WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Minggu, 18 September 2011

Korban Pembunuhan Massal di Rawagede Menang di Belanda

Harian Joglosemar Kamis, 15/09/2011 00:37 WIB - Tri Hatmodjo

DEN HAAG—Pengadilan Den Haag, Rabu (14/9) kemarin, mengabulkan tuntutan dari keluarga korban kejahatan perang di Desa Rawagede, Jawa Barat, tahun 1947 untuk penggantian kerugian yang diderita.
Seperti dikutip dari laman Radio Netherland Siaran Indonesia, pengadilan menolak alasan pihak Kerajaan Belanda yang menyatakan bahwa kasus ini telah kedaluwarsa. Namun, catatan diberikan oleh pihak pengadilan yakni hak pengganti kerugian hanya diperuntukkan bagi keluarga korban langsung dari pembantaian itu.
Sebelumnya, keluarga korban pembantaian Rawagede mengajukan gugatan kepada pemerintah Belanda. Gugatan didaftarkan di Pengadilan Distrik The Hague pada Rabu 9 Desember 2009, tepat 62 tahun peringatan pembantaian Rawagede, yang kini bernama Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang. Letaknya di antara Karawang dan Bekasi.
Pembantaian Rawagede diyakini merupakan tindakan kriminal paling kejam, paling brutal, dan paling berdarah yang dilakukan Belanda dalam kurun waktu 1945 sampai 1949.
Guru Besar Ilmu Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menanggapi positif dikabulkannya tuntutan para keluarga korban tragedi Rawagede dari pihak pemerintah Belanda.
Menurutnya, terdapat dua hal yang menjadi catatan positif. Pertama, gugatan ganti rugi yang notabenenya ialah sisi perdata dapat dimenangkan tanpa melalui gugatan pidana terlebih dahulu. ”Karena kalau menunggu proses pidana lalu perdata akan memakan waktu cukup lama. Bisa saja, pelaku sudah tidak ada lagi (meninggal),” ujarnya, dikutip Vivanews.
Kedua, keputusan pengadilan yang tidak menerima argumen pemerintah Belanda yang menyatakan kasus ini telah kedaluwarsa merupakan suatu terobosan. Dengan adanya keputusan pengadilan ini membuka harapan bagi kasus-kasus lain untuk diungkap.
”Seperti korban kasus Westerling di Sulawesi Selatan dapat melakukan gugatan juga. Sebab, banyak kasus-kasus yang dilakukan Belanda saat berusaha merebut kekuasaan setelah Indonesia merdeka,” tuturnya.

Tri Hatmodjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar