WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Senin, 25 April 2011

Kembalikan fungsi trotoar

Solo (Espos) Walikota Solo, Joko Widodo, meminta manajemen Kafe Diamond dan Solo Center Point (SCP) mengembalikan fungsi dan kondisi trotoar jalan seperti sedia kala.
Hal itu disampaikan Walikota kepada wartawan seusai menghadiri Kajian Kebangsaan Pergulatan Agama dan Demokrasi dalam Pembentukan Indonesia Modern di Riyadi Palace Hotel, Sabtu (23/4).

Walikota mengatakan sudah pernah menerima laporan penyalahgunaan dan pengrusakan trotoar jalan terkait pembangunan Kafe Diamond dan SCP beberapa bulan lalu.

Walikota juga sudah meminta Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo memberikan surat teguran kepada dua perusahaan tersebut. Namun, Walikota mengaku belum mengetahui apakah surat teguran tersebut sudah ditindaklanjuti atau belum oleh dua perusahaan itu.

”Untuk memastikannya, besok Senin (25/4) akan kami turunkan tim untuk memeriksa. Yang jelas, trotoar itu harus dikembalikan seperti sedia kala sebagai fasilitas publik,” tegas Walikota.

Selain dua perusahaan swasta tersebut, Walikota menduga terdapat pelanggaran serupa yang dilakukan perusahaan lain. Pada Senin hari ini, Walikota berencana meminta DTRK menginventarisasi pelanggaran serupa yang dilakukan perusahaan lain.

Ihwal sanksi terhadap manajemen Kafe Diamond dan SCP, Walikota menyatakan akan disesuaikan dengan aturan. ”Sanksinya apa saya belum tahu, yang jelas harus deesuai aturan,” tandas Walikota.

Saat sejumlah wartawan mendatangi dua perusahaan itu, pihak manajemen sedang berada di luar kota. Sebagaimana diberitakan SOLOPOS, Sabtu (23/4), pembangunan Kafe Diamond dan SCP merusak trotoar jalan yang menjadi hak para pejalan kaki.

Hal itu disampaikan advokad Muhammad Taufiq, kepada Espos, Kamis (21/4). Taufiq menegaskan penyalahgunaan atau pengrusakan trotoar dan jalur lambat untuk kepentingan bisnis merupakan sebuah pelanggaran berat. Tindakan pengrusakan fasilitas publik melanggar Pasal 170 KUHP. - Oleh : Moh Khodiq Duhri

Pembangunan Diamond dan SCP rusak trotoar jalan

Harian Solopos, 23 April 2011

Solo (Solopos.com)--Pembangunan Kafe Diamond dan Solo Center Poin (SCP) dinilai telah merusak trotoar jalan yang menjadi hak dari para pejalan kaki.

Hal itu disampaikan seorang advokat, Muhammad Taufiq SH MH, Kamis (21/4/2011). Taufiq menegaskan bahwa penyalahgunaan atau pengrusakan trotoar dan jalur lambat untuk kepentingan bisnis merupakan sebuah pelanggaran berat. Bahkan, sambung Taufiq, tindakan pengrusakan fasilitas publik tersebut sudah melanggar Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Karena sudah merusak fasilitas publik, maka ketentuan Pasal 170 KUHP sudah terpenuhi. Dengan begitu, manajemen bisa diancam pidana maksimal lima tahun enam bulan penjara,” tegas Taufiq.

Sementara itu, Kepala Dinas DTRK, Yob S Nugroho mengatakan DTRK sudah melayangkan surat teguran kepada dua perusahaan tersebut untuk mengembalikan bentuk trotoar jalan seperti semula. Surat teguran itu, kata Yob, sudah ditindaklanjuti oleh manajemen Kafe Diamond dengan melakukan perubahan fisik bangunan pada bagian depan. Namun begitu, kata Yob, perubahan fisik itu tidak sesuai dengan keinginan DTRK.

“Kami meminta trotoar itu dikembalikan seperti sedia kala. Tetapi, mereka hanya melakukan perombakan fisik yang tidak berarti. Yang jelas, nanti akan kami layangkan surat teguran lagi kepada manajemen Diamond,” tegas Yob.

Walikota & Lukminto Dilaporkan ke Polisi

Harian Joglosemar Sabtu, 23/04/2011 09:00 WIB - Aris Setyo Nugroho

SOLO—Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) dan pemilik Hotel Diamond, HM Lukminto dilaporkan ke Polresta Surakarta oleh pengacara, Muhammad Taufik. Pernyataan itu disampaikan oleh Taufik saat jumpa pers di restoran Hailai, Kamis (21/4) kemarin.
Dalam jumpa pers tersebut, Taufik mengaku telah melaporkan Walikota beserta jajarannya di Pemerintahan Kota (Pemkot) Surakarta dan Lukminto terkait tidak diindahkannya somasi yang diberikan terkait perubahan fasilitas publik.
Fasilitas publik yang dimaksud Taufik adalah trotoar jalan yang berada di depan Hotel Diamond dan di depan Solo Centre Point (SCP). Sepanjang trotoar kedua tempat itu justru digunakan untuk lahan parkir sehingga berubah fungsi, bahkan menurut Taufik juga telah terjadi perubahan bentuk bangunan.
“Terus terang, saya tidak ada unsur kepentingan apapun, tidak ada kaitannya dengan kasus Robby meskipun jumpa pers ini diadakan di Hailai. Saya murni karena sebagai masyarakat Solo yang peduli terhadap fasilitas publik,” jelas Taufik kepada wartawan.
Taufik mengatakan dirinya menempuh jalur hukum dengan melaporkan Walikota dan Lukminto tersebut lantaran selama satu tahun setelah dirinya melakukan somasi ke Walikota tidak ada realisasi.
“Fungsi trotoar telah berubah menjadi lahan parkir. Bahkan paving-paving juga diambil. Seperti ini tidak cukup hanya dengan class action. Ini sudah merupakan tindak pidana perusakan sebagaimana dalam Pasal 170 KUHP,” urainya, Kamis (21/4).
Karena kegiatan usaha yang dijalankan sudah merusak fasilitas umum, lanjutnya, maka sesuai pasal 170 tersebut, dapat dipidana penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. Menurutnya, semua unsur dalam Pasal tersebut telah terpenuhi, karena selain mengubah fungsi, juga mengubah bentuk, sehingga dapat dikatakan melakukan perusakan fasilitas publik.
Taufik menyatakan, itu telah diserahkannya ke Polresta Surakarta Rabu (20/4) kemarin.
Menurut Taufik, Walikota dalam hal ini dapat dikenai Pasal 55 atau 56 KUHP sebagai pihak yang turut serta karena membiarkan perusakan itu.
Kapolresta Surakarta, AKBP Listyo Sigit saat dikonfirmasi mengaku belum menerima surat dari Taufik tersebut. n

Aris Setyo Nugroho


Rabu, 13 April 2011

Sipir Rutan Surakarta Edarkan SS

Harian Seputar Indonesia, Rabu 13 April 2011

SOLO – Peredaran narkotika makin merajalela.Tembok penjara yang dijaga ketat pun bisa ‘dibobol’ sindikat pengedar barang haram ini. Seperti yang ditemukan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surakarta.


Personel Polresta Surakarta yang melakukan razia mendapati barang haram tersebut dikonsumsi oleh tujuh warga binaan rutan. Setelah diselidiki, polisi menetapkan sipir penjara berinisial K sebagai tersangka atas keterlibatannya memasukkan sabu-sabu (SS) ke dalam rutan. Kapolresta Surakarta Kombes (Pol) Nana Sudjana mengatakan, razia di Rutan Kelas I Surakarta berhasil menyita lima paket sabu-sabu, serta mengamankan tujuh penghuni rutan yang mengonsumsinya. ”Hasil tes urine menyatakan tujuh orang positif mengonsumsi sabu- sabu.Mereka penghuni kamar V Blok D Rutan Surakarta,” ujar Kapolres,kemarin.

Petugas mendapati lima paket hemat sabu-sabu di kantong celana milik salah satu penghuni kamar V blok D berinisial D, 36. Sementara enam rekan D yang positif memakai narkoba adalah AS,32; ASL,29; TK,35; HP,40; IF,20; dan YS,31. Keterlibatan sipir penjara menguat setelah D membeberkan alur distribusi sabu-sabu di dalam penjara. Menurut D, awalnya tersangka K menyampaikan kepada D bahwa dirinya mempunyai sabu-sabu yang bisa dikonsumsi para tahanan. Namun, K memerlukan kurir untuk mengambilnya di suatu tempat di luar rutan. D kemudian meminta N, yang saat ini masih buron,supaya mengambil paket sabu-sabu sesuai petunjuk K.Dari situlah, K memasukkan sabu-sabu ke dalam rutan melalui jasa N.

“N sebenarnya membawa tujuh paket yang rencananya dinikmati sejumlah tahanan dan narapidana dan sebagian dinikmati K. Saat ini K sudah menjadi tersangka dan masih diminta keterangan,”jelas Nana. Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Muh Taufiq mengatakan,terbongkarnya peredaran narkoba di Rutan Surakarta menambah daftar buruk kinerja aparat penegak hukum. ”Remunerasi kepada aparat tidaklah paralel dengan mentalitas mereka,”sindirnya kemarin.
abdul alim

Selasa, 12 April 2011

Eksekusi Rumah Jalan Sabang Ditangguhkan

Harian Joglosemar
Edisi Rabu, 13/04/2011 09:00 WIB - Aris Setyo Nugroho


BANJARSARI—Eksekusi atas rumah keluarga eks pejuang kemerdekaan almarhum Winarso Sate di Jalan Sabang 4, Banjarsari Solo yang sedianya berlangsung hari ini, ditangguhkan. Pengadilan Negeri Surakarta memutuskan untuk menanti putusan kasasi
Kuasa hukum salah satu anak Winarso, Winoto, Muhammad Taufiq SH, Selasa (12/4) mengirimkan siaran pers, bahwa eksekusi ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Pemberitahuan itu mengacu pada surat pengadilan yang ditandatangani Wakil Panitera Slamet Haryono.
Sementara itu, kuasa hukum pihak yang bersengketa dengan keluarga Winarso, Slamet Mulyadi SH kemarin datang di kantor Joglosemar. Slamet menyatakan ada beberapa fakta yang harus dijelaskan dalam sengketa rumah Jalan Sabang tersebut.
“Pertama, pernyataan bahwa Pak Winarso pernah meminta hak atas tanah tersebut, dan dikabulkan. Sebaliknya kami mendapat informasi dari kantor BPN, permohonan itu tidak dikabulkan. Kalau memang dikabulkan pasti lain ceritanya. Tidak mungkin klien kami menang,” tuturnya.
Fakta kedua, Slamet yakin gugatan yang berasal dari Ny Yettik Suharti, istri Winarso Sate, tidak bisa diterima secara hukum. Pasalnya, meski yang bersangkutan adalah istri sah Winarso, namun yang bersangkutan tidak tinggal di rumah itu.
“Tanpa mengurangi rasa hormat kepada perjuangan Pak Winarso pada masa merebut kemerdekaan, kami yakin permasalahan ini berbeda. Meski HGB atas rumah tersebut sudah habis masa berlakunya, tetapi yang berhak memohon hak dari negara, tentu pemilik sebelumnya, bukan orang lain,” tutur Slamet Mulyadi.

Aris Setyo Nugroho

Kasasi Dinanti, yang Didapat Eksekusi

Harian Joglosemar
Edisi Selasa, 12/04/2011 09:00 WIB - Ari Kristyono | Sri Ningsih


Perjuangan ayahku sia-sia, negeri ini dikuasai mafia hukum. Tulisan itu terbaca di poster kecil yang dibawa oleh Ny Yettik Suharti (50) dan seorang anaknya, di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bakti, Jurug, Solo, Jumat (8/4).
Yettik adalah istri seorang pejuang kemerdekaan dan mantan anggota MPRS/DPRGR, Winarso Sate, yang dimakamkan di TMP tersebut sejak meninggal dunia tahun 2004 lalu. “Perjuangan beliau memerdekakan negeri ini telah tuntas. Sayang perjuangan untuk mendapatkan hak secara hukum, kandas oleh ketidakadilan,” tutur Yettik yang didampingi seorang anaknya, Slamet Effendy.
Ketidakadilan itu, menurut Yettik menyangkut rumah tinggal di Jalan Sabang 4, Banjarsari, Solo yang menjadi tempat tinggal Winarso sejak tahun 1950. Rumah itu, awalnya adalah tempat tinggal Jaksa Utoro, mertua Winarso, yang menyewa dari seorang sahabatnya Kwik Hong Lian.
“Sedangkan dulu, Kwik Hong Lian mendapat rumah tersebut dengan membeli HGB (Hak Guna Bangunan) atas rumah-rumah eks kolonial Belanda. Secara hukum, HGB itu sudah berakhir sejak 24 September 1980 dan otomatis rumah itu kembali menjadi milik negara,” tutur Effendy kepada Joglosemar.
Waktu bergulir. Winarso Sate pada tahun 1982 mengajukan permohonan hak atas rumah tersebut kepada negara dan dikabulkan 10 tahun kemudian. “Upaya itu juga didukung oleh Wisye, satu-satunya anak kandung Kwik Hong Lian, atas dasar persahabatan. Tetapi, ketika Ayah mengumpulkan uang untuk membayar, beliau wafat,” imbuhnya.
Belakangan, sejumlah orang yang merupakan keponakan dari Kwik Hong Lian menggugat hak atas rumah tersebut. Sejauh ini, mereka sudah berhasil bersepakat dengan lima orang anak Winarso yang bersedia pergi dari rumah itu dengan kompensasi Rp 100 juta per orang.
“Penghuni yang bertahan hanyalah adik saya Winoto alias Tode bersama ibu tiri saya, Bu Yettik, yang merupakan istri sah dari Ayah. Saya tidak terlibat masalah ini, karena memang tidak tinggal di sana,” tutur Effeny.
Proses saling menuntut dan mempertahankan hak, berlangsung rumit di pengadilan. Sejauh ini, ahli waris Winarso Sate selalu kalah, antara lain karena pihak penggugat memiliki surat pernyataan Winarso bahwa dirinya sebagai penyewa siap meninggalkan rumah itu sewaktu-waktu. “Tapi, ini surat palsu. Sangat berbeda dengan tanda tangan Ayah,” ujar Effendy memperlihatkan beberapa contoh tulisan tangan dan tanda tangan Winarso.
Selagi menunggu putusan kasasi, Rabu (13/4) besok pagi, Pengadilan Negeri Surakarta berniat melakukan eksekusi pengosongan rumah. Upaya itu untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya gagal karena perlawanan sejumlah orang yang suka rela membantu Yettik.
“Karena inilah, kami sedih sekali. Kalau memang hukum tak pernah berujung pada keadilan, mending kami pindahkan saja makam Ayah ke makam biasa,” tutur Effendy menutup wawancara siang itu. nAri Kristyono | Sri Ningsih

Senin, 04 April 2011

Guess, Matahari Dept Store

Surat Pembaca, KOMPAS

Pelayanan Guess Buruk
Jumat, 1 April 2011 | 10:27 WIB

Tanggal 22 Mei 2010 silam saya membeli arloji Guess Type Sport Class di Matahari Dept. Store Solo Square. Sekitar bulan Juli Strap Karet (gelang arloji) putus. Baru sekitar September 2010 saya ke counter minta ganti Strap baru (karena masih garansi) dijawab secara lisan “satu bulan Pak nanti dikabari”.

Karena tidak ada kabar, Oktober saya datang ke counter lagi. Kali ini ditanya mana surat pembelian ? Saya pulang, persis tanggal 24 Oktober 2010 saya minta dibuatkan tanda terima resmi. Saat itu diberitahu 4 bulan order karena harus ke luar negeri/ Swiss pesannya. Saya pun percaya saja.

Namun hingga dimuatnya surat pembaca ini (sudah lima bulan) belum sekalipun saya dihubungi tentang kejelasan arloji Guess saya. Nasihat saya jangan beli arloji mahal di Matahari Solo Square, repot jika rusak dan yang pasti pelayanan buruk.


MUHAMMAD TAUFIQ
Jl. Kawung No. 1 Sondakan, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah
Surakarta