WELCOME TO MUHAMMAD TAUFIQ'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Rabu, 10 Februari 2021

 

POLITIK HUKUM PROGRESIF MENUJU

KEADILAN SUBSTANSIAL (RESTORATIVE JUSTICE)[1]

Oleh : Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.[2]

 

Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk kepentingan pemerintah pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu pulalah, telah terjadinya pembelengguan di segala sektor, dimulai dari sektor hukum/undang-undang, perekonomian/bisnis, kebebasan informasi/pers dan lain-lain sebagainya. Dan untuk mengembalikan citra bangsa Indonesia yaitu sebagai negara hukum terutama dalam di bidang hukum dan politik, untuk meyakinkan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD 1945 dijadikan landasan idiil/konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara menyeluruh. Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yaitu Pancasila[3].

A.      Fungsi  Negara Hukum

Tujuan politik hukum di Indonesia dalam UUD 1945 yaitu untuk membentuk suatu pembentukan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia serta ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.[4] Disamping tujuan politik hukum tersebut secara garis besar fungsi hukum terkait dengan fungsi politik dapat dilihat sebagai sarana pengendalian sosial yaitu fungsi hukum yang menjalankan tugas untuk mempertahankan ketertiban atau pola kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk menggali lebih dalam tujuan dan fungsi politik hukum tersebut, maka pentingnya pembahasan secara akademis POLITIK HUKUM PROGRESIF MENUJU KEADILAN SUBSTANSIAL (RESTORATIVE JUSTICE). Namun, sebelum membahas hal tersebut perlulah mengetahui pondasi pondasi mengenai konsep Negara hukum rule  of law yang  telah  dikembangkan  pada  tradisi-tradisi cammon  law,  atau juga  termasuk gagasan-gagasan yang setara seperti negara hukum.

Guna  membuka ruang  wacana  negara  hukum progresif tersebut, karena politik hukum bukan hanya  karena  istilah  rule  of law  yang  berasal  dari  continental yang menyiratkan  bahwa  negara hukum  sebagai  sesuatu yang non-esensialis atau  konsep  'kosong'.  Akan  tetapi,  memang  sudah  ada  sebuah  pendasaran  umum  yang  kokoh  untuk  mengawali  penyelidikan terhadap  negara  hukum.  Kendati  ada  ketidaksepakatan mengenai definisi-definisi negara hukum.[5]

B.      TUJUAN POLITIK HUKUM PROGRESIF

Gustav Radbruch[6], seorang filosof hukum Jerman yang mengajarkan konsep tiga ide unsure dasar hukum, yang oleh sebagian pakar diidentikan juga sebagai tujuan hukum.Dengan  kata lain, tujuan hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Bagi Radbruch, ketiga unsure tersebut merupakan tujuan hukum secara bersama-sama yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Namun  demikian timbul pertanyaan, apakah ini tidak menimbulkan masalah dalam kenyataan, seringkali dalam kepastian hukum terjadi benturan dengan keadilan, atau benturan antara kepastian hukum dengan kemanfaatan. Sebagai contoh dalam kasus-kasus hukum tertentu,  kalau hakim menginginkan keputusannya “adil” (menurut persepsi keadilan yang dianut oleh hakim) bagi si pelanggar atau tergugat atu terdakwa, namun sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas, sebaliknya kalau orang terentu terpaksa “dikorbankan” oleh karna itu  Radbruch mengajarkan bahwa yang harus digunakan asas prioritas, yakni prioritas pertama selalu “keadilan”, barulah “kemanfaatan” dan terakhir adalah “kepastian”.

C.      PERANAN POLITIK HUKUM PROGRESIF DALAM PERKEMBANGAN INDONESIA

Dalam berbagai forum, kuliah, seminar, diskusi dan media cetak, Satjipto berulang kali mengingatkan bahwa filosofi hukum yang sebenarnya, adalah “ Hukum untuk manusia, bukan manusisa untuk hukum”, hukum bertugas untuk melayani masyarakat bukan sebalikny. Kualitas suatu hukum ditentukan dengan kemampuannya untuk mengabdi kepada kesejahteraan manusia. Kalimat ini seolah menyiratkan utuk kembali pada aliran utilitarianisme Jeremy Bentham[7], yang menyatakan bahwaq tujuan hukum adalah untuk mencapai “the greatest happiness for the greatest number of people”.

            Konsistensi pemikiran yang holistik terhadap hukum menuntun Satjipto Raharjo untuk berfikir melampaui pemikiran Positivistik terhadap hukum sekaligus berusaha memasukkan ilmu hukum keranah ilmu-ilmu sosial, salah satunya adalah sosiologi. Memasukan hukum kedalam ilmu-ilmu sosial adalah langkah yang progresif karena dengan demikian memungkinkan hukum dianalisis dan dipahami secara lebih luas dan akan meningkatkan kualitas keilmuan dalam ilmu hukum.[8]  Kemajuan ilmu-ilmu alam, ekonomi, sosial, politik seharusnya mendorong para ahli hukum di Negara ini untuk melihat apa yang bias dimanfaatkan dari temuan-temuan disiplin-disiplin ilmu tersebut bagi praktik hukum di Indonesia.

D.      BEBERAPA CONTOH KASUS

Suteki[9] mencontohkan beberapa fenomena peradilan terhadap ”wong cilik” (the poor) kemudian  oleh penulis ditambahkan kasus-kasus baru seperti:

                         i.        Kasus pencurian satu buah semangka (di Kediri), Cholil dan Basar Suyanto dipidana 1 hari percobaan 1 bulan.[10]

                        ii.        Kasus pencurian Kapuk randu seharga Rp. 12.000 (4 anggota keluarga ditahan di LP Rowobelang) dan para terdakwa dipidana 24 hari.[11]

                      iii.        Kasus Pak Klijo Sumarto (76) tersangka pencurian setandan pisang kluthuk mentah seharga Rp.2000 di Sleman: 7 Desember 2009 (mendekam di LP Cebongan Sleman).[12]

                      iv.        Kasus Mbok Minah (dituduh mencuri 3 biji kakao seharga Rp. 2.100: 2 Agusus 2009, dihukum pidana percobaan 1 bulan 15 hari).[13]

                        v.        Kasus Lanjar Sriyanto (Karanganyar) yang didakwa menyebabkan kematian istrinya karena keclakaan motor di Karanganya, tragis kasus ini karena istriya meninggal dunia dan dia sendiri ditahan.[14]

                      vi.        Kasus Aspuri tentan pencurian sehelai baju tetangganya seharga Rp.10.000, ditahan pada  November 2009[15]

                     vii.        Kasus pencurian sepasang sandal sandal jepit milik anggoota Polisi yang dilakukan AAL (15 tahun) yang tetap dinyatakan bersalah meskipun sandal yang dimaksut terbukti bukan milik anggota polisi yang dimaksud.[16] 

                   viii.        Kasus Rasminah, seorang nenek yang didakwa mencuri enam biji piring milik majikannya. Rasminah teteap diputus bersalah oleh Mahkamah Agung. Dalam kasus ini Harifin Tumpa yang merupaka mantan Ketua Mahkamah Agung memberikan tanggapan bahwa kasus ini seharusnya tidak sampai kepada pengadilan artinya cukup didamaikan pihak kepolisian agar ada keseimbangan.[17] 

                      ix.        Kasus Rawi (66-tahun) yang didakwa mencuri 50 gram merica. Pengadilan Negri Sinjai memvonis Rawi selama 2 bulan 2 hari.[18] 

                        x.        Kasus Suporter Singo Edan (Indra Azwan) yang menuntut keadilan, agar polisi yang menabrak mati anaknya pada tahun 1993 lalu dihukum. Kasus ini tidak ada kelanjutan yang jelas.[19]

                      xi.        Misbakhul Muniir dan Budi Hermawan, keduanya dijadikan Terdakwa di Pengadilan Negri Magelang karena memotong dua pohon bamboo yang menimpa rumah warga.[20]

                     xii.        Nani Styowati, ibu rumah tanggga 45 tahun yang mengalami keclakaan lalu lintas saat memboncengkan Anaknya yang bernama Kumariah Sekar Hamidah tewas terlindas truk sedang Nani sendiri harus dirawat dirumah sakit  karena kakinya patah.[21]  

                   xiii.        Kasus Rasyid Rajasa (putra Menko Perekoonomian, Hata Rajasa). Rasyid mengantuk saat mengemudi sehingga menabrak mobil didepannya. Kasus ini menyebabkan dua orang tewas dan tiga orang luka-luka.[22]

E.      IDENTIFIKASI KASUS MENGUNAKAN MODEL HUKUM PROGRESIF

Dari beberapa contoh kasus diatas maka dapat kita pahami bahwasanya ada bebearapa kasus yang sebenarnya bisa kita selesaikan dengan mengoreksi kekeliruan dan kekurangan paradigma positivistic.[23]

Untuk keperluan identifikasi kasus berikut ini disajikan table identifikasi kasus hukum progresif[24]

 

NO

IDENTIFIKASI

HUKUM PROGRESIF

1

Asumsi

  1. Hukum untuk manusia bukan sebaliknya;
  2. Hukum bukan merupakan institusi yang mutlak dan final tetapi selalu dalam proses untuk menjadi (law as a process, law in the making);

2

Tujuan

  1. Kejahatan dan kebahagiaan manusia;

3

Spirit

  1. Pembebasannterhadap tipe, cara berfikir, asas dan teori yang selama ini dipakai (mendominasi);
  2. Pembebasan terhadap kultur penegakan hukum (administration of justice)

4

Progresifitas

  1. Bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dan oleh karenanya memandang hukum selalu dalam proses untuk menjadi (law in the making);
  2. Peka terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat, baik lokal, nasional maupun global;
  3. Menolak status-quo manakala menimbulkan dekadensi, suasana korup dan sangat merugikan kepentingan masyaraka, sehingga menimbulkan perlawanan dan pemberontakan yang berujung pada penafsiran progresif terhadap hukum;

5

Karakter

  1. Kajian hukum progresif berusaha mengalihkan titik berat kajian hukum yang semula menggunakan optic hukum menuju ke perilaku;
  2. Hukum progresif secara sadar menempatkan kehadirannya dalam hubungan erat dengan manusia dan masyarakat, meminjam istilahnya Nonet& Selznick bertipe responsive;
  3. Hukum progresif berbagi paham dengan legal realism karena hukum tidak dipandang dari kacamata hukum itu sendiri, melainkan dilihat dan dinilai dari tujuan social yang ingin dicapai dan akibat dari bekerjanya hukum;
  4. Hukum progresif memiliki kedekatan dengan sociological jurisprudence dari Roscoe Pound yang mengkaji hukum tidak sebatas pada studi tentang peraturan tetapi keluar dan melihat efek dari hukum dan bekerjanya hukum;
  5. Hukum progresif memiliki kedekatan dengan teori hukum alam, karena peduli terhadap hal-hal yang “meta-juridical”;
  6. Hukum progresif memiliki kedekatan dengan critical legal studies  namun cakupannya lebih luas. 

 

Berdasrkan table diatas, jelas menunjukan bahwa hukum progresif tidak membuat masyarakat menjadi sulit dalam menjalankan hukuman itu sendiri. Hukum progresif pada dasarnya diselaraskan dengan tujuan yang terkandung dalam nilai-nilai social yang tertanam dalam masyarakat setempat.[25]

F.      RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN

Dalam paper Restorative justice and its Relation to the Criminal Justice System yang disampaikan di Belgia disampaikan sebagai berikut[26]

The restorative justice philosophy fits well with the garda commitment to giving offenders a second change under the juvenile. Diverseion programme. A significant start was made when restorative justice was introduced on a pilot basis in advance of the children Act. Now that relevant sections of the Act are in operation, the opertunity is presented to mainstream the restorative aparanch in the interest of all those affected by crime.

Dalam international penal reform conference yang diselenggarakan di Royall Holloway College, University of London, pada tanggal 13-17 April 1999 bahwa salah satu unsure kunci dari agenda baru pembaruan hukum yang dikenal dengan 9 strategi pengembangan dalam melakukan pembaruan hukum pidana,yaitu mengembangkan / membangun:[27]

1.         Restorative justice

2.         Alternativ dispute resolution

3.         Informative justice

4.         Alternative to custody

5.         Alternative ways of dealing with juveniles

6.         Dealing with violent crime

7.         Reducing prison population

8.         The proper management of prisons

9.         The role of civil society in penal reform

Selama ini penerapan keadilan restorative hanya sebatas sebagai alternatife penyelessaian untuk kasus-kasus tertentu misalnya kasus kecil. Kedepanya restorative justice diharapkan mampu diintregasikan kedalam system hukum pidana untuk membangun model penyelesaian perkara yang berkeadilan subtansional.

G.     KESIMPULAN

1.              Penyebab terjadinya kegagalan penanganan kasus di Indonesia dikarenakan selama ini hanya terpaku pada  hukum materiil terikat dengan legalitas formal yang diatur dalam KUHAP, KUHPer, Undang-Undang, dan peraturan hukum tertulis lainnya. Padahal, seiring perkembangan hukum, peraturan tersebut mengandung kelemahan dalam pelaksanaannya. Pihak-pihak dalam sistem peradilan ialah hakim, penuntut umum, dan terdakwa dengan atau tanpa didampingi penasihat hukum atau Kuasa hukum dalam perkara perdata. Secara normatif, korban sebagai penuntut dalam peradilan pidana atau pengguggat-tergugat atau kuasa hukumnya belum dikenal. Dalam pemeriksaan di pengadilan hakim sangat dominan bahkan absolut. Dikarenakan kekuasaan yang begitu besar, sehingga sering dilukiskan dengan istilah judicial distatorship atau judicial tyrani. Padahal kualifikasi hakim, penuntut umum dan penasihat hukum tidak jauh berbeda bahkan sama dari sisi pendidikan, artinya ketika menempuh jenjang pendidikan sarjana strata 1 tidak ada sepesialisasi.

2.              Melihat dari beberapa contoh kasus yang telah dijelaskan, kebanyakan hukum hanya diartikan secara mentah (positivistik) sedangkan dalam beberapa kasus yang dalam hal ini kasus ringan, sebenarnya bias diupayakan untuk tidak sampai masuk ke meja pengadilan, bisa menggunakan terobosan-terobosan yang kerap disebut sebagaai Restorative Justice

3.              Realisasi dari peradilan restoratif dilakukan dengan cara mengubah pemahaman bentuk kesalahan menjadi sebuah kewajiban tanggung jawab pelaku terhadap hak-hak korban untuk bisa dipenuhi. Model ini sebagai pengganti model penjeraan. Cara tersebut dilakukan dalam bentuk upaya perdamaian, mekanismenya pelaku meminta maaf kepada korban dan keluarganya dan secara tertulis menyatakan bersedia membayar kompensasi atau ganti kerugian kepada korban dan keluarganya. Pembayaran ini bisa dengan cara tunai maupun mencicil. Semua itu dilakukan di depan penyidik atau mediator dan dituangkan dalam akte otentik atau di bawah tangan. Sesudah kewajiban itu tercapai pihak korban menandatangani Berita Acara tidak keberatan jika perkara pidana itu tidak diteruskan ke tahap penuntutan.


DAFTAR PUSTAKA

Jeremy Bentham, 1997, Cavendish law Cards Jurisprudence, London : Cavendish Publishing.

Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia,  Cet IV, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Mahfud MD. Dkk, 2011, Seri Tokoh Hukum Indonesia “Satjipyto Raharjo dan Hukum Progresif Urgensi dan Kritik”, Jakarta : Epitesma Institute.

Muhammd Taufiq, 2014, Keadilan Substansial Memangkas Rantai Birokrasi Hukum, Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Suteki, Kebijakan Tidak Menegakkan Hukum (Non Enforcement of Law) Demi Pemulihan Keadilan Substansial, Pidato Pengukuhan, Disampaikan Pada Penerimaan Jabata Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegor, di Semarang pada 4 Agustus 2001

Yudi Kristiana, 2007, Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan dengan Pendekatan hukum Progresif: Studi Penelidikan, penyidikan dan Penuntutan Tidndak Pidana Korupsi, PDIH UNDIP : Semarang.

Restorative justice and its Relation to the Criminal Justice System. Paper from the second conference of the European Forum for Victim-Offender Mediation and Restorative Justice, Oostende (Belgium), 10-12 October 2002

Pembukaan UUD 1945

http://id.shvoong.com

http://Surabaya.detik.com/read/2009/11/28/203427/457/kejaksaan-negeri-kediri-sarankan-kuhp-direvisi.

http://www.leip.or.id/kegiatan/239-advokasi-tindak-pidana-ringan-dan-pengefektifan-denda-sebagai-alternatif-hukuman.html.

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/hukum/09/12/05/93567-dilaporkan-mencuri-pisang-seorang-kakek-dipenjara

http://www.lbhmawarsaron.or.id/bantuan-hukum/artikel/sekali-lagi-hukum-untuk-si-miskin.html[1]http://republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/01/04/lxa55f-komnas-anak-kecewa-dengan-putusan-kasus-sandal-jepit

http://megapolitan.kompas.com/read/2012/02/01/1938088/kasus.nenek.rasminah.perlunya.restorative.justice

http://regional.kompas.com/read/2012/02/09/22220682/mencuri.setengah.ons.Merica..kakek.rawi.dipemjara .Diakses

http://sangpencarikeadilan.blogspot.com/p/indra-azwam.html

http://www.seputar-indonesia.com/news/munir-dan-budi-akhirnya-menghirup-udara-bebas.

http://www.suaramerdeka.com/vl/index.php/read/news/2013/01/27/143133/kapolda-kasus-nani-dihentikan

http://m.tribunnews.com/2013/03/26/rasyid-rajasa-si-anak-mentri-diberi-vonis-ringan-ini-dia-alasnya .

 



[1] Disampaikan dalam Perkuliahan Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret –Surakarta, Kelas : Hukum kebijakan Publik dan Kelas Pidana Ekonomi, Mata Kuliah Politik Hukum, pada tanggal 11 Juni 2016.

[2] Advokat, Doktor Ilmu Hukum UNS, dan Dosen Universitas Djuanda Bogor

[3] Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia,  Cet IV, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm.16

[4] Pembukaan UUD 1945 Alinea 4

[5] Mahfud MD. Dkk, 2011 Seri Tokoh Hukum Indonesia “Satjipyto Raharjo dan Hukum Progresif Urgensi dan Kritik”, Epitesma Institute, Jakarta,  Hlm. 143

[6] Gustav Radbruch, Teori Gabungan (vereniging theori), http://id.shvoong.com diakses 26 Agustus 2011 Gustav Radbruch adalah seorang filsuf hukum dab seorang legal scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga ide unsure dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakan saat era Perang Dunia ke II . Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana konservasi kepentingan manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum mempunyai sarana yang hendak dicapai yang membagi hak dan kewajiban antara etiap individu di dalam masyarakat. Hukum juga member wewenang dan  cara memecah kan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

[7] Jeremy Bentham, 1997, Cavendish law Cards Jurisprudence, Cavendish Publishing, London, Hlm. 83

[8] Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar, Hlm. 122

[9] Suteki, kebijakan Tidak Menegakkan Hukum (Non Enforcement of Law) Demi Pemulihan Keadilan Substansial, Pidato Pengukuhan, Disampaikan Pada Penerimaan Jabata Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegor, di Semarang pada 4 Agustus 201, Hlm. 5-6

[11] Lembaga Kajian dan Advokasi  untuk Independensi Peradilan.Advokasi Tindak Pidana Ringan Denda sebagai Pengefektifan Alternatif Hukuman.http://www.leip.or.id/kegiatan/239-advokasi-tindak-pidana-ringan-dan-pengefektifan-denda-sebagai-alternatif-hukuman.html.diakses 5 Juni 2016,.pukul 12.47

[13]Mbok Minah (60-an tahun), seorang nenek miskin di desa Darmakradenan, Banyumas Jawa Tengah. Ia harus berhadapan dengan tuntutan hukum di meja hijau akibat dilaporkan pihak PT Rumpun Sari Intan, Sebuah perusahaan perkebunan coklat atas tuduhan “telah mencuri tiga biji kakao”. Hanya dengan dalil pencurian senilai Rp. 2.100,- kekuatan uang bias menggiring seorag lansia miskin dan buta hukum sampai secara moril, energy dan materi jauh lebih banyak. Hakim yang kemudian menjatuhkan sanksi 1.5 bulan (dengan tidak perlu masuk kurungan)pun sempat meneteskan air mata kesediahaann saat membacakaan putusan, karena sebenarnya dia menganggap kasus tersebut tidak perlu sampai di ruang persidangan. Namun apa boleh buat ia hanya menjalankan tugas lantaran berkas sudah memenuhi syarat. Lihat Laode Ida.2010.Negara Mafia.Yogyakarta: Galang Press.Hlm45

[14] Penulis menjadi Pengacara Lanjar pada persidangan ke-3 tanggal 7 Januari 2010, Lanjar diadili di Pengadilan Negri Karanganyar didakwa sebagai penyebab kematian istrinya yakni pada hari senin, 21 September 2009 sekira pukul 08.10 WIB, Terdakwa Lanjar Sriyanto mengendarai sepeda motor Yamaha No.Pol. AD-5630-Udari colo madu menuju ketimur dengan kecepatan -+ 60km/jam berjalan searah di belakang kendaraan Suzuki carry, dalam jarak yang terlalu dekat Suzuki carry tiba-tiba berhenti mendadak  sehingga terdakwa menabrak Suzuki carry tersebut yang kemudian melarikan diri, akibat tabrakan itu terdakwa dan pemboncengnyaSamto Warih Waluyo terjatuh ke kiri, sedangkan istrinya Saptanigsih terlempar ke kanan atau ke arah selatan, namun sungguh malang dari arah berlawanan  mucul kendaran Izuzu Phanter milik Anggota kepolisian Ngawi No.Pol. AE-1639-JA langsung menabrak kepala dan mengakibatkan kematian istrinya. Selama persidangan mobil Phanter dan pengemudinya tidak pernah dijadikan alat bukti atau tersangka, dalam pasal 359 KUHP. Kasus ini menjadi kontroversi dan mendapat liputan banyak media termasuk Kick Andy Metro TV dalam episode peradilan sesat”lanjar Sryanto” pada persidangan ke-3 lanjar ditangguhkan penahannanya setelah sempat ditahan selama 1 bulan 7 hari, di akhir persidangan  Lanjar dinyatakan bersalah tapi tidak dihukum karena apa yang dilakukan dalam kondisi terpaksa yang tak seprangpun manusia dapat menghindarkanya. Namun Mahkamah Agung Republik Indonesia berpendapat lain pada perkara pada tingkat kasasi Lanjar Sriyanto Justru divonis  bersalah dan dihukum percobaan 2 bulan 15 hari.

[21]Lihat http://www.suaramerdeka.com/vl/index.php/read/news/2013/01/27/143133/kapolda-kasus-nani-dihentikan

[22]Lihat http://m.tribunnews.com/2013/03/26/rasyid-rajasa-si-anak-mentri-diberi-vonis-ringan-ini-dia-alasnya .

[23] Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar, Hlm. 123

[24] Table identifikasi hukum progresif ini dibuat berdasarkan tulisan didalam Desertasi Yudi Kristiana,Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan dengan Pendekatan hukum Progresif: Studi Penelidikan, penyidikan dan Penuntutan Tidndak Pidana Korupsi, PDIH UNDIP, 2007, Hlm.24

[25]Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar, Hlm. 124

[26] Restorative justice and its Relation to the Criminal Justice System. Paper from the second conference of the European Forum for Victim-Offender Mediation and Restorative Justice, Oostende (Belgium), 10-12 October 2002

[27] Dr. Muhammd Taufiq. SH. M, 2014, Keadilan SubstansialMemangkas Rantai Birokrasi Hukum, Yogyakarta Pustaka Pelajar, Hlm. 142-143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar