WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Senin, 15 September 2014

Memberantas Korupsi dan Menyelamatkan Aset Negara

Oleh : Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H
               Selama ini kita banyak mendengar kehebatan penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan atas pelaku tindak pidana korupsi. Namun sedikit dari kita mendengar atau membaca berita hasil tangkapan berupa hasil tindak pidana korupsi itu sudah dimanfaatkan apa belum ? atau justru malahan rusak karena negara sudah tidak mengurus. Sebagai contoh total lost Hambalang berdasar audit BPK sebesar Rp.463,66 miliar. Menurut hemat penulis justru lebih besar daripada  itu karena proyek asrama atlit itu kini macet. Jadi sesungguhnya negara rugi Rp.1,2  triliun,- akibat macetnya proyek dimaksud.
Dalam memberantas korupsi semestinya sudah dipikirkan selain menangkap koruptor juga menyelamatkan atau memanfaatkan aset hasil tindak pidana korupsi atau menggunakan istilah follow the asset tidak sekedar follow the  suspect.  Sesungguhnya tahun 2009, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset oleh Pemerintah diusulkan kepada Badan Legislasi DPR untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional  (Prolegnas). Menjelang injury time sebelum disepakati sejumlah 300-an  lebih daftar RUU yang diajukan, RUU tentang Perampasan Aset ternyata termasuk dalam daftar Prolegnas 2010-2014 dari sekitar 247 RUU. Celakanya, RUU tentang Perampasan Aset tersebut belum pernah dimasukkan dalam prioritas tahunan oleh Pemerintah dan DPR pada setiap pembahasan tahunan Prolegnas (tahun 2011 sampai 2014). Alhasil hingga hari ini belum sempat dibahas.
            Jika dicermati sesungguhnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur cara  perampasan aset hasil tindak pidana korupsi, namun dasar untuk merampasan tersebut tidak menggunakan instrument  NCB Asset Forfeiture, melainkan menggunakan model instrument hukum pidana (tindak pidana korupsi) melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde). Hal ini patut dimaklumi karena selama ini sistem hukum di Indonesia lebih cenderung menggunakan sistem continental sedangkan NCB Asset Forfeiture pada dasarnya dikenal dalam sistem hukum commont law( Suhariyono,29 Agustus 2014)
            Pada Pola NCB Asset Forfeiture, hal yang dipersoalkan adalah terkait dengan lembaga yang mengelola aset hasil rampasan. Supervisi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dalam setiap penyusunan RUU. Menyatakan  perlu dihindari adanya pembentukan lembaga baru. Sedapat mungkin, lembaga yang sudah ada diberdayakan atau diberikan fungsi dan tugas yang lebih luas guna menjalankan suatu undang-undang seperti keberadaan PPATK yang terkesan seperti penyaji data saja. Dari supervisi tersebut, beberapa alternative yang ditawarkan oleh tim penyusun RUU yakni Lembaga Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) di bawah Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jendral Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, atau di Kejaksaan Agung (di bawah Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara). Ada beberapa anggota tim mengusulkan dibentuknya lembaga baru, namun hal ini terganjal oleh pandangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Sisi lain menurut hemat penulis tidak efektif dan pemborosan,seperti halnya keberadaan Kompolnas dan Komisi Kejaksaan.
            Terdapatnya instrument perampasan aset, terutama yang bisa menimbulkan efek antara lain . pertama mencegah pelaku melanjutkan tidak pidananya ,sebab pelaku akan berfikir untuk melakukan tindak pidana,sebab motif ekonomi tidak akan tercapai , tidak akan menguntungkan karena keuntungan yang didapat akan dirampas untuk negara. Kedua, tindakan melakukan  perampasan aset akan menambah dukungan masyarakat dan menjadi moral force, bahwa pemerintah ternyata  bersungguh-sungguh memerangi korupsi dan tindak pidana lainnya yang merugikan keuangan negara.
 Kenapa hal ini harus dilakukan ? Sebab bentuk pemidaan yang paling kuno seperti pidana perampasan kemerdekaan (kurungan badan) terbukti tidak cukup ampuh untuk mencegah dilakukannya tindak pidana korupsi atau sejenisnya  karena pelaku masih bisa menikmati hasil/keuntungan tindak pidananya se keluar dari penjara beberapa diantara mereka malah syukuran . Ketiga,. perampasan aset merupakan ekpresi dalam upaya  mendukung dilakukannya perang terhadap tindak pidana tertentu (korupsi, perdagangan gelap narkotika, illegal loging,illegal fishing, dan human trafficking /perdagangan manusia, juga tindak pidana money lounderings atau pencucian uang hasil tindak pidana  yang termasuk ketegori extra ordinary crime.) serta antisipasi dan tindak pidana terorganisasi lainnya.
            Sebagaimana diketahui selama ini pemberian hukuman badan faktanya tidak cukup untuk mengerem laju pertumbuhan tindak pidana korupsi. Karenanya perlu dilakukan upaya yang  jauh lebih keras untuk itu, yakni pemberian rasa malu ,berupa efek jera . Yakni   dengan atau disertai perampasan aset melalui penyitaan hasil tindak pidana tertentu sebagaimana telah diuraikan di atas. Tujuan dilakukannya perampasan aset ini tentu saja  akan memberikan dampak dan pengaruh yang signifikan terhadap calon pelaku tindak pidana pada jenis kejahatan tertentu lainnya. Dengan dipermalukan dan dibuat miskin lebih dahulu  Mereka{ para pelaku kejahatan tertentu } akan takut jika pada akhirnya semua keuntungan hasil kejahatan pidana berujung penyitaan oleh negara, tanpa harus melalui mekanisme birokrasi hukum berupa persidangan dalam  peradilan pidana. Yang perlu ditegaskan pada tulisan ini gagasan penyitaan yang berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang kita kenal selama ini .Tidak dimaksudkan sebagai hukuman tambahan sebagaimana ditentukan selama ini dalam KUHP khususnya pasal 10  atau Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No.20/2001
            Gagasan dapat dilakukannya perampasan aset tanpa menunggu putusan yang berkekuatan hukum tetap pada pelaku tindak pidana tertentu  dalam RUU ini bukan hal baru dan aneh di dunia internasional. Sebab sejatinya RUU Perampasan aset ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kampaye dunia melawan korupsi dan tindak pidana terorganisasi. PBB melalui UNCAC (The United Nations Convention Againts Corruption)  dan UNTOC (The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime), telah mengusahakan terjalinnya kerjasama antar negara melawan korupsi dan tindak pidana luar biasa lainnya. Hal ini dilaksanakan dalam bentuk  antara lain, meningkatkan kemampuan negara-negara berkembang merampas kembali aset yang telah diambil secara melawan hukum oleh para pelaku tindak pidana yang disembunyikan di luar negeri( termasuk negara tetangga seperti Singapura). Khusus Singapura memiliki catatan tersendiri karena kita tidak memiliki perjanjian ektradisi. Dalam kaitan dengan pemberantasan tidak kejahatan tertentu dan upaya merampas aset . Sudah semestinya terdapat payung hukum ,dalam bentuk setidak-tidaknya upaya perampasan aset hasil tindak pidana tertentu tersebut mempunyai peraturan atau undang-undang sendiri yang mengatur cara perampasan aset dan mekanisme atau hukum formalnya seperti KUHP dan KUHAP.
            Jika kita teliti upaya perampasan aset sesungguhnya telah dikenal dan diatur pula  dalam hukum pidana Indonesia atau KUHP  yakni dalam Pasal 10 b KUHP ,berupa pidana tambahan yang memuat : 1.pencabutan hak-hak tertentu.2.perampasan barang-barang tertentu dan 3.pengumuman putusan hukum.( Muhammad Taufiq ,2012).
Pada bagian lain KUHP kita sudah tegas meyebutkan dan diatur dalam sejumlah pasal,antara lain diatur pada pasal 39 – 42 KUHP. Sayangnya selain pasal tersebut jarang digunakan hakim, dalam praktek putusan atas hukuman tambahan tersebut dijatuhkan bersama-sama pidana pokok sehingga terkesan panjang. Harapan penulis semoga proses legislasi pada periode DPR-RI 2014- 2019 RUU tersebut termasuk yang diagendakan dan diprioritaskan dalam pembahasan untuk selanjutnya disahkan menjadi UU.

Surakarta,11 September 2014
Dimuat di harian Solopos edisi Sabtu 13 September 2014

Rumah Panggung Minahasa Di Tengah Kota

Sumber : http://www.soloblitz.co.id/2014/07/22/rumah-panggung-minahasa-di-tengah-kota
Selasa, 22/07/2014 15:26 WIB
Editor : admin
Kediaman Dr. Muhammad Taufik, SH, MH
Kediaman Dr. Muhammad Taufik, SH, MH
Siapa bilang orang Jawa rumahnya harus Joglo? Rumah milik Dr. Muhammad Taufik, SH, MH , putra asli Solo ini justru merupakan rumah panggung khas Minahasa. Tak tanggung-tanggung, dia mendatangkan langsung dari asalnya.
Unik dan menakjubkan, itulah yang terlintas di benak Joglosemar saat kali pertama menyaksikan rumah panggung yang berukuran 32 meter persegi ini berada di tengah perumahan elit, Gentan Baru No. 35 ini, rumah yang didominasi bahan kayu dengan garapan halus dan mengkilap tersebut membuat suasana begitu berbeda. Bak sedang melancong ke Minahasa.
“Awalnya saya ingin membuat semacam gazebo di rumah. Namun, ketika survey para penjual tidak mau mengatakan keawetannya akan terjamin. Karena hobi landscape akhirnya saya cari-cari dan ketemu rumah Panggung Minahasa ini yang sesuai dengan selera saya,” kata Dr. Muhammad Taufik, SH, MH.
Rumah yang terbilang masih baru ini merupakan hasil survey yang ia jalani  selama 5 hari di daerah Tombasian, Tomohon, Minahasa, Sulawesi Utara. Kebetulan Muhammad Taufik yang notabene pengacara kondang ini tengah touring, dan ia meluangkan waktu berburu rumah panggung yang diidam-idamkannya. Taufik juga menyukai nuansa alam dan suasana pedesaan, maka dari itu, selain memelihara ayam Makasar, dia juga menanam pohon pisang di halaman belakang rumah panggung itu, sementara  di sampingnya dibuat kolam dengan suara gemericik air yang mendamaikan.
“Saya suka landscape, saya cari yang sesuai dengan keinginan saya, karena gazebo kurang tahan lama, saya coba cari rumah panggung. Rumah Panggung di Palembang luarnya bagus tapi dalamnya bagi saya masih kurang,” ujarnya.
Lanjut dia, rumah panggung Palembang bahannya menggunakan kayu seru. Menurutnya, kayu seru tidak bagus karena menyebabkan gatal sehingga bukan menjadi pilihannya. Baru pada tahun 2013 lalu saat berlibur ke Minahasa, Taufik menemukan rumah panggung yang cocok, dan dibawa pulang.  Bukan tanpa kendala sama sekali untuk mewujudkan rumah Panggung itu, sebab dia harus harus susah payah mengirim gambar desain, plus terkendala komunikasi yang merepotkan karena sang tukang tidak bisa via online. Beruntung impiannya pun terwujud.
“Setelah jadi saya bawa pulang dengan container dan dikawal polisi. Semua legalitas saya pastikan lengkap sebelumnya. Saya juga mendatangkan tukangnya langsung untuk mengerjakan di sini,” ujarnya.
Sayang, rumah ini berada di tengah-tengah perumahan yang rata-rata tinggi menjulang sehingga menghalangi view ketika hendak menikmati sunrise. Namun, saat sore bersantai di tempat ini sungguh nyaman.
Secara detail, rumah tradisional ini memiliki tangga depan yang serasi dengan rumah panggung karena memadukan konsep batu alam dan pegangan besi bertekstur kayu. Taufik mengaku tangga depan merupakan hasil modifikasinya sendiri, sebab awalnya untuk masuk hanya dapat melalui tangga belakang. Tangga bagian depan ini menghindari bahan kayu, depan ditakutkan akan cepat rusak jika terkena hujan.
“Sebagai orang Jawa tidak pas kalau ada tamu lewat belakang. Jadi  saya tambahkan tangga depan dengan batu alam dan besi bertekstur kayu. Semuanya ini hasil desain saya sendiri,” ungkapnya.
Pada bagian rumah ini terdapat teras yang dilengkapi lampu petromaks unik, dipasang pagar ukir yang begitu halus,  merata baik di luar maupun dalam bagian rumahnya. Sebuah ruang keluarga terkemas sempurna dengan interior rak buku, televisi dan ruang bersantai.
Sepertinya rumah ini sengaja dirancang untuk privasi karena hanya memiliki satu kamar. Sangat cocok bagi yang ingin foto prewedding atau penginapan bagi para turis yang berkunjung di Solo dengan ilustrasi yang berbeda. Ahmad Yasin Abdullah.