KARANGANYAR – Serombongan personel Front Pembela Islam (FPI) wilayah Surakarta mendatangi kantor Pemkab Karanganyar, Jumat (10/6). Rombongan dipimpin Ketua Dewan Tanfidz FPI wilayah Surakarta, Choirul RS, dan Muhammad Taufiq (Ketua Tim Bantuan Hukum Front).
Mereka datang ke pemkab terkait kasus sekolah yang tak mau hormat bendera dan penyebutan istilah makar oleh Bupati Rina Iriani “Supaya tidak terjadi gejolak, maka secara prosedur kami ingin berdialog dengan bupati. Kami berdialog supaya persoalan tidak menyebar dan tidak ada yang salah persepsi,” kata Choirul.
FPI bukan hanya ke Kantor Pemkab Karanganyar terkait fenomena sekolah yang enggan menghormat bendera berkaitan dengan keyakinan tersebut. Sebelumnya, FPI juga mengunjungi SD-SMP Al Irsyad Al Islamiyah (Tawangmangu).
Rombongan FPI, kemarin, diterima oleh Sekda Kastono DS, Kepala Kesbangpolinmas (Ign Triyanto) dan Penyuluh Agama Islam Kemenag (Zuhaid) di Ruang Podang Kantor Setda. Hadir pula dalam pertemuan itu, Kapolres AKBP Edi Suroso dan Dandim 0727/Karanganyar Letkol (Inf) Eddy Basuki. Dalam kesempatan itu, Choirul menyatakan bahwa pihaknya menyayangkan penyebutan istilah makar yang disampaikan pejabat negara dan dikutip media. Sebab penyebutan itu tidak ada dasar dan konsekuensinya luar biasa, dan telah diatur dalam pasal 103, 104, 106, dan 107 KUHPidana.
Hal yang sama dikatakan Taufiq. Menurutnya, sesuatu bisa dikatakan makar apabila melakukan kejahatan kepada presiden dan wakil presiden, pemerintah dan melakukan pemberontakan.
Pengalihan Isu
Taufiq juga menilai kasus sekolah yang tak mau hormat bendera yang diungkapkan Bupati Rina Iriani hanya trik pengalihan isu atas sejumlah kasus korupsi di Bumi Intanpari. Sebagai pejabat, bupati pun diminta mengedepankan dialog sebelum mengungkap persoalan di media.
”Kami melihat ini hanya pengalihan isu. Kasus korupsi di Karanganyar itu kan banyak, diantaranya kasus GLA dan korupsi dana purnabakti DPRD. Jadi kami minta bupati tidak menganggap dirinya superwoman,” tutur Taufiq.
Bupati Rina Iriani pada saat bersamaan tidak hadir karena ada agenda di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Kastono menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah makar, yang disebutkan bupati bukan ditujukan kepada sekolah, guru atau siswa di sekolah yang dimaksud. Tapi kepada tujuh PNS yang diinformasikan tak mau hormat merah-putih. ”Itupun apabila telah menempuh proses, diklarifikasi, dibina dan proses selanjutnya tapi tak diindahkan.” (H7-76)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar