Jakarta, Kompas
Hal tersebut diungkapkan Jamil Mubarok dari Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), Selasa (31/8). ”Ada calon dari unsur hakim yang dinilai pernah diduga melakukan pelanggaran kode etik dan sempat diusulkan untuk dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim. Pansel sebaiknya lebih cermat,” kata Jamil.
Jamil meminta Pansel sangat berhati-hati dalam seleksi tahap akhir (wawancara) dan menentukan 14 nama yang akan diajukan ke DPR. Mereka harus memilih calon yang rekam jejaknya tidak terlalu berat.
Sementara itu, calon petahana (
Ketua Pansel Calon Pimpinan Komisi Yudisial Harkristuti Harkrisnowo, Selasa, mengatakan, ”Kami sudah pilih 24 dari 40 calon. Ada tiga kriteria penilaian, yaitu berdasar tes kepribadian, hasil rekam jejak yang dilakukan KPP, dan penelitian terhadap
Dua calon petahana yang tak lolos tahap ini, menurut Harkristuti, karena dinilai tidak bisa memenuhi tiga kriteria penilaian tersebut. ”Tes kepribadian ini dilakukan lembaga independen yang dipilih dari proses tender. Aspek yang dinilai di antaranya kemampuan dalam menganalisis, cara mengambil keputusan, dan integritas,” katanya.
Harkristuti menambahkan, sebagian besar calon yang lolos adalah dosen (10 orang), dosen yang juga pengacara (4 orang), pengacara (3 orang), dan swasta (2 orang). Selain itu, calon juga berasal dari Komisi Kejaksaan, hakim, pensiunan hakim, pensiunan pegawai negeri sipil, dan mantan anggota DPR masing-masing satu orang.
Terkait adanya calon lolos seleksi yang berafiliasi dengan partai tertentu, Harkristuti mengatakan, ”Semua calon sudah diminta membuat pernyataan di atas meterai tidak akan rangkap jabatan. Kami akan pastikan lagi saat wawancara akhir,” katanya.
Mengenai temuan KPP soal dugaan adanya calon yang terlibat mafia peradilan, Harkristuti mengatakan, temuan itu belum bisa dijamin 100 persen kebenarannya. ”Kami akan klarifikasi saat wawancara. Jika terbukti terlibat mafia dan menyuap, pasti tidak akan kami loloskan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar