WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Minggu, 02 Desember 2018

Kasus Tanah Sriwedari Solo - Terbitkan SHP 40 dan 41, TARC Nilai BPN Solo Lakukan Penyalahgunaan Wewenang




Muhammad Taufiq ketua TARC. Istimewa
SOLO– Badan Pertanahan Nasional (BPN) Solo dinilai melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) 40 dan 41. Hal itu diuraikan Tim Advokasi Reaksi Cepat (TARC) Solo terkait penerbitan SHP 40 dan 41 di Taman Sriwedari, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo.
Ketua TARC, Muhammad Taufiq menuturkan, saat kedua SHP diterbitkan, tanah tersebut masih dalam sengketa di pengadilan. Adanya Penetapan Sita oleh Pengadilan Negeri Surakarta :10/PEN.PDTIEKS/2015/PN.Skt. Jo No:31/Pdt.G/2011/PN.SKA Jo No:87/Pdt/2012/PT.Smg Jo No:3249-K/Pdt/2012 tertanggal 26 September 2018 membuat lahan di Pusat Kota Solo tersebut seharusnya dikembalikan ke ahli waris R.M.T  Wirdjodiningrat.
“Penerbitan SHRP 40 dan 41 pada 2015 dan 2016 yang kemudian dijadikan tameng Pemkot Solo untuk terus menguasai lahan adalah kesalahan BPN Solo. Hal iti tidak benar karena tidak sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Presiden (Perpres) No. 63/2013 Tentang Badan Pertanahan Nasional Indonesia,” urainya, Jumat (30/11/2018).
Dalam pasal tersebut disebutkan fungsi BPN di antaranya  (c) pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dal pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di Iingkungan BPN RI; (h) perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan; (n) penyelenggaraan dan pelaksanaan fungsi Iain di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kepala BPN seharusnya dapat menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak jika tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di pengadilan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada pasal 45 poin (1), khususnya huruf a. Pada pasal 30 poin (1) PP yang sama disebutkan, atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) hak atas bidang tanah : e. yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke Pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari Pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat didalamnya adanya sita atau petintah status quo tersebut,” tandas Taufiq.
Dikatakan Taufiq, tindakan BPN Solo yang tetap menerbitkan SHP 40 dan 41 pada saat tanah masih sengketa di pengadilan dapat diduga merupakan tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 421 KUHP, yaitu “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan  sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
“Pejabat yang melakukan hal pada pasal 421 itu biasa disebut abuse of power. Negara Indonesia adalah Negara hukum. Artinya, putusan tertinggi dalam suatu permasalahan adalah putusan hakim dalampengadilan. Selama tanah dalam proses sengketa, maka tanah tak bisa dipasangi hak apapun atau status quo. Kemudian, sudah ada sita eksekusi dari Pengadilan Negeri (PN) Solo. Eksekusi adalahmenjalankan putusan pengadilan,” paparnya.
Taufiq menekankan, fungsi utama BPN hanya dua yaitu mencatat atau menghapus catatan [tanah]. BPN tak berhak mengeksaminasi atau menilai putusan pengadilan, lebih-lebih putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Kenapa ada eksekusi? Berarti ada putusan yang harus dijalankan. Karena inilah yang disebut kepastian hukum. Tetapi kalau sampai ada penolakan dari BPN, lalu ada gugatan. Lalu ada proses sampai kasasi, kemudian kelak muncul SHP 43 dan 44, berarti kan enggak ada kepastian hukum,” tukasnya.
Kendati demikian, diakui Taufiq, TARC tidak mewakili ahli waris atau kuasa hukum. Tapi TARC melihat ada aroma tidak fair dalam kasus sengketa itu sehingga merespons untuk menempatkan persoalan sesuai porsinya.
“Kami mengimbau kuasa ahli waris Sriwedari membuat laporan ke polisi dan membuat pengaduan ke Menteri Agraria atau Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah untuk membatalkan SHP 40 dan 41 karena itu dibuat saat proses sengketa,” tandasnya.


Sumber : https://joglosemarnews.com/2018/11/kasus-tanah-sriwedari-solo-terbitkan-shp-40-dan-41-tarc-nilai-bpn-solo-lakukan-penyalahgunaan-wewenang/

Kamis, 22 November 2018

BUKU PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH LANGSUNG SERENTAK NASIONAL

Judul Buku :
PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH LANGSUNG SERENTAK NASIONAL

Karya :
Gotfridus Goris Seran dan Muhammad Taufiq

Edisi Pertama 2018
Diterbitkan oleh UNIDA PRESS
Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35, Ciawi, Bogor, 16720.

Merupakan buku yang dibentuk dari hasil penelitian yang di latarbelakangi oleh pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan : 1. Secara terpisah atau sendiri-sendiri sejalan dengan jumlah daerah yang ada, 2. Secara serentak bertahap parsial. Penelitian ini berusaha untuk membahas dan mendesain pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah langsung serentak nasional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa agar serentak nasional, perlu dilakukan setidaknya lima hal, yaitu : a. mendefinisikan secara tepat pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah langsung serentak nasional serta menentukan secara tepat pula tujuan, basis dan varian/tipe penyelenggaraan, b. mensinkronkan secara teratur jadwal penyelenggaraan, c. mensinkronkan secara teratur waktu penyelenggaraan (Waktu pemungutan suara dan waktu pelantikan), d. Menetapkan secara tepat formula penentuan pasangan calon terpilih, e. mensinkronkan dan mengkodifikasi regulasi/ undang-undang pemilu.

Buku ini bermanfaat bagi mahasiswa yang mempelajari tentang kepemiluan, politisi, legislator, birokrat pemerintahan, penyelenggara pemilu, dan mereka yang berminat dengan pengkajian masalah-masalah pemilukada.



Selasa, 28 Agustus 2018

Buku MT&P

Untuk Stok Buku :
1. Keadilan Substansial 9 Buah
2. Mahalnya Keadilan 29 Buah
3. Terorisme dalam Demokrasi 127 Buah
4. Kejahatan Korporasi 93 Buah
Buruan beli sebelum kehabisan,,,,

Minggu, 26 Agustus 2018

Buku Kejahatan Korporasi

Terimakasih kepada Bapak Puji Tri Asmoro, S.H., M.H. Kajari Grobogan yang telah order buku "Kejahatan Korporasi" Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. semoga bermanfaat sebagai referensi dalam penegakan hukum.



Terimakasih kepada Bapak Ponco Hartanto, S.H., M.H. Kajari Jember yang telah order buku "Kejahatan Korporasi" Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. semoga bermanfaat sebagai referensi dalam penegakan hukum.


Minggu, 19 Agustus 2018

UU ITE AKHIRNYA JADI ALAT MEMENJARAKAN LAWAN POLITIK DAN ORANG YANG TIDAK DISUKAI PENGUASA


UU ITE AKHIRNYA JADI ALAT MEMENJARAKAN LAWAN POLITIK DAN ORANG YANG TIDAK DISUKAI PENGUASA 

Dalam pendalaman kasus akhir-akhir ini, saya mencatat  di mana tidak ada delik  pencemaran nama baik, penistaan agama, dan pengancaman. Setidaknya terdapat  empat pola pemidanaan. Pertama, kasus UU ITE dimanfaatkan sebagai alat  balas dendam, Kedua, kasus UU ITE sebagai barter perkara. Ketiga, kasus UU ITE sebagai alat membungkam kritik, Keempat, kasus UU ITE sebagai shock therapy  bagi pengitik penguasa.

Sumber data: SAFEnet

Sesungguhnya hal keliru bila menyatakan bahwa UU ITE yang baru disahkan sebagai alat membelenggu karena motivasi awal direvisinya UU ITE adalah untuk memperlonggar masyarakat melakukan kritik. Awalnya revisi ini
aparat tidak akan lagi dengan mudah melakukan penangkapan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik. Namun yang terjadi sebaliknya,pasca Ahok tumbang lewat kasus ITE terjadi balas dendam sistematis.

Semestinya jika membaca original intent(naskah aseli),kehadiran UU ITE yang baru dapat memberikan perlindungan kepada publik yang dirugikan karena transaksi elektronik, menyebarkan berita bohong, dan merugikan konsumen.Sayangnya yang terjadi sekarang sebaliknya,ITE dipakai pola menghabisi rakyat yang mengrikitik penguasa. Terbukti rangking  pelapor utama ITE adalah penguasa(pulisi) dan pegiat medsos bayaran  kroni penguasa yang kecewa jagonya kalah.

PERAN SERTA MASYARAKAT, MANFAAT DAN FUNGSI BELA NEGARA

PERAN SERTA MASYARAKAT, MANFAAT DAN FUNGSI DI DALAM BELA NEGARA, DAN LAW ENFORCEMENT DI NEGARA DEMOKRASI DAN NEGARA TOTALITER.

Artikel ini disampaikan pada seminar MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari sabtu, 18 Agustus 2018.












Selasa, 14 Agustus 2018

Buku Kejahatan Korporasi

Buku Ke-6 Karya M.Taufiq "Kejahatan Korporasi" bisa di order. Tebal 291 lembar di tulis dengan bahasa populer. Rekan-rekan hakim, jaksa, bankir, peminat buku sudah bisa memesan buku ini ke MT&P LAW FIRM divisi penerbitan. @ Rp. 60.000 + Ongkir. MT&P LAW FIRM Jl. Walter Monginsidi No. 52, Banjarsari, Surakarta. 57134. telf/fax 0271 2931011

Jumat, 08 Juni 2018

Kegiatan Ramadhan 1439 H

Distribusi Hidangan Berbuka Gratis Setiap Senin








Buka Bersama Rekan-Rekan Pers



Perpisahan Bersama Mahasiswa Magang



Kamis, 19 April 2018

HUKUMAN MATI DAN DIPLOMASI INDONESIA DI LUAR NEGERI


Oleh : Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H*
Kembali dirundung kedukaan dengan kematian tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Bangkalan Madura, Muhammad Zaini Misri Arsyad alias Slamet (53 tahun) yang dihukum pancung di Arab saudi pada hari Minggu 18 Maret 2018 kian menambah daftar pajang TKI yang menjadi korban lemahnya diplomasi negara ini. Walaupun Slamet dihukum sesuai dengan aturan hukum Arab Saudi. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut tidak ada pemberitahuan dari Pemerintah Arab Saudi kepada Pemerintah Indonesia dan Keluarga Slamet dan dengan mengesampingkan fakta bahwa PK baru berjalan. Artinya lobby pemerintah Republik Indonesia hanya dilihat sebelah mata.
Hukum, meskipun memuat aturan yang tidak boleh, tetapi esensi dari aturan sesungguhnya memiliki tujuan, entah terlaksana atau tidak. Tujuan adanya hukum, yakni membuat hidup lebih mudah, aman, nyaman dan bahagia. Donal Black penulis buku The Behavior of Law mengatakan, jika norma melarang berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, tujuannya dimaksudkan untuk kepentingan orang lain pula. Hukum boleh memaksa agar seseorang melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Bahkan secara ekstrem hukum bisa merampas dan menghilangkan nyawa seseorang. Dan peristiwa itulah yang kerap menimpa WNI terutama yang berada di luar negeri, termasuk sekarang menimpa Slamet.
Kasus Slamet hanyalah gunung es, karena masih ada nyawa 167 WNI yang menjadi TKI yang  terancam. Dua diantaranya Tuty Tursilawati (39 Tahun) dan Eti binti Toyib (38 Tahun) yang keduanya asal Majalengka Jawa Barat yang hanya menunggu eksekusi mati setelah ditetapkan bersalah dalam kasus pembunuhan di Arab Saudi.
Bagi masyarakat kita, dalam keadaan normal, tiada perang atau bencana besar hukum selalu berkaitan dengan undang-undang yakni aturan dan peraturan. Donal Black mengemukakan definisi yang ringkas, bahwa hukum diartikan sebagai kontrol sosial pemerintah kepada warga negara. Kontrol sosial diartikan sebagai aturan dan proses sosial yang mencoba mendorong perilaku yang baik dan berguna dan mencegah perilaku yang buruk. Sistem peradilan pidana kita jelas mengarah kepada pemahaman yang dimaksud. Semua aturan dalam tingkatan apapun sesungguhnya memiliki maksud atau pedoman bagaimana cara berperilaku. Perubahan dalam masyarakat hukum yang beradab hanya dapat terjadi bila dilakukan teratur, rapi dan terpola. Dan tidak ada yang seperti lampu schock light.
Dalam paradigma lama ditekankan bahwa hukum adalah apa yang diatur dalam undang-undang dan peran hakim sebagai corong perkataan undang-undang semata (letterkenechten der wet) demi terciptanya kepastian hukum. Sedangkan dalam paradigma baru yang digunakan oleh aliran sociological jurisprudence dan legal realism ditekankan bahwa undang-undang harus disesuaikan dengan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat. Peran hakim pun tidak boleh menjadi terompet undang-undang saja, tetapi harus mampu merespons perkembangan dalam masyarakat.
Arab Saudi Berpaham Hukum Progresif
Indonesia sebagai bangsa yang besar dan memiliki problem yang begitu banyak, membuat kita terlena untuk melakukan tentang pembaruan hukum, dimulai dari hal paling kecil yakni memperbaiki prasyarat kerja agar WNI yang menjadi TKI atau TKW (mereka disebut pahlawan devisa) dibekali pengetahuan cukup tentang budaya dan perilaku negara yang dituju. Dalam banyak kasus, hukum di Negara Arab Saudi seperti hukum pancung sesungguhnya bisa dikategorikan sebagai hukum modern atau progresif. Hal itu karena hukum di sana melibatkan pihak ketiga yakni, keluarga korban, dan keluarga pelaku. Artinya, dalam kondisi tertentu tekanan pada perasaan atau kesadaran hukum rakyat yang berlawanan dengan aksara mati (hukum tertulis) pada undang-undang dan preseden yang tampak sesungguhnya bisa dimainkan, termasuk pada hukuman mati baik di Arab Saudi maupun di Malaysia. Yang sering kita sebut teori Sosiologi modern dan free law theory. Karena masih ada celah keterlibatan pihak ketiga, yakni keluarga, pelaku, dan korban bisa melakukan negosiasi, bukan monopoli negara.
Hukum tidaklah mempunyai daya laku atau penerapan yang universal. Tiap bangsa mengembangkan kebiasaan hukumnya sendiri sebagaimana yang mereka lakukan dalam bidang bahasa, tingkah laku dan konstitusi. Namun kedua-duanya tidak bisa diterapkan kepada bangsa-bangsa dan negeri lain. Di sinilah susungguhnya peran ahli hukum Indonesia diperlukan, bukan sekadar seminar atau demo seperti selama ini.
Hukum yang mulai tumbuh sebagai hubungan hukum yang sudah dipahami dalam masyarakat primitif ke arah hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern, menyebabkan kesadaran hukum rakyat tak dapat lagi menjelma secara langsung (lewat demo atau aksi mogok makan), tetapi diwakili oleh sarjana hukum, yang merumuskan prinsip-prinsip hukum secara teknis. Dengan demikian sarjana hukum tetap merupakan alat kesadaran rakyat yang bertugas untuk memberikan bentuk dari bahan-bahan mentah yang didapatnya. Pembentukan undang-undang adalah hal yang terakhir, oleh karena itu para sarjana hukum secara relatif merupakan sarana pembentuk hukum yang lebih penting atau berperan daripada pembuat undang-undang.
Kunci akhirnya memang problem hukum yang menimpa TKI/TKW sudah muncul dari Tanah Air. Ketiadaan aturan yang memproteksi mereka, ketiadaan back up data tentang hukum di negara tujuan, telah menyebabkan kita selalu kalah dan gagal membela Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Dan akan selalu berulang sebab daftar panjang eksekusi mati telah menanti
Solo, 20 Maret 2018
*Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H
Kepala Program Studi Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Djuanda Bogor

Kamis, 08 Maret 2018

MUSCAB DPC IKADIN SURAKARTA 2018

Rangkaian Acara MUSCAB DPC IKADIN SURAKARTA 2018
Seminar dan Diskusi Revitalisasi Peran dan Fungsi Advokat di Era E-Commerce
Terimakasih Kepada 
Pembicara
1. Bapak Taufan Redina, S.T
(Kasi Infratruktur Dinas Kominfo Sp Kota Surakarta)
2. Dr. Muhammad Taufiq, S H., M.H
(Ketua DPC Ikadin Surakarta)
3. Arie Kristanto, S.H
(Wakil Bendahara 1 HIPMI Solo)
Arie Kristanto, S.H
(Wakil Bendahara 1 HIPMI Solo)

Bapak Taufan Redina, S.T
(Kasi Infratruktur Dinas Kominfo Sp Kota Surakarta)
Berbaju Putih


Selamat dan Sukses
PENGURUS DPC IKADIN SURAKARTA
Masa Jabatan 2018-2022

KETUA : Dr. Muhammad Taufiq, S.H,M.H
WAKIL KETUA : Dr. Mulyadi , S.H., M.H
WAKIL KETUA : Dr. YB. Irpan,S.H,M.H
SEKRETARIS : T. Priyanggo Trisaputro JS,S.H
WAKIL SEKRETARIS I : Pandji Ndaru Sonatra ,S.H
WAKIL SEKRETARIS II : Yossy Eka Rahmanto,S.H
BENDAHARA : Fatikhatus Sakinah ,S.H.I
WAKIL BENDAHARA I : Farida Kurniawati ,S.H.
WAKIL BENDAHARA II : Ari Santoso,S.H
BIDANG-BIDANG :
PENDIDIKAN DAN PEMBINAAN
KETUA : Anggo Art ,S.H
ANGGOTA : Lieonad Juniar Utomo, S.H,.M.H.
Tedjo Kristanto,S.H.
PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT
KETUA : Erfan Andrianto,S.H.
ANGGOTA : Yunita Kurnia Dewi,S.H.
: Sofyan Wimbo,S.H.,M.H
: Rachmad Darmawan,S.H.
PENGABDIAN MASYARAKAT
KETUA : Haryo Anindhito Setyo Mukti ,S.H.
ANGGOTA : Ikhsan Sudiyo Utomo,S.H.
: Tito Sepriadi,S.H.
: Erlinda Yulia Purnomo,S.H.
DEWAN KEHORMATAN
KETUA : Yuri Warmanto, SH.MH
ANGGOTA : Riduan Sihombing, SH
DEWAN PENASEHAT
KETUA I : Moch Sutopo, S.H., M.H.
KETUA II : Joko Suranto,S.H.

PENGURUS DPC IKADIN SURAKARTAMasa Jabatan 2018-2022



Panitia Muscab DPC IKADIN Surakarta 2018

Senin, 05 Februari 2018

Pj Gubernur dari Polri, Adakah Kaitan dengan Pemilu 2019?

Kamis, 1 Februari 2018 16:46 0 Komentar
Foto: Pakar Hukum Universitas Juanda Bogor, Dr Muhammad Taufik, SH
194 shares
KIBLAT.NET, Solo – Pakar Hukum Universitas Juanda Bogor, Dr Muhammad Taufik, SH menganalisis pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo prihal dua jenderal kepolisian yang akan mengisi kekosongan kursi gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara pada masa-masa Pilkada 2018. Ia menduga, ada sangkut pautnya dengan Pemilu 2019.
“Ini jelas ada sangkut pautnya dengan 2019,” katanya di Laweyan, Solo, Surakarta pada Rabu (31/01/18).
Pada dasarnya, Taufiq tak sepenuhnya berseberangan dengan kebijakan itu. Ia mengaku sepakat dengan alasan Mendagri yaitu untuk keamanan yang lebih maju.
Namun, ada persoalan lain yang menurutnya juga harus dipertimbangkan. Ia melihat, adanya kesalahan dengan ditunjuknya polisi sebagai PJ Gubernur. Terlebih, kebijakan itu justru akan banyak melibatkan kepolisian di luar fungsinya dan membahayakan negara.
“Ini niatnya sudah nggak bener, kalau memang alasannya keamanan saya sepakat, kalau dengan alasan keamanan mbok semua gubernur diganti polisi aja. Dan kalau memang begitu ya ganti saja semuanya dari anggota kepolisian, bahkan sampai presiden. Tapi kalau itu terjadi, kepanjangan NKRI itu nantinya jadi beda, jadinya Negara Kepolisian Republik Indonesia,” ujarnya.
“Jadi jangan konyol ini,” sambungnya.
Secara hukum, kebijakan itu dipandang telah menabrak Permendagri No 74 Tahun 2016. Di mana, dalam peraturan itu disebutkan bahwa tidak boleh ada rangkap jabatan. Selain itu, Taufiq juga memperingatkan bahwa ketika krisis kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum terjadi dan polisi ditempatkan pada institusi yang tidak kredibel maka dampaknya akan semakin fatal. Yaitu kepercayaan masyarakat terhadap polisi akan semakin meningkat.

https://m.kiblat.net/2018/02/01/pj-gubernur-dari-polri-adakah-kaitan-dengan-pemilu-2019/

Rabu, 03 Januari 2018

UU ITE Dijadikan Alat Membatasi Kemerdekaan Berbicara


SOLO, (Panjimas.com) – DPC Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia) Solo menggelar Diskusi Akhir Tahun yang membahas ‘Undang-undang Informatika dan Transaksi Elektronik Momok Pidana Baru’, Rabu (27/12/2017).
“Sebagai pegiat media sosial, saya juga kawatir dengan UU ITE ini. Ketika kita mengkritik sesuatu yang menyebarkan salah, anehnya yang ditindak adalah orang yang mengkritik itu, bukan yang menyebarkan,” ucap Inung Rahmat Sulistyo pegiat media sosial Solo mengawali diskusi tersebut.
Lebih lanjut, Perwakilan DishubKominfo SP Solo, Risang Kartika Budi menjelaskan bahwa UU ITE no 11 tahun 2008 masih perlu perbaikan.
“Sebenarnya yang ada di Undang-undang ini sudah dievaluasi sejak tahun 2011. Karena ini UU baru perlu adanya perbaikan penerapannya,” ucapnya.
Sementara itu, Muhammad Taufiq, Ketua Ikadin menyampaikan bahwa Informasi elektronik tidak bisa dijadikan delik pidana hukum, tetapi yang dijadikan adalah transaksi elektronik. Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan alat komputer atau media elektronik lainnya.
“Maraknya ini dimulai dari kritik pasien RS Omni Internasional, Prita. Dia mengkritik malah dipenjara, terus di media sosial ramai membela akhirnya dilepaskan. Saya melihat seolah Undang-undang ini jadi Undang-Undang supersif,” ungkapnya.
Taufiq menilai UU ITE no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang dimaksud telah disalahgunakan untuk membatasi kemerdekaan berbicara. Dia menegaskan sistem peradilan pidana tidak boleh dilanggar.
“Nah ini yang dipidana itu transaksi elektroniknya bukan kritikannya. Dan orang tidak bisa ditangkap ketika hanya membuat status, aneh ini” ujar Doktor Ilmu Hukum UNS itu.
“Lalu siapa yang ditangkap, orang yang mengambil karya orang lain ditransaksi elektronik. Terus orang yang membuka email orang lain tanpa ijin, ini pidana transaksi elektronik. Bukan hanya karena membuat status,” imbuhnya.
Taufiq menegaskan bahwa UU ITE tersebut sebagai delik aduan yang tidak bisa dipidanakan. Harus ada yang mengadu, Polisi baru melakukan penyelidikan, dan tidak bisa main asal tangkap.
“Saya sepakat, yang digaris bawahi UU ini biar tidak bisa menjadi liar. Jadi ini delik aduan, artinya tidak bisa diabaikan ini yang disebut do proses of low semua orang harus taat hukum,” tandasnya. [SY]