SOLO, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Lanjar Sriyanto dan menjatuhkan hukuman percoba an dua bulan 14 hari.
Lanjar didampingi penasihat hukumnya, M Taufiq memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (12/12/2011), untuk menjalani putusan Mahkamah Agung tertanggal 23 Januari 2011.
Kasus yang dialami Lanjar bermula saat istrinya, Saptaningsih, meninggal dunia dalam kecelakaan lalu-lintas. Sepeda motor yang ditumpangi Lanjar, Saptaningsih, dan anak keduanya, Samto Warih Waluyo, terjatuh setelah menabrak Suzuki Carry di depannya yang berhenti mendadak tanpa lampu rem.
Dari arah berlawanan, melaju Isuzu Panther yang kemudian menabrak Saptaningsih.
"Saya baru tahu dua pekan lalu saat Kejaksaan Negeri Karanganyar mengirimkan surat panggilan untuk eksekusi. Pemberitahuan putusan ini dikirimkan kepada Lanjar yang diterima Lurah Jajar, Solo. Namun saat itu Lanjar telah berada di Sumatera," kata Taufiq.
Lanjar mengaku bingung dan tidak tahu apa-apa. Sejak dua bulan lalu ia pergi ke Muara Enim, Sumatera Selatan, untuk bekerja sebagai buruh bangunan. Anaknya yang kini kelas 1 SMP, dititipkan kepada neneknya di Sleman, Yogyakarta.
Lanjar menyangka, kasus hukumnya sudah selesai saat Pengadilan Negeri Karanganyar memutuskan dirinya tidak dapat dijatuhi hukuman.
Putusan MA memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang tanggal 25 Mei 2010, yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Karanganyar tanggal 4 Maret 2010.
Putusan PT Semarang menyatakan, Lanjar bersalah karena terbukti lalai sehingga mengakibatkan kematian istrinya. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim 1 bulan 7 hari sesuai dengan masa tahanan yang telah dijalani Lanjar.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Karanganyar memutuskan bahwa Lanjar tidak dapat dijatuhi hukuman, karena tindak pidana dalam perkara ini dilakukan atas dasar keadaan memaksa. Atas putusan itu, JPU mengajukan banding.
M Taufiq mengaku kaget atas putusan MA ini. Putusan ini, menurut dia menunjukkan bahwa pengadilan di Indonesia telah terjebak pada peradilan yang prosedural dan formalitas, bukan peradilan yang substansial. " Jika pengadilan kita begini terus, bagaimana bisa menegakkan keadilan," kata Taufiq.
Lebih lanjut, menurut Taufiq, kasus ini dapat menjadi yurisprudensi yang tidak baik bagi kasus-kasus serupa. Ia menunjuk kasus meninggalnya istri Saipul Jamil, dalam kecelakaan mobil yang dikendarai suaminya.
"Ini keadilan yang prosedural bukan substansial," kata Taufiq.
Sumber : kompas.com 13 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar