WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Jumat, 05 Juli 2019

Permenristekdikti No.5 Tahun 2019 Bertentangan Dengan UU Advokat

Oleh : Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.*)
Bahwa pada 22 Januari 2019 telah terbit Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No.5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (PPA). Pada Intinya, Permenristekdikti ini mengatur tentang prosedur proses menjadi advokat diharuskan menjalani PPA yang diselenggarakan oleh organisasi advokat yang bekerja sama dengan Perguruan Tinggi (Fakultas Hukum) berakreditasi B.
Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Permenristekdikti tersebut, mengatur lamanya masa studi PPA paling cepat selama 2 semester (1 tahun) dan paling lama selama 6 semester (3 tahun) dengan bobot paling kurang 24 satuan kredit semester (sks), serta diwajibkan untuk mencapai Indeks Prestasi Kumulutaif (IPK) minimal 3,00. Setelah lulus, mendapat gelar profesi Advokat yang diberikan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan berikut sertifikasi dari organisasi advokat.
Berdasarkan hal tersebut, kami selaku Organisasi DPC IKADIN Surakarta berpendapat bahwa prosedur ini dinilai melanggar proses pengangkatan advokat sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang sudah berjalan selama ini. UU Advokat mewajibkan Calon Advokat untuk menempuh Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diselenggarakan oleh organisasi advokat, melaksanakan magang selama 2 tahun, serta pengambilan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi setempat.
Bagi kami, Permenristekdikti 5/19 bertentangan dan melampaui kewenangan UU Advokat yang secara serta merta hendak mengubah tata cara rekrutmen Calon Advokat. Selain daripada itu Permenristekdikti tersebut juga bertentangan dengan Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 yang menyebutkan jika penyelenggara PKPA adalah Organisasi Advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang berakreditasi minimal B. Namun, di dalam Pasal 2 ayat (2) Permenristekdikti 5/2019 penyelenggara PPA (bukan PKPA) adalah perguruan tinggi yang bekerja sama dengan organisasi advokat. Jadi, Permenristekdikti 5/2019 kami nilai telah secara sewenang-wenang hendak ‘melucuti’ kewenangan Organisasi Advokat untuk melaksanakan PKPA.
Kami menilai, berlakunya Permenristekdikti ini akan berpotensi mempersulit akses keadilan bagi rakyat miskin yang membutuhkan bantuan hukum. Advokat yang didedikasikan jasanya untuk menangani perkara-perkara orang miskin (Probono) akan sulit untuk diakses dan dicari. Sebabnya, Permenristekdikti itu memperpanjang proses pengangkatan advokat dan berimbas kepada membengkaknya biaya untuk menjadi seorang advokat.
Berdasarkan pendapat yang telah kami uraikan tersebut, yang paling terpenting adalah Permenristekdikti sebagai Peraturan Pelaksana tidak boleh melebihi atau bertentangan dengan kewenangan UU Advokat sebagai aturan yang lebih tinggi (UU yang mendasarinya). Jadi Permenristekdikti tidak diperbolehkan bertentangan dengan prinsip umum Hierarki Penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun kami sepakat apabila Permenristekdikti ini, dimaksudkan untuk meningkatkan mutu Advokat, di mana PKPA yang ada selama ini tidak boleh “asal-asalan” dan memadatkan perkuliahan.

*) Ketua DPC Ikadin Surakarta yang juga merupakan Dosen Pasca Sarjana Universitas Djuanda Bogor.

Sumber: http://lawfirm-mtp.com/news-66-Permenristekdikti-No-5-Tahun…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar