WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Kamis, 18 Juni 2020

RAGU ATAS PROSES HUKUM. NOVEL INGIN KEDUA TERDAKWA DIBEBASKAN.






Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meminta dua terdakwa penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dibebaskan. Novel tidak yakin dua terdakwa yang pernah bertugas di kepolisian itu pelaku sebenarnya.

"Saya sebagai orang hukum, saya orang yang memahami proses persidangan, maka saya katakan orang-orang seperti itu juga mesti dibebaskan. Jangan memaksakan sesuatu yang kemudian itu tidak benar," ucap Novel Selasa (16/6) malam.

Novel menyampaikan itu, merespons tidak ada bukti menguatkan yang mampu ditunjukkan penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait korelasi terdakwa dengan peristiwa penyiraman air keras. Ia berujar persidangan yang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara keterlaluan.

"Saya katakan bahwa saya sudah pernah bertanya pada penyidik, apa yang bisa menjelaskan bahwa kedua terdakwa itu pelakunya, mana buktinya, saya enggak dapat penjelasan. Ketika penuntutan, saya tanya jaksanya apa yang membuat yakin dia adalah pelakunya? Mereka enggak bisa jelaskan," ujarnya.

Penyidik senior lembaga antirasuah ini berujar, terdapat sejumlah kejanggalan dalam persidangan. Di antaranya adalah pengakuan dalil air aki terdakwa oleh penuntut umum, barang bukti dan saksi penting yang tidak dihadirkan, serta motif serangan sebatas dendam pribadi.

Selain itu, Novel mengatakan bukti pelengkap seperti salinan investigasi Komnas HAM yang menyatakan serangan terhadapnya berkaitan erat dengan kerja-kerja pemberantasan tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti oleh jaksa dalam persidangan.
"Dan ternyata apa yang saya sampaikan di persidangan itu, berpikir positif, terus berpikir positif walaupun sebetulnya ragu juga, ternyata di persidangan aneh. Saya baru tahu ternyata saksi-saksi kunci tidak masuk dalam berkas perkara dan bukti penting tidak dibicarakan di persidangan, bahkan ada bukti yang berubah," kata dia.
Lebih lanjut, ia pun mempertanyakan tuntutan ringan jaksa trhadap kedua terdakwa yang satu tahun pidana penjars. Ia menyatakan tuntutan tersebut melukai rasa keadilan baik bagi dirinya sebagai korban maupun masyarakat yang berharap penuh atas penegakan hukum.

"Dengan bukti-bukti tadi yang saya katakan, arah fakta-fakta yang itu tidak diungkap dengan benar, saya melihat jangan-jangan penuntut ini yakin dia bukan pelakunya," pungkasnya.
Dalam perkara ini, dua polisi penyiram air keras terhadap Novel, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dituntut satu tahun pidana penjara.


Selasa, 24 Maret 2020

Wabah Virus Corona : Sistem Peradilan dan Pemeriksaan Saksi Secara Jarak Jauh Perlu Dipertimbangkan

Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga hukum dan peradilan seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mempertimbangkan untuk melakukan sistem peradilan dan pemeriksaan menggunakan perangkat teknologi. Pemeriksaan menggunakan teknologi seperti video conference perlu dipertimbangkan saat situasi seperti sekarang akibat pandemi virus corona.
Ahli hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Muhammad Taufiq mengatakan bahwa kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) memang belum mengatur penggunaan video conference atau teleconference sebagai sarana peradilan dan pemeriksaan tersangka ataupun saksi. Akan tetapi, kata Taufiq UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, memungkina mekanisme itu dilakukan.
“MK [Mahkamah Konstitusi] sudah pernah dan sering teleconference, memang sesuai KUHAP Pasal 185 keterangan saksi yang kuat adalah apa yang disampaikan di dalam sidang, tapi dalam kondisi abnormal itu bisa dilakukan demi menegakkan keadilan dan menjalankan asas peradilan yang cepat dan murah,” ujarnya Senin (23/3/2020).
Seperti diketahui, lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pemeriksaan saksi dengan mekanisme pemeriksaan langsung. Hanya saja, mekanisme itu disebut KPK dilakukan dengan mitigas yang ketat untuk mencegah penyebaran virus corona.
Selain itu, Mahkamah Agung (MA) juga tetap menggelar sejumlah persidangan dengan berbagai pertimbangan. Taufiq berpandangan pelaksanaan persidangan memang tidak bisa ditunda karena untuk memberikan kepastian hukum bagi tersangka maupun terdakwa. Hanya saja, hal itu perlu dipertimbangkan dengan memakai teknologi yang ada. “Kalau ditunda karena alasan pandemi, justru melanggar HAM [hak asasi manusia] dan kepastian hukum. Kasihan orang yang berposisi sebagai tersangka atau terdakwa, dia dilanggar dua haknya sekaligus HAM dan kepastian hukum.”
Sumber: https://kabar24.bisnis.com/read/20200324/16/1217324/wabah-virus-corona-sistem-peradilan-dan-pemeriksaan-saksi-secara-jarak-jauh-perlu-dipertimbangkan-