Dimuat di
Harian Joglosemar, edisi Jumat, 27 September 2013
Oleh : DR.
Muhammad Taufiq, S.H., M.H.
Beberapa
tahun terakhir ini banyak terjadi penembakan terhadap polisi. Dimulai dari yang
paling baru yakni 10/9/2013 Aipda (anumerta) Sukardi kejadian di jln .HR.Rasuna
Said,Kuningan ,Jakarta (depan Gedung KPK),tewas luka tembak di bagian perut
dada,lengan kiri dan bahu. Sebelumnya Bripka Maulana dan Aipda Kus
Hendraman,tewas tertembak di kepala,kejadian di daerah Pondok Aren,Tangerang. Di
tahun 2013 ada 5 kasus polisi ditembak mati. Sementara di kurun waktu tahun
2012 dimulai persis tanggal 1 Januari 2012 Briptu Prayoga Ardi,anggota Polsek
Sananwetan Blitar,tewas ditusuk di bagian leher. Disusul Briptu Sukarno(33)
anggota Brimob Polda Papu tewas tertembak pada
Sabtu,28 Januari. Selanjutnya merata di seluruh tanah air ada 28 kasus polisi tewas ditembak. Dengan melihat
kejadian demi kejadian memang tidak mudah mendeteksi siapa pembunuh polisi?
Demi melihat cakupan dan wewenang kerja polisi Republik Indonesia yang begitu
luas.
Undang
Undang yang lama (UU No.13 Tahun 1961) memang menempatkan bukan hanya Irjen
.Pol.Joko Susilo sebagai orang hebat (polisi yang kaya raya) ,namun juga
penyidik yang berpangkat Komisaris Polisi seperti Novel Baswedan. Dua polisi
yang sama-sama lakon menghiasi media kita kala penyidikan pertama kali. Lebih-lebih
jika dihubungkan dengan undang udang Kepolisian Republik Indonesia yang baru (
UU No.2 tahun 2002 ) orang akan mempercayainya). Mengapa ? Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah alat Negara penegak hukum yang terutama bertugas
memelihara kemanan dalam negeri. Secara rinci dapat dibaca pada pengertian umum
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yakni alat negara yang berperan
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,menegakkan hukum, memberikan
perlindungan ,pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. Begitu luas dan mungkin tak terbatas
cakupan wewenang polisi.
Korp
polisi menempati suatu kedudukan sangat istimewa, bukan karena dibikin
istimewa, melainkan karena peranan yang dijalankannya dalam penegakkan hukum
tersebut. Kitab undang undangut sebagai
hukum yang “pulas tertidur”, maka polisi itu hukum yang hidup. Di tangan
masyarakat biasa KUHP sesungguhnya
hanyalah kumpulan pasal,atau bisa disebut hukum yang mati. Seorang polisi
seperti Aipda Sukardi kita tidak tahu mengapa ditembak? Apa ia melakukan begitu
banyak pekerjaan? Termasuk nyambi
sebagai pengawal truk barang. Seperti yang kita ketahui bersama polisi sebuah
profesi yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita,bahkan nafas kita seakan juga
menjadi urusan polisi. Di tengah tudingan polisi institusi terkorup versi KPK.
Kewaspadaan eksternal perlu,namun fungsi dasar polisi sebagai pelindung dan
pengayom masyarakat harus diutamakan. Untuk apa punya polisi jika tidak mampu
jadi pelindung masyarakat?
Tidak
perlu berlindung di balik ancaman teroris memang polisi harus berbenah dari
internal lebih dahulu untuk menaikkan peringkat sebagai lembaga yang bukan
terkorup. Saat ini kita butuh polisi menjelma menjadi sosok yang mampu menegakkan
bukan hanya hukum atau pasal –pasal yang mati tadi,akan tetapi juga keadilan.
Kita pernah ingat Kompol.Novel Baswedan ,penyidik KPK yang begitu jujur dan
berani. Buktinya lewat hasil kreatifitasnya, seorang Jendral aktif Irjen.Pol
Joko Susilo biisa dipenjarakan KPK selama sepuluh tahun. Pertanyaannya,apakah
polisi-polisi yang ditembak itu seperti Kompol Baswedan,jenis polisi yang lurus
atau polisi jenis lain? Yang memanfaatkan wewenang yang begitu luas dalam
bentuk yang lain? Sebab polisilah yang akan menentukan siapa
orang yang harus dilindungi dan siapa yang ditindak atau ditangkap, bagaimana
perlindungan itu akan diberikan, seberapa besar dan sebagainya itu semua
wewenang polisi. Jadi dalam satu perkara
yang sama bisa saja mendapat perlakuan berbeda.
Berkenaan
dengan karakteristik pekerjaan penegakan
hukum yang demikian itu, maka pekerjaan polisi bisa dilihat sebagai suatu
pekerjaan berkualitas ganda, malah majemuk. Batasan dalam aturan birokratis
kadang tidak berlaku disini dan oleh karena itulah disebut berkualitas majemuk dan multi tafsir.
Dalam keseharian polisi memiliki fungsi sebagai
juru tafsir dan transformator
hukum, seperti dalam contoh menghidupkan hukum tersebut di atas . Hukum
tertulis yang semula bersifat umum dan abstrak itu, di tangan polisi memperoleh bentuknya yang nyata, artinya apa
yang dikehendaki oleh hukum menjadi kenyataan. Meski seringkali berbeda antara apa yang dibuat legislator dan
yang dikerjakan oleh polisi. Transformasi tersebut dilakukan oleh polisi dengan
cara menghubungkan rumusan hukum yang umum dan abstrak itu dengan kenyataan.
Ini sebuah proses yang tidak sederhana,
dalam arti peran dan kreativitas pribadi begitu menonjol. Di sini proses
interaksi atau pertukaran antara hukum dengan kenyataan berlangsung dengan kuat
sekali sehingga seringkali muncul improvisasi atau “ kreatifitas “ polisi yang
berlebihan dalam menangani suatu perkara.
Jerome
H. Skolnick (178:1988), memakai istilah “justice without trial” untuk menjelaskan pekerjaan polisi yang
bersifat ganda tersebut. Dengan ungkapan doing
justice tersebut ia hendak menyatakan bahwa dalam proses pertukaran yang
intensif dengan kenyataan sehari-hari ,
polisi tidak hanya menjalankan pekerjaan
kepolisian saja melainkan pada
hakekatnya merupakan pekerjaan mengadili dan menjatuhkan keputusan. Dalam kasus
yang dihadapi oleh polisi ketika aturan hukum dalam KUHAP tidak ditemukan atau
memang tidak diatur , kita menjumpai peristiwa yang demikian itu. Bahkan tidak
hanya mengadili, melainkan juga membuat peraturannya sekaligus. Sebagai contoh kasus Novie sang peragawati yang wajah
cantiknya berpose tak senonoh beredar di mana-mana . Ia yang terbukti menabrak
sekumpulan masyarakat yang di dalamnya ada dua anggota polisi, malah direhabilitasi
bukan dipenjara,pada kasus lain seperti anggota DPRD itu tidak berlaku. Aturan
lain adalah perintah wajib lapor. Meski ditentang karena lemahnya aturan hukum
yang menjadi landasannya. Banyak orang tidak berani menyarankan untuk tidak
datang dalam wajib lapor. Sebab meski KUHAP tidak mengatur, jika seorang tersangka tidak datang dan tidak
melakukan wajib lapor seringkali ia ditahan .
Penerapan pemikiran sistemik dalam
penyelenggaraan hukum pidana menempatkan polisi pada kedudukan pos terdepan
yang berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam proses penyelenggaraan hukum pidana
atau proses peradilan pidana tersebut. Apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh polisi akan
mempengaruhi keseluruhan kerja sistem. Artinya ketika seseorang berurusan dengan
hukum pidana nasibnya ditentukan oleh pekerjaan polisi. Kerja polisi yang keras
akan menghasilkan perkara ke pengadilan
begitu pula sebaliknya jika polisi tidak bekerja keras tidak akan ada perkara
ke pengadilan. Artinya perbaikan kinerja penegak seperti mafia hukum dan
terutama pemberantasan korupsi kita membutuhkan seorang polisi yang berjiwa
satria dan kebal sogokan serta berani mengatakan “Siap Ndan Saya Menolak 86”.
Bersyukurlah kita punya Novel yang berani mengangkat derajat ke lebih
tinggi,yakni polisi yang patuh pada kebenaran dan berani menolak sogok atau
damai yang lebih dikenal 86.
Karena
musuh polisi bukanlah teroris atau mahasiswa . Musuh teroris dan mahasiswa juga
bukan polisi. Jadi perdebatan dan perseteruan antara polisi dengan polisi,polisi
dengan tentar dan polisi dengan KPK haruslah diakhiri. Jika mereka tetap
bertikai maka sesungguhnya hanya akan menguntungkan para koruptor. Memang kita
tidak boleh paesimis bahwa seluruh sifat kebijaksanaan dan organisasi polisi sudah berubah sedemikian
mendasar sehingga tidak ada harapan pembaharuan
di internal kepolisian. Sampai taraf tertentu memang polisi dilanda
kepanikan pasca penetapan dibongkarnya borok Irjen.Pol. Joko Susilo,ditambah
lagi gambaran mengenai hanyutnya polisi dalam kekerasan di beberapa tempat dan
cenderung tidak mematuhi hukum sebagaimana dalam kasus Novel haruslah
dihentikan,agar polisi tidak semakin tersesat. Sekali lagi Polisi harus disadarkan bahwa musuh utama ,musuh
bersama adalah perilaku korup polisi itu sendiri. Tidak perlu mencari kambing
hitam di balik serangkaian penembakan terhadap polisi.