada perkara ke pengadilan. Akhirnya perbaikan kinerja penegak hukum termasuk ekses yang timbul seperti makelar kasus. Yang pertama sekali dibenahi adalah memang polisinya. Kalau ingin menyapu tempat kotor ya gunakan sapu yang bersih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar