Tata pemerintahan yang ideal selain memerlukan seperangkat aturan
yang berkeadilan dan pemerintah yang amanah, juga meniscayakan
diperlukannya partisipasi masyarakat dalam mengontrol jalannya roda
pemerintahan. Sikap kritis masyarakat sangat diperlukan untuk mengimbangi kewenangan besar yang melekat pada penguasa berupa
kewenangan membuat aturan dan kewenangan memerintah atau membuat
kebijakan. Selain dilakukan masyarakat, fungsi kontrol idealnya juga
dilakukan oleh partai-partai di parlemen.
Namun di periode kedua Jokowi sebagai presiden, hampir semua
partai melebur dalam koalisi pemerintahan. Seolah tidak ada yang rela
kehilangan “kue kekuasaan”. Kondisi politik yang demikian membuat
rakyat harus berdiri sendiri, menjadi oposisi, berhadap-hadapan dengan
elit kekuasaan.
Menjadi oposisi berarti mengemban tugas sebagai penyeimbang
kekuasaan, mengoreksi setiap produk legislasi dan kebijakan pemerintah
yang tidak memihak kepada rakyat. Oposisi berarti pula meneruskan
perjuangan para pahlawan yang bercita-cita Negara Indonesia menjadi
Negara makmur, adil dan sejahtera. Inilah hakikat menjadi oposisi, yang
hari ini ditelantarkan oleh partai-partai pemburu kue kekuasaan.
Gerakan rakyat #KamiOposisi tidak dipungkiri merupakan sebuah
perlawanan atas merapatnya Prabowo Subianto yang sebelumnya menjadi
simbol perjuangan rakyat dan ulama’. Dukungan rakyat kepada Prabowo
semasa Pilpres 2019 tidak lepas dari rekomendasi yang dihasilkan oleh
Ijtima’ Ulama I-III. Namun, merapatnya Prabowo merupakan akhir dari
dukungan rakyat sebagaimana pula diserukan oleh ulama PA 212.
Kehadiran gerakan #KamiOposisi sangat diperlukan mengingat
pemerintahan Joko Widodo selama periode pertama bisa dibilang gagal di
semua bidang. Dalam bidang hukum, pemerintah memperlihatkan praktek
disparitas pidana yang bertolakbelakang dengan keadilan. Di bidang
ekonomi pemerintah gagal mewujudkan pemerataan ekonomi. Sedangkan
Hak Asasi Manusia (HAM) begitu dilecehkan dengan pembungkaman dan
tindakan represif aparat terhadap para demonstran, bahkan hingga jatuh
korban jiwa.
Fakta-fakta di atas merupakan rasionalitas munculnya gerakan
#KamiOposisi yang dengan tegas menolak mendukung pemerintahan
yang gagal dan abai terhadap perlindungan HAM. Sekalipun harus berdiri
sendiri, rakyat akan tetap menggaungkan gerakan #KamiOposisi. Karena
hidup merdeka mahal harganya, dan hanya akan diperjuangkan oleh
orang-orang yang berani melawan akumulasi kekuasaan pada kelompok
otoriter.
Solo, 23 Oktober 2019
Presidium #KamiOposisi Soloraya
Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.