POLITIK
HUKUM PROGRESIF MENUJU
KEADILAN
SUBSTANSIAL (RESTORATIVE JUSTICE)[1]
Oleh
: Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.[2]
Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah
merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis
semata, untuk kepentingan pemerintah
pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu
pulalah, telah terjadinya pembelengguan di segala
sektor, dimulai dari sektor hukum/undang-undang,
perekonomian/bisnis,
kebebasan
informasi/pers dan
lain-lain sebagainya.
Dan untuk mengembalikan citra
bangsa
Indonesia yaitu sebagai negara
hukum
terutama dalam di
bidang hukum dan politik,
untuk meyakinkan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD 1945 dijadikan landasan
idiil/konstitusional,
dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta
dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan
sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh. Dengan
Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD
1945 secara murni dan konsekuen yaitu Pancasila[3].
A. Fungsi Negara Hukum
Tujuan politik hukum di Indonesia dalam UUD 1945 yaitu
untuk membentuk suatu pembentukan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia serta ikut
melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.[4]
Disamping tujuan politik hukum tersebut secara garis besar fungsi hukum
terkait dengan
fungsi politik dapat dilihat sebagai sarana pengendalian sosial yaitu
fungsi hukum yang menjalankan tugas untuk mempertahankan ketertiban atau pola
kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Untuk
menggali lebih dalam tujuan dan fungsi politik hukum tersebut, maka pentingnya
pembahasan secara akademis POLITIK HUKUM PROGRESIF MENUJU KEADILAN SUBSTANSIAL
(RESTORATIVE JUSTICE). Namun,
sebelum membahas hal tersebut perlulah mengetahui pondasi pondasi mengenai
konsep Negara hukum rule of law yang telah
dikembangkan pada tradisi-tradisi cammon law,
atau juga termasuk
gagasan-gagasan yang setara seperti negara hukum.
Guna
membuka ruang wacana
negara hukum progresif tersebut,
karena politik hukum bukan hanya
karena istilah rule
of law yang berasal
dari continental yang menyiratkan
bahwa negara hukum sebagai
sesuatu yang non-esensialis atau
konsep 'kosong'. Akan
tetapi, memang sudah
ada sebuah pendasaran
umum yang kokoh
untuk mengawali penyelidikan terhadap negara
hukum. Kendati ada
ketidaksepakatan mengenai definisi-definisi negara hukum.[5]
B. TUJUAN POLITIK HUKUM PROGRESIF
Gustav
Radbruch[6],
seorang filosof hukum Jerman yang mengajarkan konsep tiga ide unsure dasar
hukum, yang oleh sebagian pakar diidentikan juga sebagai tujuan
hukum.Dengan kata lain, tujuan hukum
adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Bagi Radbruch, ketiga unsure
tersebut merupakan tujuan hukum secara bersama-sama yaitu keadilan, kemanfaatan
dan kepastian hukum. Namun demikian
timbul pertanyaan, apakah ini tidak menimbulkan masalah dalam kenyataan,
seringkali dalam kepastian hukum terjadi benturan dengan keadilan, atau benturan
antara kepastian hukum dengan kemanfaatan. Sebagai contoh dalam kasus-kasus
hukum tertentu, kalau hakim menginginkan
keputusannya “adil” (menurut persepsi keadilan yang dianut oleh hakim) bagi si
pelanggar atau tergugat atu terdakwa, namun sering merugikan kemanfaatan bagi
masyarakat luas, sebaliknya kalau orang terentu terpaksa “dikorbankan” oleh
karna itu Radbruch mengajarkan bahwa
yang harus digunakan asas prioritas, yakni prioritas pertama selalu “keadilan”,
barulah “kemanfaatan” dan terakhir adalah “kepastian”.
C. PERANAN POLITIK HUKUM PROGRESIF
DALAM PERKEMBANGAN INDONESIA
Dalam
berbagai forum, kuliah, seminar, diskusi dan media cetak, Satjipto berulang
kali mengingatkan bahwa filosofi hukum yang sebenarnya, adalah “ Hukum untuk
manusia, bukan manusisa untuk hukum”, hukum bertugas untuk melayani masyarakat
bukan sebalikny. Kualitas suatu hukum ditentukan dengan kemampuannya untuk
mengabdi kepada kesejahteraan manusia. Kalimat ini seolah menyiratkan utuk
kembali pada aliran utilitarianisme Jeremy Bentham[7],
yang menyatakan bahwaq tujuan hukum adalah untuk mencapai “the greatest
happiness for the greatest number of people”.
Konsistensi pemikiran yang holistik
terhadap hukum menuntun Satjipto Raharjo untuk berfikir melampaui pemikiran Positivistik
terhadap hukum sekaligus berusaha memasukkan ilmu hukum keranah ilmu-ilmu
sosial, salah satunya adalah sosiologi. Memasukan hukum kedalam ilmu-ilmu
sosial adalah langkah yang progresif karena dengan demikian memungkinkan hukum
dianalisis dan dipahami secara lebih luas dan akan meningkatkan kualitas keilmuan
dalam ilmu hukum.[8] Kemajuan ilmu-ilmu alam, ekonomi, sosial,
politik seharusnya mendorong para ahli hukum di Negara ini untuk melihat apa
yang bias dimanfaatkan dari temuan-temuan disiplin-disiplin ilmu tersebut bagi
praktik hukum di Indonesia.
D. BEBERAPA CONTOH KASUS
Suteki[9]
mencontohkan beberapa fenomena peradilan terhadap ”wong cilik” (the poor) kemudian oleh penulis ditambahkan kasus-kasus baru
seperti:
i.
Kasus
pencurian satu buah semangka (di Kediri), Cholil dan Basar Suyanto dipidana 1
hari percobaan 1 bulan.[10]
ii.
Kasus
pencurian Kapuk randu seharga Rp. 12.000 (4 anggota keluarga ditahan di LP
Rowobelang) dan para terdakwa dipidana 24 hari.[11]
iii.
Kasus
Pak Klijo Sumarto (76) tersangka pencurian setandan pisang kluthuk mentah
seharga Rp.2000 di Sleman: 7 Desember 2009 (mendekam di LP Cebongan Sleman).[12]
iv.
Kasus
Mbok Minah (dituduh mencuri 3 biji kakao seharga Rp. 2.100: 2 Agusus 2009,
dihukum pidana percobaan 1 bulan 15 hari).[13]
v.
Kasus
Lanjar Sriyanto (Karanganyar) yang didakwa menyebabkan kematian istrinya karena
keclakaan motor di Karanganya, tragis kasus ini karena istriya meninggal dunia
dan dia sendiri ditahan.[14]
vi.
Kasus
Aspuri tentan pencurian sehelai baju tetangganya seharga Rp.10.000, ditahan
pada November 2009[15]
vii.
Kasus
pencurian sepasang sandal sandal jepit milik anggoota Polisi yang dilakukan AAL
(15 tahun) yang tetap dinyatakan bersalah meskipun sandal yang dimaksut
terbukti bukan milik anggota polisi yang dimaksud.[16]
viii.
Kasus
Rasminah, seorang nenek yang didakwa mencuri enam biji piring milik majikannya.
Rasminah teteap diputus bersalah oleh Mahkamah Agung. Dalam kasus ini Harifin
Tumpa yang merupaka mantan Ketua Mahkamah Agung memberikan tanggapan bahwa
kasus ini seharusnya tidak sampai kepada pengadilan artinya cukup didamaikan
pihak kepolisian agar ada keseimbangan.[17]
ix.
Kasus
Rawi (66-tahun) yang didakwa mencuri 50 gram merica. Pengadilan Negri Sinjai
memvonis Rawi selama 2 bulan 2 hari.[18]
x.
Kasus
Suporter Singo Edan (Indra Azwan) yang menuntut keadilan, agar polisi yang
menabrak mati anaknya pada tahun 1993 lalu dihukum. Kasus ini tidak ada
kelanjutan yang jelas.[19]
xi.
Misbakhul
Muniir dan Budi Hermawan, keduanya dijadikan Terdakwa di Pengadilan Negri
Magelang karena memotong dua pohon bamboo yang menimpa rumah warga.[20]
xii.
Nani
Styowati, ibu rumah tanggga 45 tahun yang mengalami keclakaan lalu lintas saat
memboncengkan Anaknya yang bernama Kumariah Sekar Hamidah tewas terlindas truk
sedang Nani sendiri harus dirawat dirumah sakit
karena kakinya patah.[21]
xiii.
Kasus
Rasyid Rajasa (putra Menko Perekoonomian, Hata Rajasa). Rasyid mengantuk saat
mengemudi sehingga menabrak mobil didepannya. Kasus ini menyebabkan dua orang
tewas dan tiga orang luka-luka.[22]
E. IDENTIFIKASI KASUS MENGUNAKAN
MODEL HUKUM PROGRESIF
Dari
beberapa contoh kasus diatas maka dapat kita pahami bahwasanya ada bebearapa
kasus yang sebenarnya bisa kita selesaikan dengan mengoreksi kekeliruan dan
kekurangan paradigma positivistic.[23]
Untuk
keperluan identifikasi kasus berikut ini disajikan table identifikasi kasus
hukum progresif[24]
NO |
IDENTIFIKASI |
HUKUM
PROGRESIF |
1 |
Asumsi |
|
2 |
Tujuan |
|
3 |
Spirit |
|
4 |
Progresifitas |
|
5 |
Karakter |
|
Berdasrkan table diatas, jelas menunjukan bahwa
hukum progresif tidak membuat masyarakat menjadi sulit dalam menjalankan
hukuman itu sendiri. Hukum progresif pada dasarnya diselaraskan dengan tujuan
yang terkandung dalam nilai-nilai social yang tertanam dalam masyarakat
setempat.[25]
F. RESTORATIVE
JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN
Dalam paper Restorative justice and its Relation
to the Criminal Justice System yang disampaikan di Belgia disampaikan
sebagai berikut[26]
The restorative justice philosophy fits well with
the garda commitment to giving offenders a second change under the juvenile.
Diverseion programme. A significant start was made when restorative justice was
introduced on a pilot basis in advance of the children Act. Now that relevant
sections of the Act are in operation, the opertunity is presented to mainstream
the restorative aparanch in the interest of all those affected by crime.
Dalam international penal reform conference yang
diselenggarakan di Royall Holloway College, University of London, pada tanggal
13-17 April 1999 bahwa salah satu unsure kunci dari agenda baru pembaruan hukum
yang dikenal dengan 9 strategi pengembangan dalam melakukan pembaruan hukum
pidana,yaitu mengembangkan / membangun:[27]
1.
Restorative justice
2.
Alternativ dispute resolution
3.
Informative justice
4.
Alternative to custody
5.
Alternative ways of dealing with juveniles
6.
Dealing with violent crime
7.
Reducing prison population
8.
The proper management of prisons
9.
The role of civil society in penal reform
Selama ini penerapan keadilan restorative hanya
sebatas sebagai alternatife penyelessaian untuk kasus-kasus tertentu misalnya
kasus kecil. Kedepanya restorative justice diharapkan mampu
diintregasikan kedalam system hukum pidana untuk membangun model penyelesaian
perkara yang berkeadilan subtansional.
G. KESIMPULAN
1.
Penyebab terjadinya kegagalan penanganan kasus di Indonesia
dikarenakan selama ini hanya terpaku pada
hukum materiil terikat dengan legalitas formal yang
diatur dalam KUHAP,
KUHPer, Undang-Undang, dan peraturan hukum tertulis lainnya. Padahal, seiring
perkembangan hukum, peraturan
tersebut mengandung kelemahan dalam pelaksanaannya. Pihak-pihak dalam sistem
peradilan ialah hakim, penuntut umum, dan terdakwa dengan atau tanpa didampingi
penasihat hukum atau
Kuasa hukum dalam perkara perdata. Secara normatif, korban sebagai penuntut dalam
peradilan pidana atau
pengguggat-tergugat atau kuasa hukumnya belum dikenal. Dalam
pemeriksaan di pengadilan
hakim sangat dominan bahkan absolut. Dikarenakan kekuasaan yang begitu besar,
sehingga sering dilukiskan dengan istilah judicial
distatorship atau judicial tyrani.
Padahal kualifikasi hakim, penuntut umum dan penasihat hukum tidak jauh berbeda
bahkan sama dari sisi pendidikan, artinya ketika menempuh jenjang pendidikan
sarjana strata 1 tidak ada sepesialisasi.
2.
Melihat dari beberapa contoh kasus yang telah dijelaskan,
kebanyakan hukum hanya diartikan secara mentah (positivistik) sedangkan dalam
beberapa kasus yang dalam hal ini kasus ringan, sebenarnya bias diupayakan
untuk tidak sampai masuk ke meja pengadilan, bisa menggunakan
terobosan-terobosan yang kerap disebut sebagaai Restorative Justice
3.
Realisasi
dari peradilan restoratif dilakukan dengan cara mengubah pemahaman
bentuk kesalahan menjadi sebuah kewajiban tanggung jawab pelaku terhadap
hak-hak korban untuk bisa dipenuhi. Model ini sebagai pengganti model
penjeraan. Cara tersebut dilakukan dalam bentuk upaya perdamaian, mekanismenya
pelaku meminta maaf kepada korban dan keluarganya dan secara tertulis
menyatakan bersedia membayar kompensasi atau ganti kerugian kepada korban dan
keluarganya. Pembayaran ini bisa dengan cara tunai maupun mencicil. Semua itu
dilakukan di depan penyidik atau mediator dan dituangkan dalam akte otentik
atau di bawah tangan. Sesudah kewajiban itu tercapai pihak korban
menandatangani Berita Acara tidak keberatan jika perkara pidana itu tidak
diteruskan ke tahap penuntutan.
DAFTAR PUSTAKA
Jeremy Bentham, 1997, Cavendish
law Cards Jurisprudence, London
: Cavendish Publishing.
Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Cet IV, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Mahfud MD. Dkk, 2011, Seri Tokoh Hukum Indonesia “Satjipyto
Raharjo dan Hukum Progresif Urgensi dan Kritik”, Jakarta : Epitesma
Institute.
Muhammd Taufiq, 2014, Keadilan
Substansial Memangkas Rantai Birokrasi Hukum, Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Suteki, Kebijakan Tidak
Menegakkan Hukum (Non Enforcement of Law) Demi Pemulihan Keadilan Substansial, Pidato Pengukuhan, Disampaikan Pada
Penerimaan Jabata Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas
Diponegor, di Semarang pada 4 Agustus 2001
Yudi Kristiana, 2007, Rekonstruksi
Birokrasi Kejaksaan dengan Pendekatan hukum Progresif: Studi Penelidikan,
penyidikan dan Penuntutan Tidndak Pidana Korupsi, PDIH UNDIP : Semarang.
Restorative
justice and its Relation to the Criminal Justice System. Paper from the second conference of the European
Forum for Victim-Offender Mediation and Restorative Justice, Oostende
(Belgium), 10-12 October 2002
Pembukaan UUD 1945
http://Surabaya.detik.com/read/2009/11/28/203427/457/kejaksaan-negeri-kediri-sarankan-kuhp-direvisi.
http://www.leip.or.id/kegiatan/239-advokasi-tindak-pidana-ringan-dan-pengefektifan-denda-sebagai-alternatif-hukuman.html.
http://www.lbhmawarsaron.or.id/bantuan-hukum/artikel/sekali-lagi-hukum-untuk-si-miskin.html[1]http://republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/01/04/lxa55f-komnas-anak-kecewa-dengan-putusan-kasus-sandal-jepit
http://sangpencarikeadilan.blogspot.com/p/indra-azwam.html
http://www.seputar-indonesia.com/news/munir-dan-budi-akhirnya-menghirup-udara-bebas.
http://www.suaramerdeka.com/vl/index.php/read/news/2013/01/27/143133/kapolda-kasus-nani-dihentikan
http://m.tribunnews.com/2013/03/26/rasyid-rajasa-si-anak-mentri-diberi-vonis-ringan-ini-dia-alasnya
.
[1] Disampaikan dalam Perkuliahan Program
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret –Surakarta, Kelas
: Hukum kebijakan Publik dan Kelas Pidana Ekonomi, Mata Kuliah Politik Hukum,
pada tanggal 11 Juni 2016.
[2] Advokat, Doktor Ilmu Hukum UNS, dan
Dosen Universitas Djuanda Bogor
[3] Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Cet
IV, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm.16
[4] Pembukaan UUD 1945 Alinea 4
[5] Mahfud MD. Dkk, 2011 Seri Tokoh Hukum Indonesia “Satjipyto
Raharjo dan Hukum Progresif Urgensi dan Kritik”, Epitesma Institute,
Jakarta, Hlm. 143
[6] Gustav Radbruch, Teori Gabungan
(vereniging theori), http://id.shvoong.com
diakses 26 Agustus 2011 Gustav Radbruch adalah seorang filsuf hukum dab
seorang legal scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga
ide unsure dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakan saat era
Perang Dunia ke II . Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana konservasi
kepentingan manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum mempunyai sarana yang hendak
dicapai yang membagi hak dan kewajiban antara etiap individu di dalam
masyarakat. Hukum juga member wewenang dan
cara memecah kan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
[7] Jeremy Bentham, 1997, Cavendish
law Cards Jurisprudence, Cavendish Publishing, London, Hlm. 83
[8] Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan
SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar,
Hlm. 122
[9] Suteki, kebijakan Tidak Menegakkan
Hukum (Non Enforcement of Law) Demi Pemulihan Keadilan Substansial, Pidato
Pengukuhan, Disampaikan Pada Penerimaan Jabata Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pada
Fakultas Hukum Universitas Diponegor, di Semarang pada 4 Agustus 201, Hlm. 5-6
[10]http://Surabaya.detik.com/read/2009/11/28/203427/457/kejaksaan-negeri-kediri-sarankan-kuhp
direvisi.diakses pada 5 Juni 2016.pukul 12.00
[11] Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan.Advokasi
Tindak Pidana Ringan Denda sebagai Pengefektifan Alternatif Hukuman.http://www.leip.or.id/kegiatan/239-advokasi-tindak-pidana-ringan-dan-pengefektifan-denda-sebagai-alternatif-hukuman.html.diakses
5 Juni 2016,.pukul 12.47
[12]http:// www.republika.co.id/berita/breaking-news/hukum/09/12/05/93567-dilaporkan-mencuri-pisang-seorang-kakek-dipenjara.Diakses
5 Juni 2016 pukul 12.55
[13]Mbok Minah (60-an tahun), seorang
nenek miskin di desa Darmakradenan, Banyumas Jawa Tengah. Ia harus berhadapan
dengan tuntutan hukum di meja hijau akibat dilaporkan pihak PT Rumpun Sari
Intan, Sebuah perusahaan perkebunan coklat atas tuduhan “telah mencuri tiga
biji kakao”. Hanya dengan dalil pencurian senilai Rp. 2.100,- kekuatan uang
bias menggiring seorag lansia miskin dan buta hukum sampai secara moril, energy
dan materi jauh lebih banyak. Hakim yang kemudian menjatuhkan sanksi 1.5 bulan
(dengan tidak perlu masuk kurungan)pun sempat meneteskan air mata kesediahaann
saat membacakaan putusan, karena sebenarnya dia menganggap kasus tersebut tidak
perlu sampai di ruang persidangan. Namun apa boleh buat ia hanya menjalankan
tugas lantaran berkas sudah memenuhi syarat. Lihat Laode Ida.2010.Negara
Mafia.Yogyakarta: Galang Press.Hlm45
[14] Penulis menjadi Pengacara Lanjar pada
persidangan ke-3 tanggal 7 Januari 2010, Lanjar diadili di Pengadilan Negri
Karanganyar didakwa sebagai penyebab kematian istrinya yakni pada hari senin,
21 September 2009 sekira pukul 08.10 WIB, Terdakwa Lanjar Sriyanto mengendarai
sepeda motor Yamaha No.Pol. AD-5630-Udari colo madu menuju ketimur dengan
kecepatan -+ 60km/jam berjalan searah di belakang kendaraan Suzuki carry, dalam
jarak yang terlalu dekat Suzuki carry tiba-tiba berhenti mendadak sehingga terdakwa menabrak Suzuki carry
tersebut yang kemudian melarikan diri, akibat tabrakan itu terdakwa dan pemboncengnyaSamto
Warih Waluyo terjatuh ke kiri, sedangkan istrinya Saptanigsih terlempar ke
kanan atau ke arah selatan, namun sungguh malang dari arah berlawanan mucul kendaran Izuzu Phanter milik Anggota
kepolisian Ngawi No.Pol. AE-1639-JA langsung menabrak kepala dan mengakibatkan
kematian istrinya. Selama persidangan mobil Phanter dan pengemudinya tidak
pernah dijadikan alat bukti atau tersangka, dalam pasal 359 KUHP. Kasus ini
menjadi kontroversi dan mendapat liputan banyak media termasuk Kick Andy Metro
TV dalam episode peradilan sesat”lanjar Sryanto” pada persidangan ke-3 lanjar
ditangguhkan penahannanya setelah sempat ditahan selama 1 bulan 7 hari, di
akhir persidangan Lanjar dinyatakan
bersalah tapi tidak dihukum karena apa yang dilakukan dalam kondisi terpaksa
yang tak seprangpun manusia dapat menghindarkanya. Namun Mahkamah Agung
Republik Indonesia berpendapat lain pada perkara pada tingkat kasasi Lanjar
Sriyanto Justru divonis bersalah dan
dihukum percobaan 2 bulan 15 hari.
[15] http://www.lbhmawarsaron.or.id/bantuan-hukum/artikel/sekali-lagi-hukum-untuk-si-miskin.html
diakses 5 Juni 2016, pukul 14.00
[16]http://republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/01/04/lxa55f-komnas-anak-kecewa-dengan-putusan-kasus-sandal-jepit
diaksess 5 Juni 2015,pukul 14.15
[17]http://megapolitan.kompas.com/read/2012/02/01/1938088/kasus.nenek.rasminah.perlunya.restorative.justice
diaksess 5 Juni 2016 pukul 10.05
[18]http://regional.kompas.com/read/2012/02/09/22220682/mencuri.setengah.ons.Merica..kakek.rawi.dipemjara
.Diakses pada 5 Juni 2016 pukul 11.12
[19]http://sangpencarikeadilan.blogspot.com/p/indra-azwam.html
diakses 6 juni 2012 pukul 13.32
[20]lihat http://www.seputar-indonesia.com/news/munir-dan-budi-akhirnya-menghirup-udara-bebas
.diakses 6 Juni 2016 pukul 13.32
[21]Lihat
http://www.suaramerdeka.com/vl/index.php/read/news/2013/01/27/143133/kapolda-kasus-nani-dihentikan
[22]Lihat
http://m.tribunnews.com/2013/03/26/rasyid-rajasa-si-anak-mentri-diberi-vonis-ringan-ini-dia-alasnya
.
[23] Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan
SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar,
Hlm. 123
[24] Table identifikasi hukum progresif
ini dibuat berdasarkan tulisan didalam Desertasi Yudi Kristiana,Rekonstruksi
Birokrasi Kejaksaan dengan Pendekatan hukum Progresif: Studi Penelidikan,
penyidikan dan Penuntutan Tidndak Pidana Korupsi, PDIH UNDIP, 2007, Hlm.24
[25]Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan
SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar,
Hlm. 124
[26] Restorative justice and its Relation to the Criminal Justice System. Paper from the second conference of the
European Forum for Victim-Offender Mediation and Restorative Justice, Oostende
(Belgium), 10-12 October 2002
[27] Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan
SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar,
Hlm. 142-143
Tidak ada komentar:
Posting Komentar