Jumat, 30 September 2011
Deklarasi anti Kekerasan
Harian Joglosemar, Kamis, 29/09/2011 - Anisaul Karimah
Terjadinya beberapa aksi kekerasan di beberapa wilayah seperti di Ambon, Jakarta, ataupun terjadinya insiden peledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton beberapa waktu lalu, menggerakkan hati Ikatan Advokat Indoensia (Ikadin) Surakarta untuk mendeklarasikan antikekerasan. Deklarasi itu dilakukan usai menggelar halalbihalal di Plymra Resto bersama beberapa kawan profesi lainnya, seperti para pengusaha dan artis.
“Kita bersama beragam profesi lainnya, mendeklarasikan, pertama, menolak segala bentuk kekerasan, dengan latar belakang apapun. Kedua, menolak upaya memaksakan kehendak dengan dalih apapun, Ketiga, menolak sikap yang tidak taat pada hukum, Keempat, menyatakan bahwa hukum tetap menjadi panglima. Kelima, meminta aparat bertindak serius dan sungguh-sungguh agar tidak terjadi aksi yang meluas. Dan keenam, meminta aparat bekerja dengan institusi lain menjaga dan memelihara keamanan negara,” paparnya bersama anggota Ikadin lainnya.
Dalam deklarasi itu, Ikadin bersama beberapa artis dan pengusaha, melakukan penandatanganan komitmen antikekerasan. Beberapa artis yang sempat hadir yakni Ki Mantep dan Djudjuk Srimulat. “Sebagai advokat, tentu kita mendukung gerakan antikekerasan. Kekerasan adalah tindakan yang merugikan dan menyakiti orang lain, sehinga dianggap berdosa dan bukan langkah yang benar,” tegas Taufiq. Ia menambahkan, deklarasi itu juga memberikan semangat kepada aparat hukum untuk bertindak tegas dan memperjuangkan keadilan yang sebenarnya.
Harian Joglosemar, Kamis, 29/09/2011 - Anisaul Karimah
Terjadinya beberapa aksi kekerasan di beberapa wilayah seperti di Ambon, Jakarta, ataupun terjadinya insiden peledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton beberapa waktu lalu, menggerakkan hati Ikatan Advokat Indoensia (Ikadin) Surakarta untuk mendeklarasikan antikekerasan. Deklarasi itu dilakukan usai menggelar halalbihalal di Plymra Resto bersama beberapa kawan profesi lainnya, seperti para pengusaha dan artis.
“Kita bersama beragam profesi lainnya, mendeklarasikan, pertama, menolak segala bentuk kekerasan, dengan latar belakang apapun. Kedua, menolak upaya memaksakan kehendak dengan dalih apapun, Ketiga, menolak sikap yang tidak taat pada hukum, Keempat, menyatakan bahwa hukum tetap menjadi panglima. Kelima, meminta aparat bertindak serius dan sungguh-sungguh agar tidak terjadi aksi yang meluas. Dan keenam, meminta aparat bekerja dengan institusi lain menjaga dan memelihara keamanan negara,” paparnya bersama anggota Ikadin lainnya.
Dalam deklarasi itu, Ikadin bersama beberapa artis dan pengusaha, melakukan penandatanganan komitmen antikekerasan. Beberapa artis yang sempat hadir yakni Ki Mantep dan Djudjuk Srimulat. “Sebagai advokat, tentu kita mendukung gerakan antikekerasan. Kekerasan adalah tindakan yang merugikan dan menyakiti orang lain, sehinga dianggap berdosa dan bukan langkah yang benar,” tegas Taufiq. Ia menambahkan, deklarasi itu juga memberikan semangat kepada aparat hukum untuk bertindak tegas dan memperjuangkan keadilan yang sebenarnya.
Minggu, 18 September 2011
Korban Pembunuhan Massal di Rawagede Menang di Belanda
DEN HAAG—Pengadilan Den Haag, Rabu (14/9) kemarin, mengabulkan tuntutan dari keluarga korban kejahatan perang di Desa Rawagede, Jawa Barat, tahun 1947 untuk penggantian kerugian yang diderita.
Seperti dikutip dari laman Radio Netherland Siaran Indonesia, pengadilan menolak alasan pihak Kerajaan Belanda yang menyatakan bahwa kasus ini telah kedaluwarsa. Namun, catatan diberikan oleh pihak pengadilan yakni hak pengganti kerugian hanya diperuntukkan bagi keluarga korban langsung dari pembantaian itu.
Sebelumnya, keluarga korban pembantaian Rawagede mengajukan gugatan kepada pemerintah Belanda. Gugatan didaftarkan di Pengadilan Distrik The Hague pada Rabu 9 Desember 2009, tepat 62 tahun peringatan pembantaian Rawagede, yang kini bernama Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang. Letaknya di antara Karawang dan Bekasi.
Pembantaian Rawagede diyakini merupakan tindakan kriminal paling kejam, paling brutal, dan paling berdarah yang dilakukan Belanda dalam kurun waktu 1945 sampai 1949.
Guru Besar Ilmu Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menanggapi positif dikabulkannya tuntutan para keluarga korban tragedi Rawagede dari pihak pemerintah Belanda.
Menurutnya, terdapat dua hal yang menjadi catatan positif. Pertama, gugatan ganti rugi yang notabenenya ialah sisi perdata dapat dimenangkan tanpa melalui gugatan pidana terlebih dahulu. ”Karena kalau menunggu proses pidana lalu perdata akan memakan waktu cukup lama. Bisa saja, pelaku sudah tidak ada lagi (meninggal),” ujarnya, dikutip Vivanews.
Kedua, keputusan pengadilan yang tidak menerima argumen pemerintah Belanda yang menyatakan kasus ini telah kedaluwarsa merupakan suatu terobosan. Dengan adanya keputusan pengadilan ini membuka harapan bagi kasus-kasus lain untuk diungkap.
”Seperti korban kasus Westerling di Sulawesi Selatan dapat melakukan gugatan juga. Sebab, banyak kasus-kasus yang dilakukan Belanda saat berusaha merebut kekuasaan setelah Indonesia merdeka,” tuturnya.
Tri Hatmodjo
Selasa, 13 September 2011
BK DPRD Periksa Mobil untuk Angkut Ciu Disayangkan, Tersangka Dilepas
SUKOHARJO—Praktisi hukum M Taufik menyayangkan dilepaskannya tersangka Wiji yang dipergoki membawa 180 liter ciu dalam mobil dinas DPRD AD 82 B. Semestinya, tersangka bukan hanya dijerat tindak pidana ringan (Tipiring), namun UU Kesehatan No 36 tahun 2009 sehingga bisa dilakukan penahanan. Hal tersebut didasari pada ciu minuman yang berbahaya dan memabukkan.
“Pelaku seharusnya tidak hanya di jerat dengan Tipiring karena dianggap juga melanggar Perda,” ujar Taufik, Selasa (13/9).
Menurut dia, kadar alkohol yang terkandung dalam minuman ciu sudah jelas sangat memabukkan dan jika dikonsumsi dengan berlebihan bisa mengakibatkan kematian. “Sudah banyak korban yang meninggal hanya gara-gara meminum ciu. Tapi, ini kenapa ada pelaku yang terbukti membawa ciu dan ditangkap kemudian dibiarkan bebas begitu saja,” keluhnya.
Taufik menambahkan seharusnya pemberian tindakan yang lebih berat untuk menjadikan efek jera diberikan. Jika itu dilakukan bagi pelaku lainnya tentunya tidak akan berani.
Kapolres Sukoharjo AKBP Pri Hartono El melalui Kapolsek Mojolaban AKP Agus Subekti mengatakan apa yang dilakukan dengan melepaskan tersangka sudah didasari atas hukum. Katanya, kalau dilakukan penahanan justru pihaknya yang salah. “Kasusnya hanya Tipiring, sehingga pelepasan sudah benar sesuai dengan prosedur hukum yang ada,” katanya Agus saat ditemui di sela-sela menerima kunjungan Badan Kehormatan (BK) DPRD di Polsek Mojolaban, Selasa (13/9).
Bon Pinjam
Disinggung apakah adanya intervensi dari pihak tertentu mengingat, tersangka dan pemilik AD 82 B berasal dari partai pemenang Pemilu 2009, Agus menyatakan tidak ada sama sekali. “Tidak ada intervensi sama sekali dari pihak manapun dan kami bekerja profesional,” tegasnya.
Ketua BK DPRD Purwadi mengatakan kedatangannya untuk mencari sumber informasi dan mengumpulkan fakta di lapangan terkait keterlibatan mobil AD 82 B milik Anggota DPRD yang dipakai mengangkut ciu.
“Harapannya baik kepolisian dan BK saling bekerja sama serta berkomitmen bersama untuk menyelesaikan kasus ini sampai tuntas,” katanya.
Anggota BK Sumarsono mengusulkan agar DPRD untuk mengajukan permohonan bon pinjam barang bukti berupa mobil dinas. “Usulan peminjaman barang tersebut diperbolehkan pihak kepolisian dengan syarat harus membuat surat pernyataan yang intinya tidak akan menghilangkan barang bukti,” jelasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya mobil dinas milik Ketua Komisi II DPRD Sukoharjo, R Eka Junaedi dipinjam Wiji untuk mengangkut ciu. Kemudian, mobil tersebut berhasil ditangkap Polsek Mojolaban, Minggu (11/9).
Muhammad Ismail
Taufik : Mestinya Tersangka Ditahan
Harian Suara Merdeka, Rabu 14 Sept 2011
- Mobil Dinas AD-82-B Angkut Ciu
SUKOHARJO - Tidak ditahannya tersangka pembawa ciu 180 liter dengan mobil dinas AD 82 B disayangkan. Sebab, seharusnya tersangka bisa dijerat dengan UU Kesehatan No.36 tahun 2009.
Menurut praktisi hukum sekaligus pengacara M Taufik SH MH, seharusnya polisi tidak hanya menjerat pelaku dengan Tipiring karena melanggar Perda.
Sebab, apa yang dibawa oleh pelaku merupakan minuman yang mengandung zat yang tidak berizin, serta berbahaya untuk kesehatan.
"Seharusnya tersangka juga ditahan, karena ini barang atau cairan yang bisa membayakan kesehatan dan tidak punya izin. Terlebih jumlahnya juga banyak lo," ujar M Taufik menanggapi tidak ditahannya tersangka oleh polisi.
Menurut dia, barang yang dibawa di dalam enam jerigen tersebut merupakan ciu yang sudah sering mengakibatkan korban mati.
Apalagi barang itu bukan barang yang bebas diperdagangkan.
Karena itu, seharusnya ada pemberian tindakan yang lebih berat untuk menjadikan efek jera. "Jangan hanya dijerat dengan Perda atau tipiring, mestinya beri efek yang lebih tegas," ujar kandidat Doktor Ilmu Hukum ini.
Salah
Menanggapi hal tersebut, Kapolsek Mojolaban AKP Agus Subekti disela-sela kunjungan anggota Badan Kehormatan (BK) DPRD Sukoharjo mengatakan, prosedur itu sudah sesuai dengan peraturan, sehingga kalau dilakukan penahanan justru pihaknya yang salah.
"Pelanggarannya kan Perda, jadi kasusnya tindak pidana ringan (Tipiring), sehingga kalau tersangka ditahan justru kami yang salah," tegas AKP Agus.
Saat ditanya apakah hal itu dilakukan karena ada intervensi dari pihak tertentu mengingat, tersangka dan pemilik AD 82 B berasal dari partai pemenang Pemilu nasional, Agus menyatakan tidak. "Sejauh ini tidak ada intervensi dari pihak manapun," tandasnya.
Bagi pelanggar Perda no. 4 tahun 1994 tentang Pajak dan Izin Penjualan Minuman Keras, diancam kurungan enam bulan dan denda Rp 50 ribu.
Ketua BK Purwadi dalam kesempatan itu mengatakan, pihaknya akan segera melakukan tindakan terkait dengan hal tersebut. Untuk diketahui, Ketua Komisi II sendiri merupakan anggota BK DPRD Sukoharjo.
"Ini bukan berarti jeruk makan jeruk. Kami ke sini untuk memastikan bahwa itu memang AD-82-B," ujar Suryadi, salah satu anggota BK. Untuk diketahui, beberapa saat lalu mobin Ketua Komisi II DPRD Sukoharjo AD-82-B diamankan Polsek Mojolaban karena mengangkut ciu 180 liter.
Wj, sopir yang membawa mobil itu diamankan bersama barang bukti namun tidak ditahan.(H46-34)