WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Rabu, 30 Juni 2010

Siapkan gugatan class action, Taufiq himpun warga nonpartai

Solopos, edisi : Kamis 1 Juli 2010 Hal III
Solo (Espos) Pengacara M Taufiq kini mulai menghimpun keterwakilan warga Solo dalam rencana gugatan class action kepada Walikota Solo, Jokowi awal pekan Juli 2010 ini.

Selain itu, pihaknya juga tengah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Solo sebagai langkah awal mempersiapan gugatan hukum terkait maraknya pelanggaran Perda di Kota Solo. “Sosialisasi itu sebagai bagian dari publik hearing dan ruang menerima masukan-masukan dari warga,” kata Taufiq kepada Espos di ruang kerjanya, Rabu (30/6).

Meski demikian, Taufiq menolak keterwakilan warga Solo yang mengatasnamakan partai politik. Pihaknya hanya menerima warga Solo atas nama pribadi yang merasa dirugikan lantaran banyaknya lahan publik beralih ke penguasaan pribadi. “Sebab, gugatan ini untuk pendidikan hukum bagi warga Solo, bukan untuk kepentingan partai tertentu,” tegasnya.

Atas alasan itu pulalah, Taufiq sengaja tak mengambil momentum dalam berbagai kesempatan yang berpotensi ditunggangi kepentingan tertentu. “Jadi, setiap warga Solo yang cinta dengan kota ini, silakan bergabung untuk membenahi tatanan kota melalui jalur hukum,” tambahnya,

Pemkot, menurut Taufiq, sebenarnya memiliki kekuatan besar untuk menindak segala pelanggaran Perda yang terjadi di masyarakat. Sayangnya, sesal Taufiq, kekuatan besar ini—yang diistilahkan diskresi—tak berjalan sebagaimana layaknya. Sehingga, lambat laun pelanggaran Perda seakan menjadi bentuk kewajaran. “Jika menertibkan ratusan PKL saja mampu, kenapa menertibkan pengusaha-pengusaha besar yang memakai jalur lambat tak bisa,” tanyanya.

Sejumlah fakta yang disoroti Taufiq antara lain banyaknya perusahaan hotel, pertokoan usaha jasa lainnya yang sengaja memakai jalur lambat atau trotoar untuk usaha mereka. Bentuk pelanggaran Perda yang terjadi ialah lahan publik tersebut dipakai untuk lahan parkir, menaikkan turunkan barang, menaruh barang, hingga untuk kendaraan pribadi. “Hotel Best Western misalnya. Masak hotel berbintang lahan parkirnya memakai area publik?” terangnya.

Begitu pun di pusat perbelanjaan, seperti Solo Grand Mall atau Solo Square, yang menurutnya bahkan sudah menghilangkan lahan publik milik warga. - Oleh : asa

Senin, 28 Juni 2010

Pelanggaran Perda marak Walikota bakal digugat

Dimuat di Harian Solopos, Minggu tanggal 27 Juni 2010

Pengacara M Taufiq dalam waktu dekat siap menyambut pelantikan walikota terpilih 2010-2015, Jokowi dengan gugatan class action. Gugatan itu terkait maraknya pelanggaran peraturan daerah (Perda) di Kota Solo.

Pengacara yang juga Ketua Peradi Solo tersebut menegaskan bahwa Solo kini penuh dengan pelanggaran Perda terkait fasilitas publik yang beralih ke penguasaan perorangan. ”Gugatan ini murni sebagai bentuk kecintaan saya atas Kota Solo, tanpa intervensi politik, ekonomi, atau kepentingan apapun,” tegas M Taufik kepada Espos, Sabtu (26/6).

Taufiq mengaku telah mengumpulkan sejumlah bukti terkait gugatan yang bakal dilayangkan awal pekan Juli nanti. Sejumlah bukti tersebut antara lain berupa daftar perusahaan-perusahaan disertai foto pelanggaran Perda IMB, tata ruang, serta Perda PKL di sejumlah kawasan jalan raya. Pelanggaran itu antara lain berupa pemakaian jalur lambat sebagai lahan parkir, trotoar untuk toko-toko, maupun city walk yang selama ini dipakai untuk parkir kendaraan dan jualan.

”Mereka adalah subjek yang terbukti melanggar Perda. Kami telah mengumpulkan unsur perwakilan yang dirugikan itu sebagai syarat-syarat terpenuhinya gugatan class action,” tegasnya.
Tak akan berdamai

Data-data itu akan dipakai untuk menggugat Pemkot Solo yang dinilai tidak serius menangani pelanggaran publik.
”Sebenarnya kami sudah lama ingin mengajukan gugatan ini. Namun karena ada acara-acara besar, mulai Pilkada, APMCHUD, Solo Batik Carnival, dan sebentar lagi pelantikan walikota terpilih, maka kami urungkan dulu. Kami tak ingin gugatan ini diintervensi kepentingan politik atau ekonomi,” paparnya.

Sebagai bentuk komitmennya, Taufiq berjanji tak akan berdamai dengan pihak-pihak manapun, termasuk pengusaha yang kaya sekalipun. Pihaknya hanya mau berdamai dengan Pemkot sepanjang walikota berani tegas menertibkan pelanggaran itu. ”Pelanggaran ini jelas merugikan hak warga Solo. Kepada pengusaha-pengusaha yang mencari ”makan” di Solo, ya mestinya patuh terhadap aturan di Solo,” urainya.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tata Ruang Kota Solo, Yob S Nugroho menjelaskan Solo sebagai sebuah kota tentu tak lepas dari dinamika yang menyelimutinya. Bahkan, meski upaya penertiban terus digalakkan Pemkot, namun pelanggaran seakan terus bermunculan.

”Pemkot sebenarnya tak diam. Kini juga sedang menyiapkan Perda untuk penataan parkir. Tapi, intinya kami terbuka dengan segala kritik dari masyarakat,” terangnya. - Aries Susanto

Jumat, 25 Juni 2010

Kunjungan ke Solopos


Pada hari Rabu, 23 Juni 2010, Kantor MT&P Law Firm (Muhammad Taufiq & Partners) mengadakan audiensi ke Griya Solopos. Dalam kunjungannya ini selain bersilarahmi serta memperkenalkan diri juga membahas tentang rencana MT&P Law Firm yang akan mengajukan Gugatan Class Action terhadap Walikota Surakarta berkaitan dengan makin maraknya penyalahgunaan fasilitas umum di Kota Solo.

Dewasa ini kita melihat makin banyaknya fasilitas umum di Kota Solo yang disalahgunakan. Bentuk-bentuk penyalahgunaan fasilitas umum tersebut antara lain penggunaan city walk untuk tempat berjualan PKL, trotoar yang digunakan oleh toko untuk menaruh barang dagangan, jalur lambat yang digunakan untuk parkir mobil. Apabila kita amati sebagian besar pelaku pelanggaran tersebut yakni perusahaan-perusahaan besar maupun kecil yang lokasinya berdekatan dengan fasilitas tersebut. Sehingga pelanggaran publik ini harus segera diluruskan agar tidak merugikan masyarakat umum dan pemerintah Kota Surakarta.

Oleh karena itu kami, MT&P Law Firm berencana mengajukan gugatan class action terkait pelanggaran fasilitas umum tersebut. Saat ini kami telah mengumpulkan bukti-bukti berupa nama perusahaan yang melanggar dengan skala pelanggarannya beserta dengan bukti autentik berupa gambar foto. Dengan data-data ini selanjutnya akan kami gunakan untuk menggugat pemerintah yang dinilai tidak serius menangani pelanggaran publik.

Selain itu kami juga akan membentuk komunitas pecinta trotoar, yang secara khusus akan mengkritisi penggunaan trotoar di kota Solo yang telah beralih fungsinya. Komunitas ini bertujuan menciptakan trotoar yang bersih, nyaman dan yang tidak kalah penting adalah mengembalikan fungsi trotoar bagi para pejalan kaki. Mengembalikan fungsi trotoar sangatlah penting mengingat tujuan dibangun trotoar ialah untuk akses para pejalan kaki. Jika dibiarkan, anak cucu kita pasti tidak mengetahui fungsi trotoar yang sesungguhnya. Mereka hanya tahu bahwa trotoar digunakan untuk berdagang, lahan parkir, menaruh barang dagangan dll. Kami juga membuat blog baru yang dapat anda kunjungi di http://advokat-mudaonline.blogspot.com.

Selasa, 15 Juni 2010

APMCHUD untuk siapa?

APMCHUD untuk siapa?u


Pos Pembaca SOLOPOS, Selasa, 15 Juni 2010
Tanpa bermaksud mengecilkan arti event internasional Asia Pacific Ministerial Conference on Housing and Urban Development (APMCHUD), saya sungguh tidak paham akan maksud Pemkot Solo yang memasang spanduk dan banner ukuran besar di berbagai tempat strategis dalam bahasa Inggris.

Sebagai warga Solo tentu saya bangga. Namun saya tidak yakin para pejabat Pemkot Solo, lebih-lebih masyarakat, mengetahui APMCHUD itu apa. Jika Pemkot Solo bermaksud mengajak warga untuk berpartisipasi, semestinya ada tulisan pembandingnya dalam bahasa Indonesia Konferensi Menteri-menteri Asia Pasifik untuk Urusan Perumahan dan Pembangunan Perkotaan. Lebih optimal dan sangat mudah dipahami, ketimbang APMCHUD. Sebagai warga biasa saya menduga, bisa saja Pemkot Solo beranggapan itu khusus untuk para peserta dan pejabat Pemkot yang pandai berbahasa Inggris.


Muhammad Taufiq
Warga Solo, tinggal di Jl Kawung No 1 Solo
(Selasa, 15 Juni 2010 )

Senin, 07 Juni 2010

Legal Audit Aksi Densus 88

HARUSKAH TERORIS DITEMBAK MATI ?

dimuat di Harian Joglosemar, Hari Jumat, tanggal 4 Juni 2010


OLEH : MUHAMMAD TAUFIQ*

Tiada peristiwa luar biasa yang menjadi head line berhari-hari selain kasus Susno dan aksi Densus -88 dengan penembakan terhadap orang yang disebut teroris. Kita tidak pernah mendapat penjelasan sesungguhnya dalam hal apa teroris itu dintindak dan harus dibunuh. Yang kita tahu setiap penumpasan teroris selalu disertai korban tewas dan rencana aksi teroris ke depan. Semua info bersumber dari kepolisian.Sesungguhnya, semua bentuk pemerintahan memiliki satu sifat yang sama, yaitu kewenangan untuk membuat hukum atau peraturan, serta kekuasaan untuk memaksa semua pihak agar menaati hukum dan peraturan itu. Beda antara sistem yang demokratis dan yang tidak demokratis terletak pada kenyataan bahwa di dalam sistem yang demokratis, kewenangan dan kekuasaan semacam itu di bangun dan di pelihara berdasarkan kesepakatan dari rakyat, sementara di dalam sistem yang tidak demokratis kesepakatan rakyat tidak merupakan persyaratan. didalam sistem yang demokratis , rakyatlah yang memiliki kedaulatan. mereka berhak mengganti sebuah pemerintahan yang dipandang sudah tidak lagi mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, melalui pilihan umum yang bebas. Di dalam konteks ini, lebih lanjut perlu dipahami bahwa sistem pemerintahan yang demokratis hanya mungkin dibangun jika kelompok minoritas dari warga negara mau menerima pemerintahan mayoritas, dan kelompok mayoritas benar-benar siap untuk menghormati hak-hak minoritas. Ini merupakan salah satu dari kesepakatn-kesepakatan etis yang mutlak hadir dalam demokrasi.Namun agaknya ini tidak berlaku terhadap persoalan yang mengkait Islam entah itu bercorak garis keras,lemah atau tanpa garis. Dalam bahasa Amerika mereka disebut teroris. Dan itulah saat ini yang diperankan Pemerintah Indonesia lewat institusi Kepolisian lewat organnya yang disebut Densus-88.

Prinsip-prinsip yang relevan dibicarakan di dalam konteks pemerintahan demokrasi adalah pemisahan kekuasaan (separation of power ), supremasi hukum atau pemerintahan berdasarkan hukum ( law supremasi atau the rule of law ) serta kesederajatan ( equality) dan kebebasan (liberty). dalam kontek pemisahan kekuasaan diasumsikan bahwa pemerintah pada dasarnya berkenaan dengan urusan membuat hukum, melaksanakan hukum, dan memutuskan apakah hukum telah dilanggar dalam kasus – kasus tertentu. Ini yang kemudian memberi inspirasi tentang perlunya ,melakukan pemisahan atas kekuasaan –kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Maksud dari pemisahan- pemisahan itu adalah untuk menghindari menumpuknya kekuasaan pada satu tangan, entah itu dalam artian institusi ataupu pribadi. dengan memisahkan tiga cabang kekuasaan itu diharapkan adanya saling ketergantungan dan saling kontrol dalam keseimbangan kekuasaan di antara mereka ( checks and balances ), sehingga kemungkinan bagi terjadinya penyalahgunaan dan kesewenang- wenangan dapat dihindari seperti dengan seenaknya mempersangkakan orang sebagai teroris dan tak pernah ada persidangan yang bersifat scientific justice . Karena klaim keberhasilan menumpas teroris hanya muncul sepihak, sebab para teroris ini sudah mati. Asumsi dibalik penerapan prinsip ini adalah manusia( termasuk Polisi dengan Densus -88) bukanlah malaikat mereka pada hakikatnya memiliki kecenderungan utnuk melanggar aturan jika duduk dalam kekuasaan mereka cenderung menumpuk dan menggunakan kekuasaan itu secara semena – mena. Jadi menurut pandangan ini betapun baiknya seseorang sebelum duduk di dalam suatu posisi kekuasaan, sekali ia berkuasa akan terbuka kemungkinan utnuk tergoda oleh hawa kekuasaan yang cenderung mengajaknya menyeleweng. Maka kebagusan pemerintah tidak dapat dijaminkan sekedar pada i’tikad baik orang seorang.

Polisi Aktor Tunggal

Kekuasaan pemerintah harus disusun dan dibagi ke dalam struktur-struktur kelembagaan dan kewenangan yang selalu membatasi saling mengawasi dan saling tergantung satu sama lain. Ini yang dimaksud dengan sistem termasuk sisitem pengadilan. Jadi penguasa bisa datang dan pergi namun sistem jalan terus. Hanya dengan memperkuat sistem kelangsungan pemerintah yang bebas dari kemungkinan diselewengkan akan dapat diupayakan. Menggantungkan nasib pemerintahan yang juga berarti nasib rakyat kepada kekuasaan orang- seorang bukan kepada sistem yang solid akan sangat riskan karena tidak akan mampu menjamin stabilitas dan kontinuitas kehidupan pemerintahan. Sejalan dengan pemisahan kekuasaan demokrasi juga menjadikan hukum sebagai landasan penyelenggaraan pemerintah. dalam pengertian ini pemerintah bukan saja harus menjadikan dirinya sebagi hukum yang berbicara tetapi juga menjamin dan memelihara independensi lembaga-lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya termasuk lembaga kepolisian dengan tim Densus-88 harus bersedia diaudit segala pendanaanya. Jadi misalnya tidak ada seorangpun dapat ditahan utnuk diperiksa oleh polisi kecuali ia dicurigai telah melanggar hukum dan tidak seorangpun dapat dipenjarakan kecuali ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Sehingga kesewenang-wenangan Densus-88 sebagai “pemain tunggal” pemberantasan teroris harus diakhiri. Dengan sendirinya juga pemerintah tidak dapat mengambil hak milik orang seorang tanpa kewenangan hukum yang jelas dan pembayaran kompensasi yang wajar. Singkatnya setiap orang berhak memperoleh perlakuan yang adil berdasarkan hukum yang berlaku. Prinsip tentang hak-hak dasar negara ini sudah berlaku di Inggris sejak tahun 1215 sebagaimana termuat di dalam Magna Charta. Itulah sebabnya maka negara demokrasi biasanya di identikan dengan negara hukum.

Asas Equality before law

Adapun tentang kesederajatan dan kebebasan batas- batas dari penerapan atas dua nilai dasar demokrasi ini senantiasa menjadi topik perdebatan. Secara teoritik, keserajatan diartikan sebagai kesamaan hak dari setiap pribadi untuk menikmati kehidupan dan mengejar kebahagiaan. Ini berkenaan dengan kesederajatan hukum (legal equality), yaitu jaminan perlakuan yang sama kepada setiap warga negara di hadapan hukum, kesederajatan politik (political equality), yaitu kesamaan hak dari setiap warga negara untuk memilih dan dipilih, dan kesederajatan ekonomi (economic equality) yaitu kesamaan hak bagi setiap warga negara untuk bergiat di bidang ekonomi dan memperoleh pelayanan dari negara di dalam memajukan kehidupan ekonominya. Untuk yang terakhir ini banyak penganjur demokrasi berpendapat bahwa keberhasilan demokratisasi juga harus diukur dari sejauh mana sistem ekonomi yang berlaku mampu menjembatani kesenjangan tingkat kesejahteraan antara warga negara yang kaya dan yang miskin ini menjelaskan mengapa pemerintah di negara-negara yang menganut paham demokratis cenderung menerapkan kebijakan perpajakan yang secara progresif membebani para orang kaya dan pada saat yang sama meluncurkan program-program bantuan meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang miskin. Semakin berkurangnya jumlah yang miskin, dan semakin sempitnya jarak antara mereka yang kaya dan yang miskin dalam masyarakat, merupakan salah satu ukuran penting dari keberhasilan pemerintahan. Akhirnya seberapapun hebatnya teroris diberantas jika tidak ada audit hukum tentang aktifitas Penegak hukum sama artinya memberantas preman dengan cara preman.

Surakarta, 18 Mei 2010

Muhammad Taufiq, SH MH, Advokat mantan pengacara Amrozy cs, sekarang Mahasiswa s-3 Ilmu Hukum UNS.