WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Rabu, 17 Juli 2019

Prof. Suteki Datangi Polda Jawa Timur Untuk Mengadukan Akun Facebook Atas Pencemaran Nama Baik

Senin (15/07) lalu, Prof. Suteki dengan didampingi penasihat hukum mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur untuk melakukan pengaduan atas akun Facebook yang telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap dirinya. Akun Facebook dengan nama ‘Budhi Setyanto’ telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik kepada Prof. Suteki melalui kolom komentar di status Facebook Prof. Suteki maupun melalui status akun Facebook pribadi pelaku. Pengaduan tersebut merupakan tindak lanjut karena perbuatan pelaku dianggap telah melampaui batas kewajaran dan terus menerus melakukan penghinaan terhadap Prof. Suteki. 

Pengaduan yang disampaikan Prof. Suteki telah diterima dan akan ditindaklanjuti oleh penyidik Subdit V Siber Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Dalam pengaduan tersebut, Prof. Suteki telah melampirkan bukti-bukti tangkapan layar yang menunjukkan bahwa pelaku telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap beliau. Pelaku dilaporkan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.. Pelaku yang melakukan tindak pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Jumat, 05 Juli 2019

Permenristekdikti No.5 Tahun 2019 Bertentangan Dengan UU Advokat

Oleh : Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.*)
Bahwa pada 22 Januari 2019 telah terbit Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No.5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (PPA). Pada Intinya, Permenristekdikti ini mengatur tentang prosedur proses menjadi advokat diharuskan menjalani PPA yang diselenggarakan oleh organisasi advokat yang bekerja sama dengan Perguruan Tinggi (Fakultas Hukum) berakreditasi B.
Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Permenristekdikti tersebut, mengatur lamanya masa studi PPA paling cepat selama 2 semester (1 tahun) dan paling lama selama 6 semester (3 tahun) dengan bobot paling kurang 24 satuan kredit semester (sks), serta diwajibkan untuk mencapai Indeks Prestasi Kumulutaif (IPK) minimal 3,00. Setelah lulus, mendapat gelar profesi Advokat yang diberikan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan berikut sertifikasi dari organisasi advokat.
Berdasarkan hal tersebut, kami selaku Organisasi DPC IKADIN Surakarta berpendapat bahwa prosedur ini dinilai melanggar proses pengangkatan advokat sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang sudah berjalan selama ini. UU Advokat mewajibkan Calon Advokat untuk menempuh Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diselenggarakan oleh organisasi advokat, melaksanakan magang selama 2 tahun, serta pengambilan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi setempat.
Bagi kami, Permenristekdikti 5/19 bertentangan dan melampaui kewenangan UU Advokat yang secara serta merta hendak mengubah tata cara rekrutmen Calon Advokat. Selain daripada itu Permenristekdikti tersebut juga bertentangan dengan Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 yang menyebutkan jika penyelenggara PKPA adalah Organisasi Advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang berakreditasi minimal B. Namun, di dalam Pasal 2 ayat (2) Permenristekdikti 5/2019 penyelenggara PPA (bukan PKPA) adalah perguruan tinggi yang bekerja sama dengan organisasi advokat. Jadi, Permenristekdikti 5/2019 kami nilai telah secara sewenang-wenang hendak ‘melucuti’ kewenangan Organisasi Advokat untuk melaksanakan PKPA.
Kami menilai, berlakunya Permenristekdikti ini akan berpotensi mempersulit akses keadilan bagi rakyat miskin yang membutuhkan bantuan hukum. Advokat yang didedikasikan jasanya untuk menangani perkara-perkara orang miskin (Probono) akan sulit untuk diakses dan dicari. Sebabnya, Permenristekdikti itu memperpanjang proses pengangkatan advokat dan berimbas kepada membengkaknya biaya untuk menjadi seorang advokat.
Berdasarkan pendapat yang telah kami uraikan tersebut, yang paling terpenting adalah Permenristekdikti sebagai Peraturan Pelaksana tidak boleh melebihi atau bertentangan dengan kewenangan UU Advokat sebagai aturan yang lebih tinggi (UU yang mendasarinya). Jadi Permenristekdikti tidak diperbolehkan bertentangan dengan prinsip umum Hierarki Penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun kami sepakat apabila Permenristekdikti ini, dimaksudkan untuk meningkatkan mutu Advokat, di mana PKPA yang ada selama ini tidak boleh “asal-asalan” dan memadatkan perkuliahan.

*) Ketua DPC Ikadin Surakarta yang juga merupakan Dosen Pasca Sarjana Universitas Djuanda Bogor.

Sumber: http://lawfirm-mtp.com/news-66-Permenristekdikti-No-5-Tahun…