WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Kamis, 24 November 2011

Kontroversi Hukum

Ethan Frome

Bottom of Form


Harian Joglosemar Jumat, 25/11/2011 06:00 WIB - Muhammad Taufiq

Muhammad Taufiq
Advokat dan Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS


Selama aparat penegak hukum tidak mengubah pemikiran bahwa tujuan utama dari penegakan hukum pidana adalah mewujudkan kebenaran dan keadilan, selama itu pula proses hukum akan
melahirkan kontroversi.

Wajar jika belakangan ini sering muncul ketidakpuasan terhadap hukum positif di Indonesia. Dengan mengikuti sistem hukum yang mengedepankan kepastian hukum dalam bentuk aturan normatif semata, telah banyak mempengaruhi pemikiran para Sarjana Hukum di Indonesia yaitu mengikuti aliran positivis.
Begitu banyak dampak yang kita rasakan bila semua penegak hukum dan sarjana hukum berpikiran positivis, yaitu suatu masalah yang selalu dicari kepastian hukum atau sumber hukumnya terlebih dahulu untuk menyelesaikannya. Belum lagi prosedur yang juga diatur dalam hukum positif. Suatu kasus yang seharusnya dapat diselesaikan cepat melalui cara di luar aparat hukum, menjadi lama dengan hukum positif. Belum lagi tidak terjaminnya harmonisasi sosial melalui proses seperti ini, padahal hal yang ingin dicapai dalam proses hukum ialah terciptanya harmonisasi sosial.
Kontroversi dalam penegakan hukum pidana berdasarkan hukum positif (baca: KUHAP) sering terjadi, sementara para penegak hukum masih berkutat dalam paradigma formalisme. Hal ini menjadikan banyak kasus-kasus yang semestinya dapat diadili menjadi menguap begitu saja, karena keterbatasan pemikiran tentang pelaksanaan penegakan hukum. Namun sebaliknya, perkara kecil atau remeh justru naik dan terjadi penjatuhan pidana. Padahal tujuan utama dari penegakan hukum adalah mewujudkan kebenaran dan keadilan.
Selama aparat penegak hukum tidak mengubah pemikiran bahwa tujuan utama dari penegakan hukum pidana adalah mewujudkan kebenaran dan keadilan, selama itu pula proses hukum akan melahirkan kontroversi.
Inilah yang selama ini dirasakan begitu lemah dan kurang adanya rasa keadilan dan hati nurani dari hukum positif yang lahir dari proses politik. Sebab pascareformasi hampir dipastikan semua produk undang-undang (UU) adalah lahir dari proses politik. Seperti sinyalemen yang kita dengar selama ini, termasuk jual beli pasal di DPR yang diungkap Machfud MD.
Gustav Radbruch, seorang filosof hukum Jerman mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar hukum, yang oleh sebagian pakar diidentikkan juga sebagai tujuan hukum. Dengan kata lain tujuan hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Bagi Radbruch, ketiga unsur itu merupakan tujuan hukum secara bersama-sama, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Namun demikian timbul pertanyaan, apakah ini tidak menimbulkan masalah dalam kenyataan, di mana sering kali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan keadilan, atau benturan antara kepastian hukum dengan kemanfaatan. Sebagai contoh, dalam kasus-kasus hukum tertentu, kalau hakim menginginkan keputusannya “adil” (menurut persepsi keadilan yang dianut oleh hakim) bagi si pelanggar atau tergugat atau terdakwa, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Sebaliknya kalau masyarakat luas dipuaskan, maka perasaan keadilan bagi orang tertentu terpaksa “dikorbankan”. Oleh karena itu, Radbruch mengajarkan bahwa kita harus menggunakan asas prioritas, di mana prioritas pertama selalu keadilan, barulah kemanfaatan, dan terakhir kepastian.
Manakala terjadi pelanggaran hak yang dilakukan oleh seseorang, maka akan menimbulkan konsekuensi bahwa hukum tersebut akan dicabut dari dirinya berdasarkan putusan pengadilan yang adil. Selama ini kita mendapatkan konsepsi yang salah mengenai penegakan hak asasi manusia. Seolah dalam keadaan apapun dan dalam hal apapun, hak tersebut tidak dapat terhapuskan. Padahal sebagaimana konsepsi hak yang telah dipaparkan oleh para filsuf Yunani, menyatakan bahwa hak selalu diimbangi dengan kewajiban. Ketika ada seseorang yang melakukan tindak pidana, orang tersebut harus mendapatkan sanksi yang sesuai. Sanksi juga bertujuan untuk mengembalikan ketenteraman yang sempat terganggu akibat dilakukannya perbuatan tersebut. Sehingga pidana perlu ditegakkan dengan sebaik mungkin. Masalah yang muncul adalah adanya disparitas penjatuhan pidana oleh hakim. Sebenarnya apakah yang menjadi alasan adanya disparitas tersebut? Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut ditentukan oleh sikap batin dan rasa keadilan yang dimiliki oleh hakim.
Hukum Tidak Utuh
Menurut Suteki, sering kali sebagian masyarakat memahami hukum hanya sekadar sebagai perangkat peraturan hukum positif yang tercerabut dari pemahaman dari aspek filosofi dan sosiologisnya. Hal itu menjadikan gambar hukum yang ditampilkan tidak utuh melainkan hanya sebuah fragmen atau skeleton, yakni peraturan perundang-undangan saja. Hal tersebut mendorong munculnya anggapan bahwa apabila kita telah menyelenggarakan hukum sebagaimana tertulis yang berupa huruf-huruf mati (black letter law), seolah-olah pekerjaan pencarian keadilan itu telah selesai. Dan akhirnya kita semua dibuat maklum kenapa aparat penegak hukum (termasuk KPK), gagal membongkar kasus Century, tidak mampu menangkap Nunun, dan eks Deputi Senior BI Miranda Goeltom tidak bisa disentuh meski puluhan anggota DPR-RI telah menghuni penjara.
Suteki mencontohkan beberapa fenomena peradilan terhadap “wong cilik” (the poor) misalnya kasus pencurian satu buah semangka di Kediri, Jawa Timur. Cholil dan Basar Suyanto dipidana 15 hari percobaan 1 bulan. Lalu kasus pencurian kapuk randu seharga Rp 12.000, empat anggota keluarga ditahan di LP Rowobelang dan para terdakwa dipidana penjara 24 hari.
Juga kasus Pak Klijo Sumarto (76) tersangka pencurian setandan pisang kluthuk mentah seharga Rp 2.000 di Sleman pada 7 Desember 2009. Pak Klijo mendekam di LP Cebongan, Sleman. Kemudian kasus mbok Minah yang dituduh mencuri tiga biji kakao seharga Rp 2.100 pada 2 Agustus 2009 di Purwokerto, dihukum pidana percobaan 1 bulan 15 hari. Juga kasus Aspuri tentang pencurian sehelai kaus tetangganya seharga Rp 10.000, ditahan pada bulan November 2009.
Juga yang menyita perhatian banyak pihak, kasus Lanjar Sriyanto warga Karanganyar yang didakwa menyebabkan kematian istrinya dalam kecelakaan motor di Karanganyar. Sungguh tragis, dalam kasus ini sang istri meninggal dunia dan Lanjar justru ditahan pada September 2010.
Jadi jika politik hukum kita diarahkan untuk menegakkan hukum, sudah barang tentu keadilan terkalahkan. Namun sebaliknya, jika politik hukum kita diarahkan untuk menegakkan keadilan, sudah barang tentu keadilan dulu yang diutamakan. Artinya, dalam penegakan keadilan jika terjadi perbenturan kepentingan antara kepastian dan keadilan, maka kepastian boleh dikesampingkan. Dengan sendirinya kasus yang remeh-temeh ini tidak perlu diproses secara justisia. Justru kasus seperti skandal Century, Nunun Nurbaetie, Miranda, dan juga kejahatan terkait lumpur Lapindo di Sidoarjo yang sepantasnya layak dipenjarakan.




Rabu, 23 November 2011

Gonjang-ganjing di Tubuh Telkomsel


Siapa yang tidak kenal Telkomsel? perusahaan BUMN telekomunikasi terbesar. Dengan pendapatan 34 Trilyun (pertengahan 2011). Penyumbang terbesar keuangan induk perusahaannya, yaitu PT Telkom, Tbk. PT Telkom sendiri adalah penyumbang kedua terbesar dividen pada negara. Namun, kini rupanya Telkomsel lagi terseok-seok, bukan karena krisis keuangan, karena Telkomsel adalah perusahaan sangat sehat dari aspek finansial. Terseok-seok karena beragam masalah yang dihadapi, baik masalah internal maupun eksternal.

Masalah internal adalah adanya gelombang protes besar-besaran dari ribuan karyawannya sendiri. Kamis bahkan 4000 karyawan Telkomsel mengepung kantor pusat Telkomsel di Wisma Mulia jalan Gatot Subroto. Mereka menuntut masalah peningkatan kesejahteraan. Meskipun banyak versi dari tuntutan yang disuarakan, dari mulai minta tunjangan pulsa (aneh ya, minta tunjangan pulsa di kantor yang jual pulsa. Seperti tikus mati di lumbung padi sepertinya), sampai tuntutan perbaikan manajemen, dan lainnya.

Masih belum cukup, terpaan dari pihak internal pun banyak muncul dalam bentuk lain. Serikat pekerja telkomsel (Sepakat) dan manajemen tidak akur dalam masalah kualitas pelayanan. Dari Sepakat bilangnya mereka meminta maaf atas gangguan layanan selama mereka berdemo, sementara pihak manajemen membantah, bahwa selama demo kualitas layanan tidak terganggu.

Lalu hari ini muncul lagi terpaan lagi. Seorang direksi dikabarkan menulis unek-unek pribadinya di blog gratisan (alamatnya: http://hherfini.blogspot.com) yang menceritakan berbagai kebobrokan Telkomsel menurut pandangan dia sebagai salah seorang direksi. Tetapi ini pun dibantah oleh pihak manajemen Telkomsel, bahwa blog itu “Palsu” (bantahannya ada di link ini). Blog gratisan ini semacam surat kaleng yang menghebohkan pihak manajemen Telkomsel.

Dari masalah eksternal, Telkomsel juga dituntut oleh banyak pihak, terutama oleh para konsumen yang merasa banyak dibohongi dan ditipu oleh layanan Telkomsel. Contohnya, seperti saya pernah posting pada postingan sebelumnya, kasus kalahnya Telkomsel di persidangan Solo terkait layanan Telkomsel Blackberry Unlimited: Iklan dianggap menipu oleh pengadilan. Telkomsel harus merubah semua bahasa iklan Blackberry unlimited. Dan, 2 kasus kini sedang dalam proses di Mabes Polri Jakarta, yaitu terkait laporan pencurian pulsa. Dua laporan yaitu laporan Ferry dan Hendry Kurniawan (kebetulan saya terlibat intens dalam kasus Hendry Kurniawan ini. Memberikan dukungan dan juga perlindungan sementara sebelum ada jawaban dari LPSK. Hari ini yang bersangkutan sudah di LPSK di tempat yang lebih aman. Ia dianiaya hingga kakinya retak oleh orang tak dikenal gara-gara melaporkan sms premium iklan di simcardnya).

Masalah-masalah lain yang tak terungkap di media mungkin banyak bermunculan menimpa Telkomsel ini. Masalah adalah biasa dalam bisnis, tetapi jika dibiarkan akan merusak tatanan bisnis. Apalagi Telkomsel adalah perusahaan BUMN, penyumbang APBN, jika tidak diperbaiki tentu akan berpengaruh pada kelangsungan usaha dan juga pelayanannya kepada masyarakat Indonesia.

Lalu apa yang bisa diperbuat untuk memperbaiki hal ini? Selama Telkomsel masih berada di bawah naungan Telkom, ini akan terus menuai masalah. Karena ada kecemburuan dan merasa penyumbang terbesar Telkom tetapi tidak diperhatikan oleh induknya. Kenapa tidak dipisahkan saja Telkomsel dari Telkom? Dengan kepemilikan 65% Telkom dan 35% Singtel, maka Telkomsel memiliki peluang untuk masuk ke pasar modal secara leluasa. Tetapi apakah Telkom akan melepaskan begitu saja? Mustahil jika tidak ada dorongan kuat. Siapa yang harus mendorong? Rakyat. Karena perusahaan BUMN, maka opini rakyat sangat menentukan para penentu kebijakan. Cara lain adalah dengan meng-IPO-kan Telkomsel. Tetapi ini terkait dengan masalah di atas. IPO tujuannya untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena perusahaan yang listing di bursa kinerjanya akan dipaksa meningkat. Meskipun bukan satu-satunya cara, tetapi cara ini bisa ditempuh.**[harja saputra]


Sumber : http://teknologi.kompasiana.com/

Minggu, 06 November 2011

Dianggap Bohong, Telkomsel Diminta Cabut Iklan

Dimuat di Tempointeraktif.com, Selasa, 01 November 2011 | 15:30 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta memerintahkan Telkomsel mencabut iklan penawaran BlackBerry Unlimited di seluruh media, baik media massa maupun promosi. Keputusan itu diambil dalam sidang gugatan salah seorang pengguna layanan BlackBerry Telkomsel yang merasa dirugikan akibat penawaran iklan tersebut.
Dalam penawaran iklan itu disebutkan bahwa dengan membayar Rp 99 ribu pemakai BlackBerry akan dapat mengakses Internet secara tidak terbatas atau unlimited. “Nyatanya setelah diperiksa dalam persidangan diketahui bahwa akses itu tidak termasuk untuk streaming dan download,” ujar anggota majelis hakim, Bambang Ary Wibowo, seusai sidang putusan, Selasa, 1 November 2011.
Menurut majelis hakim, Telkomsel tidak jelas dalam menampilkan materi iklannya. Semestinya jika kata-kata “unlimited” diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, berarti tidak terbatas tanpa ada embel-embel apa pun. “Kalau kemudian dibatasi, berarti bukan unlimited tapi limited,” lanjutnya.
Karena itu majelis hakim sepakat untuk memerintahkan Telkomsel menarik seluruh iklan di atas di seluruh Indonesia dan merevisi materi iklannya.
Kemudian tuntutan lainnya, yaitu penghapusan tagihan dan permintaan maaf, tidak dikabulkan. “Karena si penggugat sudah menikmati layanan dan tidak jelas siapa yang harus dimintakan maaf, sehingga tidak kami kabulkan,” tutur dia.
Ditemui usai persidangan, Supervisor Corporate Communications Telkomsel Regional Jateng-DIY, Anindito Respati, menyatakan menghargai putusan tersebut. Menurut dia hal itu menjadi pembelajaran bagi Telkomsel untuk menyampaikan informasi atau penawaran ke pelanggan lebih baik lagi.
Soal putusan penarikan iklan, “Kami akan berdiskusi dulu dengan kantor pusat. Sebab ini menyangkut iklan di seluruh Indonesia,” ucapnya. Pihaknya masih punya waktu 14 hari untuk menyatakan menerima atau banding.
Sementara Taufiq sebagai penggugat mengatakan cukup puas sebagian tuntutannya sudah dikabulkan. Namun dia tetap menuntut permintaan maaf dari Telkomsel. “Saya akan tetap kejar permintaan maaf itu,” ujarnya.
Bambang mengatakan jika dalam 14 hari kedua belah pihak tidak menyatakan menerima atau tidak, akan dianggap menerima. Jika sudah menerima, keputusan harus segera dilaksanakan. “Khusus untuk Telkomsel, jika menerima mereka harus segera menarik iklannya. Nanti pengawasan kami serahkan ke Kementerian Perdagangan dan Kepolisian karena ada tembusan keputusan sidang ke instansi tersebut,” katanya.
Jika Telkomsel menyatakan banding, nantinya dipersilakan mengajukannya ke pengadilan negeri untuk kasus perdata.

UKKY PRIMARTANTYO | ERWINDAR