WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Minggu, 22 Mei 2011

Solo Kota Strategis Peredaran Narkoba

Harian Joglosemar, Minggu, 22/05/2011 09:00 WIB - Deniawan Tommy Chandra Wijaya


Selain sebagai wilayah potensial peredaran narkoba, Solo juga merupakan titik pertemuan strategis beberapa kabupaten di sekelilingnya. Polresta Surakarta sendiri tahun lalu menduduki peringkat kedua se Jawa Tengah dalam hal pengungkapan kasus narkoba.
Hal itu diungkapkan oleh Kasubbag Humas Polresta Surakarta AKP Edi Wibowo mewakili Kapolresta Surakarta AKBP Listiyo Sigit Prabowo, pekan kemarin. “Ada yang menyebut segitiga emas, terminal, atau apalah sebutannya. Tapi menurut saya, hampir semua kota besar berpotensi kuat menjadi pasar narkoba,” ujarnya.
Sebagai antisipasi, Edi menjelaskan jajarannya telah melakukan berbagai upaya seperti penyuluhan dampak hukum dan kesehatan akan bahaya narkoba dan memantau secara ketat dengan melakukan razia rutin di tempat hiburan malam, dan tempat yang dicurigai sebagai sarang kartel narkoba di Solo. Secara internal, pihaknya pun secara rutin melakukan tes urine bagi para anggota Polresta Surakarta untuk mendeteksi penyalahgunaan narkoba. Untuk penyitaan, penyimpanan, dan pemusnahan barang bukti (BB) pun akan diawasi secara ketat dan dilakukan dengan sistem yang profesional.
Pihaknya pun siap melakukan PTDH (Pemberhentian Secara Tidak Hormat) kepada siapa pun anggota Polri yang terbukti mengonsumsi, mengedarkan, atau membekingi praktek haram bisnis narkoba dan diperkuat dengan vonis pengadilan secara inkrah. “Kalau memang terbukti kuat menjadi pengguna, selain sanksi disiplin dan kode etik profesi, kami juga tidak akan menghalang-halangi proses penegakan hukum. Dan itu sudah pernah kami lakukan,” tegasnya.
Terpisah, M Taufik, Ketua Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Solo mengatakan, kuatnya rantai bisnis narkoba tak lepas dari adanya permainan oknum aparat di balik layar. Bahkan, para mafia narkoba pun tak akan segan mengeluarkan uang ekstra untuk membungkam siapa pun yang dianggap mengacaukan bisnisnya. “Makanya jangan disebut oknum karena masyarakat saja yang terbukti tidak pernah disebut oknum, masa petugas jadi penjahat kita sebut oknum?” protesnya.
“Kalau memang ada tes urine bagi anggota Polri, siapa pun yang positif terbukti hasilnya harus diumumkan lewat media massa, karena masyarakat sebagai pembayar pajak berhak tahu itu,” imbuhnya.
Di sisi lain, Taufik juga menyayangkan keluarnya Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2011 dan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung No 04 Tahun 2010 yang menempatkan korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika ke dalam lembaga medis dan rehabilitasi sosial. Dalam surat edaran itu diatur jika pemakai tertangkap tangan dan didapati sabu seberat 1 gram, ekstasi 2,4 gram, heroin 1,8 gram, kokain 1,8 gram, ganja 5 gram, daun koka 5 gram, meskalin 5 gram tidak akan dipenjara, melainkan hanya direhabilitasi saja karena dikategorikan sebagai penyalahgunaan. Kecuali ada pertimbangan dari saksi yang mengatakan orang yang tertangkap itu menjual, maka menjadi kelompok pengedar.
“Ini sebuah kemunduran besar. Karena jelas ada sebuah bahasa kompromi yang akhirnya membuat penegakan hukum bagi para pengguna narkoba menjadi abu-abu,” sesalnya. Lebih parah lagi, jika SE itu dijadikan sertifikasi halal hingga merangsang munculnya banyak pecandu pemula. “Saya menduga ada skenario busuk dan kongkalikong di balik semua itu,” pungkasnya.

Deniawan Tommy Chandra Wijaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar