Dimuat di Harian JOGLOSEMAR edisi Jumat 14 Februari 2014
Oleh Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.
Berkaca dari putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pelaksanaan Pemilu serentak yang dimohonkan pada tanggal 10 Januari 2013. Mahkamah Konstitusi akhirnya membuat keputusan penting terkait pelaksanaan pemilu. MK akhirnya mengabulkan permohonan uji materi Effendi Gazali tentang pemilu serentak. Baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Namun yang membuat terhenyak,menurut MK pemilu serentak baru berlaku pada Pemilu tahun 2019. Orang akhirnya pada menoleh kembali tentang mafia peradilan,terlebih pasca tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar yang secara signifikan berpengaruh pada kredibilitas MK.
Oleh Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.
Berkaca dari putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pelaksanaan Pemilu serentak yang dimohonkan pada tanggal 10 Januari 2013. Mahkamah Konstitusi akhirnya membuat keputusan penting terkait pelaksanaan pemilu. MK akhirnya mengabulkan permohonan uji materi Effendi Gazali tentang pemilu serentak. Baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Namun yang membuat terhenyak,menurut MK pemilu serentak baru berlaku pada Pemilu tahun 2019. Orang akhirnya pada menoleh kembali tentang mafia peradilan,terlebih pasca tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar yang secara signifikan berpengaruh pada kredibilitas MK.
Setuju
atau tidak praktek mafia peradilan adalah sebagai biang kegagalan memfungsikan
peradilan sebagai sarana mencari keadilan. Begitu luas dan mengguritanya
tindakan mafia ini terlihat dari begitu terkenalnya istilah mafia peradilan itu
sendiri.
Seiring maraknya predikat markus banyak
nama yang kemudian muncul seperti Arthalyta Suryani, Anggodo Widjojo, Sahril
Djohan,Ary Muladi dll. Mereka telah telah menjadi ikon tindakan menyimpang di
peradilan walaupun orang-orang mengartikan atau menanggapi perbuatan mereka
dengan cara dan istilah yang beragam, namun kesimpulannya sama mereka adalah
perusak keadilan. NGO pegiat anti korupsi mengartikan mafia peradilan sebagai
perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif yang dilakukan oleh
aktor tertentu yang mempengaruhi proses penegakan hukum dengan demikian mafia
ini berperan dalam pelanggaran hak asasi. Bagir Manan saat menjabat sebagai
Ketua Mahkamah Agung menyebutnya sebagai
tingkah laku yang tidak terpuji. Meskipun Bagir pernah kesandung dalam
kasus sogok Probosutedjo yang melibatkan mantan hakim Harini Indra Wiyoso.
Perbuatan tersebut oleh Bagir diistilahkan sebagai criminal behaviour.( Kompas :
20 Mei 2010)
Tanggapan
masyarakat terhadap tingkat korupsi peradilan juga dapat dilihat dari hasil
survey Transparency International terhadap 1000 responden
masyarakat Indonesia pada pertengahan tahun 2010. Bersama-sama dengan
legislatif dan polisi, peradilan adalah lembaga –yang dianggap paling korup
dengan nilai indeks 4,2. Survey ini menggunakan skala 1-5 dimana semakin besar
nilai indeksnya, maka makin korup lembaga tersebut.( ICW,2010). Demikian pula sebaliknya, lembaga yang memiliki indeks
terkecil semakin pula tingkat korupsinya dalam persepsi masyarakat. Data ini
masih ditambah dengan hasil survey yang mengatakan seratus persen inisiatif
suap di lembaga peradilan berasal dari pejabat atau pegawai pengadilan( Asfinawati: 2008).
Lembaga hukum yang masuk angin
Selain
tindakan langsung untuk mempengaruhi suatu kasus, judicial corruption yang telah merasuk ke sistem dan menjadi kultur
penyebab lahirnya sikap diskriminatif pada aparat peradilan. Terbiasa melayani
dengan meminta bayaran tambahan berupa saweran yang nota bene masuk pungli membuat mereka tidak serius melayani atau
melayani dengan setengah hati masyarakat yang tidak mampu ,karena tidak mau dan
tidak bisa memberikan uang saweran.. Ujung tombak pertama adalah adanya
laporan-laporan masyarakat kepada pihak kepolisian yang tidak segera
ditindaklanjuti atau dijalankan dengan masuk
angin. Di Tangerang seorang buruh yang dianiaya Kepala Personalia atau di
Sukoharjo seorang pekerja perempuan hamil di permalukan di tempat kerja
oleh Managernya warga negara Korea. Ketika membuat laporan polisi alih-alih
membantu, pihak kepolisian justru tidak berpihak kepada korban dan cenderung
meminta berdamai, di mana kasus-kasus itu akhirnya tidak berlanjut.
Keberadaan
Peradilan sebagai sebuah mekanisme, sejatinya adalah sarana menyalurkan
berbagai kepentingan secara adil dan sama rata atau sering disebut dengan azas equality before the law yang berarti juga demokratis. Tidak bisa
dibayangkan prospek perilaku hukum masyarakat ke depan bila masyarakat diajari
bahwa sistem yang seharusnya demokratis ternyata menjadi diskrimansi dan alat
penindas bagi yang miskin. Dalam kasus kesaksian Nazarunddin pada kasus
Hambalang yang terang benderang menyebut nama Ibas. Polisi dan KPK terkesan
masuk angin. Pada kondisi demikian masyarakat atau kelompok yang tidak memiliki
kepentingan langsung akan merasa apatis dan menimbulkan ketidakpercayaan
terhadap hukum itu sendiri terutama pengadilan. Sebagai salah satu representasi
negara, peradilan yang buruk dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap negara
itu sendiri. Rakyat dibuat tidak percaya dengan sistem, mekanisme yang dibuat
negara dan akhirnya ketidakpercayaan terhadap negara itu sendiri.
Dalam
tataran ini, mereka yang tidak memiliki kepentingan mungkin cukup bersikap
apatis, tetapi berlainan dengan mereka yang memiliki kebutuhan-kebutuhan akan
peradilan (upaya pemulihan). Karena itu tidak perlu heran, kegagalan peradilan
untuk bersikap adil akan memunculkan upaya-upaya alternatif yang bukan tidak
mungkin salah satunya adalah kekerasan. Di banyak tempat pengadilan sudah
kehilangan fungsi sebagai benteng keadilan,terbukti ada terdakwa dihakimi massa
sampai mati di depan sidang. Ada hakim di lempar sepatu dan yang paling anarkis
kantor pengadilan dibakar massa. Jika demikian maka ada pertanyaan penting,
untuk siapa sebenarnya upaya pemberatasan mafia hukum termasuk mafia peradilan?
Sebagai jalan ke luar bahwa segala hal yang berkaitan dengan pemberantasan
mafia hukum termasuk di dalamnya peradilan. Tujuan akhirnya tak lain dan tak
bukan adalah membuat murah ongkos atau beaya mencari keadilan. Artinya segala
transaksi internasional yang berhubungan dengan ekonomi kunci utamanya adalah
kepercayaan kepada hukum. Praktek Hukum yang baik akan membuat ongkos hidup
murah karena semua urusan teraudit penyelesaiannya. Sehingga semua termonitor
dengan transparan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar