WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Kamis, 06 Oktober 2011

NEGARA HUKUM DAN DENSUS 88


OLEH : MUHAMMAD TAUFIQ*

Harian Jawa Pos, Jumat 7 Oktober 2011


Segala bentuk kekerasan dengan dalih apapun tentunya tidak bisa diterima. Pemerintah juga tak boleh bersikap sewenang-wenang. Dalam konteks itu, sikap sewenang-wenang pemerintah tersebut muncul bila : pemerintah mengartikan diri mempunyai kewenangan besar untuk membuat hukum atau peraturan serta menggunakan kekuasaan besar guna memaksa semua pihak agar menaati hukum seta peraturan itu.

Perbedaan sistem demokratis dan otoriter terletak pada sejauh mana suara rakyat didengar. Dalam sistem yang demokratis, kewenangan dan kekuasaan dibangun dan dipelihara berdasarkan kesepakatan dari rakyat. Sementara dalam sistem yang otoriter kesepakatan rakyat bukan merupakan persyaratan.

Perlu dipahami bahwa sistem pemerintahan yang demokratis hanya mungkin dibangun jika kelompok minoritas dari warga negara mau menerima pemerintahan mayoritas, dan kelompok mayoritas benar-benar menghormati hak-hak minoritas. Itu merupakan salah satu dari kesepakatan etis yang mutlak hadir dalam demokrasi.

Prinsip-prinsip yang relevan dibicarakan dalam konteks pemerintahan demokrasi adalah pemisahan kekuasaan (separation of power ), supremasi hukum atau pemerintahan berdasarkan hukum ( law supremasi atau the rule of law ) serta kesederajatan ( equality) dan kebebasan (liberty).

Dalam kontek pemisahan kekuasaan diasumsikan bahwa pemerintah pada dasarnya berkenaan dengan urusan membuat hukum, melaksanakan hukum, dan memutuskan apakah hukum yang dibuat telah dilanggar ata tidak. Itulah yang kemudian menginspirasikan perlunya ,melakukan pemisahan menjadi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Pemisahan kekuasaan tersebut ditujukan untuk menghindari menumpuknya kekuasaan di satu tangan, entah itu dalam artian institusi ataupun pribadi. Dengan memisahkan tiga cabang kekuasaan itu diharapkan ada saling ketergantungan dan saling kontrol dalam keseimbangan kekuasaan di antara mereka ( checks and balances ).

Kekuasaan pemerintah harus disusun dan dibagi ke dalam struktur-struktur kelembagaan serta kewenangan yang dibatasi dan saling mengawasi serta bergantung satu sama lain. Itulah yang dimaksud dengan sistem termasuk sisitem pengadilan. Jadi penguasa bisa datang dan pergi namun sistem jalan terus. Memperkuat sistem merupakan upaya melestarikan pemerintahan yang bebas dari kemungkinan diselewengkan.

Menggantungkan nasib pemerintahan yang juga berarti nasib rakyat kepada kekuasaan orang perorangan, bukan kepada sistem yang solid akan sangat riskan karena tidak bakal mampu menjamin stabilitas dan kontinuitas kehidupan pemerintahan. Sejalan dengan pemisahan kekuasaan demokrasi itu, hukum dijadikan landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam pengertian ini, pemerintah tidak saja harus menjadikan dirinya sebagai hukum yang berbicara tapi juga menjamin serta memelihara independensi lembaga-lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya.

Karena tulisan ini berbicara masalah terorisme, lembaga pasukan elit Polri yakni Densus- 88, juga harus bersedia diaudit. Jadi misalnya tidak ada seorangpun bisa ditahan untuk diperiksa oleh polisi kecuali dicurigai telah melanggar hukum dan tidak seorangpun dapat dipenjarakan kecuali ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

kesewenang-wenangan Densus 88 sebagai aktor utama pemberantasan teroris harus diakhiri. Sebab faktanya meski memiliki senjata yang lebih canggih dari Angkatan Darat, toh polisi tak kunjung berhasil menumpas teroris. Buktinya, kemudian muncul kasus bom Kepunton Solo akhir September lalu.

Pemerintah termasuk Polisi tidak dapat mengambil hak milik orang seorang tanpa kewenangan hukum yang jelas dan pembayaran kompensasi yang wajar. Singkatnya setiap orang berhak memperoleh perlakuan yang adil berdasarkan hukum yang berlaku. Prinsip hak-hak dasar negara itu berlaku di Inggris sejak tahun 1215 sebagaimana termuat dalam Magna Charta. Karena itu negara demokrasi biasanya diidentikan dengan negara hukum.

Jika sebuah institusi milik negara memberantas terorisme dengan cara teror pula, inilah yang disebut terorisme oleh negara. Terorisme negara jauh lebih berbahaya dari sisi manapun karena telah menghancurkan sendi-sendi ketatanegaraan. Ia bisa menganeksasi,menduduki negara lain dengan dalih teroris tanpa ada pembuktian lebih dahulu bahkan tanpa ada proses peradilan.

Muhammad Taufiq ,advokat ,Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar