WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Senin, 10 Januari 2011

Mengapa Narkoba Naik?

Dimuat di Harian Joglosemar, Senin 10 Januari 2011

Tak bisa dimungkiri kejahatan narkoba di tanah air sepanjang tahun 2010 naik fantastis bak deret ukur dengan pemidanaannya yang seperti deret hitung. Angka ini didapat sebagaimana mengutip pernyataan dari Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang menyebutkan telah menindak 156 kasus penyelundupan narkoba sepanjang tahun 2010.Jumlah tersebut meningkat hampir 100% jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 82 kasus.
Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementrian Keuangan, Frans Rupang menyatakan, jenis narkotika yang diselundupkan ke Indonesia terbanyak adalah sabu-sabu. Dari semua kasus penindakan, narkotika mengalami kenaikan 100 persen jika dibandingkan tahun 2009. Tahun2009 lalu 82 kasus, sekarang(tahun 2010) 156 kasus. Frans memaparkan, berdasarkan data Ditjen Bea Cukai per 30 Desember 2010,pihaknya telah berhasil mengumpulkan 405.140,08 gram dan 1.030 mililiter narkotika dari berbagai jenis dalam 155 kasus.
Dari jumlah itu total nilai penyelundupan narkotika sepanjang tahun 2010 diperkirakan mencapai angka Rp 600 miliar.Khusus untuk sabu-sabu yang berhasil ditindak sebanyak 251,6 kilogram yang nilainya bisa mencapai sekitar Rp 1,5-2 miliar per kilogrdam.
Meski besar nilai penyelundupan ini tidak bisa dimasukkan sebagai potensi kerugian karena tidak masuk sebagai penerimaan negara. Namun patut disimak dengan jumlah rupiah yang besar itu menunjukkan kepada kita bahwa transaksi narkoba di tanah air bukan turun, justru naik. Sisi lain ini menggambarkan betapa leluasanya pergerakan tata niaga narkoba dan betapa cepatnya jumlah korban. Dari data yang ada jenis narkotika yang paling banyak diselundupkan ke Indonesia adalah sabu yang totalnya seberat 251.693,59 gram dan sabu cair sebanyak 1.030 mililiter. Jika dicermati kenapa sabu? Tentunya selain ia begitu banyak diminati konsumen karena efek fly cepat dan terkesan lebih ” beradab”. Selain itu rendahnya hukuman dan lamanya proses eksekusi turut menjadi daya tarik maraknya penyelundupan narkoba. Sebagai perbandingan Negara Iran dalam seminggu saja tak kurang mengeksekusi lebih dari delapan orang untuk tingkatan penyelundupan obat bius. Sementara di Indonesia kelompok Bali Nine( WN Australia) tak kunjung dieksekusi meski sudah ditangkap sejak 17 April 2010. Malah mantan model Corby mendapat keringanan hukuman menjadi kurang dari 20 tahun meski di tingkat Mahkamah Agung ditambah lima tahun untuk bukti 4,5 kilogram mariyuana. Rangking berikutnya ditempati Amphetamine mencapai 292,5 gram, ekstasi seberat 17.982,37 gram, ephedrine seberat 2.011,6 gram, erimin five seberat 10.748 gram, ganja seberat 3.700 gram, hasish seberat 5.987 gram, heroin seberat 19.263,68 gram, ketamine seberat 96.895,6 gram, dan kokain seberat 203 gram. Dari kasus tersebut jika diamati asal kewarganegaraan, Warga Negara Indonesia ternyata tercatat paling terbanyak menyelundupkan narkotika dengan total tersangka sebanyak 60 orang. Pelaku penyelundupan narkotika terbanyak berikutnya ditempati warga negara Irak sebanyak 27 orang dan Malaysia sebanyak 23 orang. Sisanya adalah negara lain dengan penyelundupan dibawah 10 orang seperti Iran dan China.
Narkoba & Pencucian Uang
Terpisah, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Gories Mere, menyatakan bahwa lembaganya berhasil mengungkap, praktik pencucian uang dalam penyelundupan sabu ke Indonesia. Total aliran dana mencapai sekitar Rp 4 miliar yang mengalir dari pemesan ke bandar besar dan kurir. Modus ini baru kali pertama ditemukan di Indonesia. Gories Mere mengatakan, uang beredar ke bank dan ke tempat penukaran uang yang dilakukan jaringan narkoba India, Nepal, Malaysia dan Indonesia. Tiga orang tersangka, salah satunya berinisial N, ditangkap dan menjalani penyidikan di Direktorat Narkotika Alami BNN. Empat orang lainnya masih masuk daftar pencarian. Gories mengatakan, ini adalah modus baru penyelundupan Narkoba ke Indonesia. Modus kejahatan Narkoba semakin canggih agar semakin mudah lolos dari pemeriksaan petugas jaga di pos-pos transit transportasi dan perbatasan negara.
Deputi Pemberantasan BNN, Tommy Sagiman, mengatakan kasus ini terungkap berdasarkan penyelidikan peredaran narkoba dan penyidikan sejumlah tersangka yang pernah ditangkap. Di mana dimulai dari adanya peredaran kiloan sabu di pasaran. Ketika dilakukan penangkapan tidak kurang dari 4 kilogram sabu senilai Rp 8 miliar diamankan sebagai barang bukti. Tommy menyatakan sejumlah kurir bertugas menerima uang berjumlah miliaran rupiah dari kurir di Jakarta. semula uang itu adalah hasil transaksi separuh pembayaran Narkoba yang diantar ke Indonesia.
Pada kenyataanya dari hasil pemriksaan didapatkan bukti mencengangkan uang mereka berasal dari sisa penjualan narkoba yang disimpan di sebuah bank di Indonesia dan di beberapa negara.
Jika di Indonesia, maka uang ditransfer dari bank luar negeri ke bank di Indonesia. Uang akan dibiarkan dulu berbunga. Ketika kurir sampai di perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia uang kemudian diambil dari Bank dan ditukarkan bebas kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Biasanya banyak TKI yang ingin mengirimkan uang untuk keluarga di kampung. Merekalah incaran para tersangka di Malaysia. Maka tidak mengherankan ada pelaku yang sesungguhnya korban dari jaringan ini adalah para TKI yang bekerja di Malaysia atau Singapura. Dari hasil penukaran uang itu, para tersangka mendapat keuntungan yang berbeda. Dengan modus yang seperti ini ketika tertangkap para tersangka dengan sengaja mengambinghitamkan para TKI. Tentu saja mereka tahu sebab para TKI ini tentu berkeinginan memperoleh nilai tukar rupiah secara cepat. Dan dari proses inilah yang mereka tempuh tanpa sadar risiko apa itu money loundry. Sehingga dengan mudah para tersangka mengetahui nama-nama TKI yang membawa uang rupiah hasil penukaran dengan tersangka.
Kenapa TKI ini gampang dipengaruhi? Birokrasi bank yang tidak mereka pahami yang menyebabkan mereka menerima saja hasil penukaran ini. Fakta yang bisa diungkap bahwa para TKI yang menukarkan uang kepada mereka akan menjadi korban pencurian, bahkan perampokan saat tiba di Indonesia kalau mereka tidak ditangkap polisi. Artinya mereka masuk lubang buaya ke luar masuk mulut harimau. Oleh karena itu mereka merasa terbantu dengan model transaksi seperti ini. Jika polisi cermat pelaku perampokan sesungguhnya adalah anggota atau kaki tangan jaringan narkoba internasional. Oleh karena sifat hukum pidana ini adalah hukum materiil, maka siapa pun yang terlibat meski pada awalnya tidak tahu ia akan diringkus dan kemudian diposisikan sebagai kurir atau malah bandar. Sehingga seringkali terjadi peradilan yang aneh seorang TKI/TKW duduk sebagai pesakitan dan didakwa sebagai kurir narkoba. Meski sebenarnya mereka layak disebut korban ketimbang pelaku sebab dengan penghasilan mereka bertahun-tahun sebagai TKI/TKW mereka tanpa menukarkan uang pun tetap jutawan. (***)


Muhammad Taufiq, SH MH
Pegiat Antinarkoba,
Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar