WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Rabu, 24 Oktober 2012

“SIAPA MUSUH BERSAMA POLISI DAN KPK ? “


 
Oleh : Muhammad Taufiq*
 
Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, edisi Rabu, 24 Oktober 2012
 
Polri akhirnya menyerahkan seluruh hasil penyidikannya dalam kasus korupsi latihan mengemudi motor dan mobil atau simulator kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Upaya itu tidak terlepas dari campur tangan SBY setelah berbagai lapisan masyarakat angkat bicara  dan mendesak agar SBY bersikap,pasca perseteruan KPK dan POLRI jilid   II. Sikap itu ending satu babak dari keinginan Polri untuk menangkap anggota KPK yang tengah menyidik kasus simulator. Di mana beberapa waktu lalu  nama Komisaris Polisi Novel Baswedan menjadi trending topic. Warga Semarang yang sejak enam tahun lalu dipromosikan sebagai penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi mendadak menjadi sangat terkenal. Bukan karena ia teroris atau menjadi musuh negara, Novel yang masih sepupu dengan Rektor Universitas Paramadina itu diburu polisi yang pangkatnya jauh lebih tinggi.  Entah kebetulan atau tidak Novel yang juga Wakil Ketua Tim penyidik Irjen . Joko Susilo mantan Gubernur Akademi Kepolisian,   akan ditangkap dan ditahan atas tuduhan pemubunuhan yang terjadi tahun 2004 silam di Bengkulu. Kontan menyulut aksi solidaritas yang tidak pernah dibayangkan polisi sebelumnya. Sampai –sampai Markas Lembaga Super body itu dikawal ratusan demonstran,seolah seperti suasana Reformasi 1998.
      Novel Baswedan keturunan AR Baswedan Pahlawan Nasional itu tentulah polisi  yang super power, buktinya ia akan ditangkap oleh Polisi berpangkat Kombes dari dua Polda ,Metro Jaya dan Bengkulu. Memang  polisi bisa dibedakan menjadi 3, The Good cop, The Bad Cop dan The Ugly Cop. Persis judul filem yang dibuat oleh pemeran polisi paling hebat Clint Eastwood. Kenapa ia diburu? Novel adalah polisi yang menyidik dan bahkan sempat mendobrak Kantor Korlantas di mana sang bos Irjen .Pol. Joko Susilo pernah berkantor, dalam kasus simulator SIM. Kalau boleh dibilang Novel sedikit dari polisi yang masuk kategori Good cop.
 
 Undang Undang yang lama (UU No.13 Tahun 1961) memang menempatkan bukan hanya Irjen .Pol.Joko Susilo sebagai orang hebat ,namun juga penyidik yang berpangkat Komisaris Polisi seperti Novel Baswedan.   lebih-lebih yang baru ( UU No.2 tahun 2002 ) orang akan mempercayainya). Mengapa ? Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara kemanan dalam negeri. Secara rinci dapat dibaca pada pengertian umum tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yakni alat negara yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,menegakkan hukum, memberikan perlindungan ,pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Begitu luas dan mungkin tak terbatas cakupan wewenang polisi.
         Korp polisi menempati suatu kedudukan sangat istimewa, bukan karena dibikin istimewa, melainkan karena peranan yang dijalankannya dalam penegakkan hukum tersebut.  Kitab undang undangut sebagai hukum yang  tidur”, maka polisi itu hukum yang hidup.  Di tangan masyarakat biasa KUHP  sesungguhnya hanyalah kumpulan pasal,atau bisa disebut hukum yang mati. Seorang polisi seperti Novel inilah polisi menjelma menjadi sosok yang mampu menegakkan bukan hanya hukum atau pasal –pasal yang mati tadi,akan tetapi juga keadilan. Buktinya lewat hasil kreatifitasnya, seorang Jendral aktif diobok-obok di kantornya dan ditetapkan sebagai tersangka.  
 
Berkenaan  dengan karakteristik pekerjaan penegakan hukum yang demikian itu, maka pekerjaan polisi bisa dilihat sebagai suatu pekerjaan berkualitas ganda, malah majemuk. Batasan dalam aturan birokratis kadang tidak berlaku disini dan oleh karena itulah  disebut berkualitas majemuk dan multi tafsir. Dalam keseharian polisi memiliki fungsi sebagai  juru tafsir dan  transformator hukum, seperti dalam contoh menghidupkan hukum tersebut di atas . Hukum tertulis yang semula bersifat umum dan abstrak itu, di tangan polisi  memperoleh bentuknya yang nyata, artinya apa yang dikehendaki oleh hukum menjadi kenyataan. Meski seringkali  berbeda antara apa yang dibuat legislator dan yang dikerjakan oleh polisi. Transformasi tersebut dilakukan oleh polisi dengan cara menghubungkan rumusan hukum yang umum dan abstrak itu dengan kenyataan. Ini  sebuah proses yang tidak sederhana, dalam arti peran dan kreativitas pribadi begitu menonjol. Di sini proses interaksi atau pertukaran antara hukum dengan kenyataan berlangsung dengan kuat sekali sehingga seringkali muncul improvisasi atau “ kreatifitas “ polisi yang berlebihan dalam menangani suatu perkara.
 Jerome H. Skolnick (178:1988), memakai istilah “justice without trial” untuk menjelaskan pekerjaan polisi yang bersifat ganda tersebut. Dengan ungkapan doing justice tersebut ia hendak menyatakan bahwa dalam proses pertukaran yang intensif  dengan kenyataan sehari-hari , polisi  tidak hanya menjalankan pekerjaan kepolisian saja melainkan  pada hakekatnya merupakan pekerjaan mengadili dan menjatuhkan keputusan. Dalam kasus yang  dihadapi oleh polisi ketika  aturan hukum dalam KUHAP tidak ditemukan atau memang tidak diatur , kita menjumpai peristiwa yang demikian itu. Bahkan tidak hanya mengadili, melainkan juga membuat peraturannya sekaligus. Sebagai  contoh kasus Novie sang peragawati yang wajah cantiknya berpose tak senonoh beredar di mana-mana . Ia yang terbukti menabrak sekumpulan masyarakat yang di dalamnya ada dua anggota polisi, malah direhabilitasi bukan dipenjara,pada kasus lain seperti anggota DPRD melakukan  kejahatan yang sama tidak berlaku ketentuan rehabilitasi. Aturan lain adalah perintah wajib lapor. Meski ditentang karena lemahnya aturan hukum yang menjadi landasannya. Banyak orang tidak berani menyarankan untuk tidak datang dalam wajib lapor.
    Penerapan pemikiran sistemik dalam penyelenggaraan hukum pidana menempatkan polisi pada kedudukan pos terdepan yang berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam proses penyelenggaraan hukum pidana atau proses peradilan pidana tersebut. Apa yang dilakukan  dan tidak dilakukan oleh polisi akan mempengaruhi keseluruhan kerja sistem. Artinya ketika seseorang berurusan dengan hukum pidana nasibnya ditentukan oleh pekerjaan polisi. Kerja polisi yang keras akan menghasilkan  perkara ke pengadilan begitu pula sebaliknya jika polisi tidak bekerja keras tidak akan ada perkara ke pengadilan. Artinya perbaikan kinerja penegak seperti judicial corruption atau mafia hukum dan terutama pemberantasan korupsi ,kita membutuhkan seorang polisi yang berjiwa satria dan kebal sogokan serta berani mengatakan  Siap Ndan Saya Menolak 86”. Bersyukurlah kita punya Novel yang berani mengangkat derajat ke lebih tinggi,yakni polisi yang patuh pada kebenaran dan berani menolak sogok atau damai yang lebih dikenal 86.  
 Karena musuh polisi bukanlah KPK dan musuh KPK juga bukan polisi. Jadi perdebatan dan perseteruan antara polisi dan KPK haruslah diakhiri. Jika mereka tetap bertikai maka sesungguhnya hanya akan menguntungkan para koruptor. Memang kita tidak boleh pesimis bahwa seluruh sifat kebijaksanaan  dan organisasi polisi sudah berubah sedemikian mendasar sehingga tidak ada harapan pembaharuan  di internal kepolisian. Sampai taraf tertentu memang polisi dilanda kepanikan pasca penetapan tersangka Irjen.Pol. Joko Susilo,ditambah lagi gambaran mengenai hanyutnya polisi dalam kekerasan di beberapa tempat dan cenderung tidak mematuhi hukum sebagaimana dalam kasus Novel haruslah dihentikan,agar polisi tidak semakin tersesat. Sekali lagi Polisi dan KPK sadarlah bahwa musuh utama ,musuh bersama adalah koruptor. Apapun dasarnya penghentian penyidikan Polisi atas kasus simulator haruslah diapresiasi, maju terus polisi dan KPK dalam memberantas korupsi.
 
Surakarta, 23 Oktober 2012
 
Muhammad Taufiq , Advokat  Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS