TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh:
Dr. Muhammad Taufiq, S.H.,M.H.
Beberapa istilah
yang perlu dipahami terkait dengan jenis-jenis korupsi yaitu adanya pemahaman
tentang pengertian korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
1.
Korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah setiap orang yang dikategorikan
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
2. Kolusi
merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan
pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya
menjadi lancar. Kolusi dapat didefinisikan sebagai pemufakatan secara bersama
untuk melawan hukum antarpenyelenggara negara atau antara penyelenggara dan
pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan negara.
3.
Nepotisme yaitu setiap perbuatan penyelenggaraan negara
secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya
di atas kepentingan masyarakat, negara, dan bangsa. q Dalam istilah lain
nepotisme adalah tindakan yang hanya menguntungkan sanak saudara atau teman-
teman sendiri, terutama dalam pemerintahan walaupun objek yang diuntungkan
tidak kompeten.
Pelaku Tindak
Pidana Korupsi Dalam suatu delik tindak pidana korupsi selalu ada pelaku.
Pelaku tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 adalah setiap orang
dalam pengertian:
1.
Orang perseorangan: siapa saja, setiap orang, pribadi
kodrati;
2.
Korporasi: kumpulan orang atau kekayaan yang
berorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum;
3.
Pegawai negeri: - pegawai negeri sebagaimana dimaksud
dalam UU tentang kepegawaian, - pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP,
- orang yang menerima gaji/upah dari keuangan negara/daerah, - orang yang
menerima gaji/upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan
negara/daerah, - orang yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara/
masyarakat.
Beberapa Jenis Korupsi Beberapa ahli
mengidentifikasi jenis korupsi, di antaranya:
1.
Syed Hussein Alatas yang mengemukakan bahwa berdasarkan
tipenya korupsi dikelompokkan menjadi 7 jenis, yaitu:
a.
Korupsi transaktif (transactive corruption); yaitu
menunjukkan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan
pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan
tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.
b. Korupsi
yang memeras (extortive corruption); adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi
dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya,
kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.
c.
Korupsi investif (investive corruption) adalah
pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dari keuntungan
tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh pada masa yang akan
datang.
d. Korupsi
perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah terhadap
teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau
tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau
bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan
peraturan yang berlaku.
e.
Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku
korban korupsi dengan pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan
diri.
f.
Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi
yang dilaksanakan oleh seseorang seorang diri.
g. Korupsi
dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung menyangkut
uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
2.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui oleh Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 menetapkan 7 (tujuh) jenis Tindak Pidana Korupsi, yaitu:
a.
korupsi terkait kerugian keuangan negara,
b.
suap menyuap,
c.
penggelapan dalam jabatan,
d.
pemerasan,
e.
perbuatan curang,
f.
benturan kepentingan dalam pengadaan.
g.
gratifikasi.
Korupsi Terkait
Kerugian Keuangan Negara Untuk membahas korupsi terkait kerugian keuangan
negara, maka perlu diketahui apa yang dimaksud keuangan negara. UU No. 31 Tahun
1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa : “Keuangan negara yang
dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan
atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara
dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
1.
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di
daerah;
2.
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan,
badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.”
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003,
mengemukakan keuangan negara meliputi:
1.
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang;
2.
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban;
3.
kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri
atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak
lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/perusahaan daerah.
Tindak pidana
korupsi terkait kerugian negara dijelaskan dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang
diperbarui oleh UU No. 20 Tahun 2001, yaitu terdapat pada pasal 2 dan pasal 3
yang menyebutkan bahwa setiap orang yang merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau dapat dihukum pidana mati.
Contoh kasus:
1.
Seorang pegawai negeri mengikuti tugas belajar dan
dibiayai oleh pemerintah, setelah selesai tugas belajar ternyata bekerja di
sektor swasta dengan memanfaatkan ijazah hasil belajarnya.
2.
Seorang mahasiwa yang mengikuti pendidikan kedinasan
dan dibiayai oleh negara, tetapi yang bersangkutan drop out dengan alasan tidak
jelas dan tidak mengembalikan uang yang dipakai selama pendidikan.
3.
Suatu proyek pembangunan gedung pekerjaan sudah
dilakukan oleh penyedia 90%, ternyata dibayarkan sebesar 100%.
4.
Seorang pegawai pencatat retribusi pelayanan di
Puskesmas memanipulasi data kunjungan pasien sebenarnya dan membuat data fiktif
yang lebih kecil sehingga uang yang disetorkan tidak sesuai dengan jumlah
pengunjung/ pasien yang sebenarnya.
5. Seorang
PNS menggunakan fasilitas kendaraan operasional pemerintah untuk disewakan
kepada pihak luar dan uang sewanya tidak disetorkan ke kas negara.
Korupsi Terkait
dengan Suap Menyuap Korupsi terkait dengan suap menyuap didefinisikan dalam
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) ada 7 jenis bentuk tindakan pindana
suap, yaitu:
1.
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat
dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
2.
memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya;
3. memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk memengaruhi
putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
4.
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang
menurut ketentuan undang-undang ditentukan menjadi penasihat atau advisor untuk
menghadiri sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk memengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan sehubungan dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili;
5. menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa
hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi
hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya;
6.
menerima hadiah atau janji (pegawai negeri), padahal
diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya;
7. menerima
hadiah bagi pegawai negeri yang mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai
akibat oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Contoh Kasus:
1.
Seorang ibu mendatangi salah seorang panitia penerimaan
mahasiswa baru di sebuah PTN dan menyampaikan keinginannya agar anaknya bisa
diterima menjadi mahasiswa di PTN tersebut. Ibu tersebut menjanjikan suatu
imbalan jika anaknya diterima.
2.
Sebuah perusahaan penyedia barang menjanjikan fee
berupa uang dengan persentase tertentu dari nilai proyek kepada panitia lelang
pengadaan barang dengan penunjukkan langsung. Maksud perusahaan tersebut agar
ditunjuk menangani proyek tersebut.
3.
Keluarga pasien memberikan sesuatu kepada petugas
penerima pasien baru supaya mendapatkan prioritas tempat rawat inap di ICU
suatu rumah sakit yang tempat tidur pasiennya tersebut selalu penuh.
Korupsi Terkait
dengan Penggelapan dalam Jabatan Kejahatan korupsi ini diatur dalam pasal 8,
pasal 9, dan pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbaharui oleh
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Contoh Kasus:
1.
Seorang pejabat dengan kekuasaannya menerbitkan surat
pengalihan balik nama barang atas namanya sendiri atau orang lain padahal
menyalahi prosedur.
2.
Seorang pejabat yang berwenang menerbitkan surat
penghapusan ganti rugi kehilangan mobil dinas di luar jam kerja oleh seorang
pegawai, padahal seharusnya yang bersangkutan harus mengganti kehilangan mobil
tersebut.
Tindak Pidana
Korupsi Pemerasan Tindak pidana korupsi pemerasan yaitu usaha pemaksaan dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan, sehingga orang itu menyerahkan sesuatu atau
mengadakan utang atau menghapus piutang. Adapun pada delik penipuan, korban
tergerak untuk menyerahkan sesuatu dan seterusnya, rayuan memakai nama palsu,
martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kata-kata bohong.
Contoh perbuatan yang termasuk
kategori ini:
1.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri;
2.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;
3. pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang
kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
Contoh Kasus:
1.
Sebuah institusi sekolah pemerintah dalam ketentuan
tidak boleh menarik uang kepada mahasiswa selain yang sudah tercantum dalam
PNBP. Ternyata karena alasan tertentu seperti kegiatan PKL institusi tersebut
mewajibkan mahasiswa untuk membayar kegiatan tersebut.
2.
Seorang petugas imunisasi menggunakan alat suntik untuk
kegiatan imunisasi di Posyandu. Petugas tersebut membebankan warga untuk
menggantikan biaya alat suntik padahal alat suntik tersebut sudah dialokasikan anggarannya
dari pemerintah.
3.
Seorang ketua panitia pengadaan barang meminta fee 15%
dari keuntungan pemenang tender barang.
Tindak Pidana Korupsi Perbuatan
Curang Yang termasuk tipikor ini diantaranya:
1.
pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat
bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
2.
setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
Contoh kasus pidana korupsi curang:
1.
Seorang penyedia barang mengirimkan order barangnya
tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan dalam kontrak penyediaan
barang.
2. Seorang
petugas gizi dengan sengaja memberikan jumlah diet 1.700 Kkal kepada pasien,
padahal sebenarnya pasien harus mendapatkan 2.100 KKal.
Contoh kasus perilaku korupsi curang:
1.
Seorang pasien harus mengantre urutan dalam pemeriksaan
dokter, seharusnya yang bersangkutan urutan ke-50, tetapi karena ada keluarga
yang bekerja di rumah sakit tersebut ia mendapatkan kemudahan menempati urutan
ke-10.
2.
Seorang mahasiswa membuat laporan kegiatan praktik
klinik dengan menggunakan data yang tidak sebenarnya (hasil manipulasi buatan
sendiri).
3.
Mahasiswa membuat catatan kecil yang digunakan untuk
menyontek pada saat ujian.
Tindak Pidana
Korupsi Terkait Benturan Kepentingan dalam Pengadaan Hal ini diatur dalam pasal
12 huruf f UU No. 31 Tahun 1999 yang diperbarui oleh UU No. 20 Tahun 2001.
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang
pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya”. Contoh
kasus: Panitia lelang barang ingin memutuskan pemenang lelang, ternyata ada
anggota keluarga atasannya yang ikut tender. Akhirnya panitia memutuskan
keluarga atasan yang dimenangkan karena ada tekanan atau titipan dari sang
atasan.
Tindak Pidana
Korupsi Terkait Gratifikasi Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B Ayat (1)
UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001, bahwa: "Yang
dimaksud dengan ‘gratifikasi’ dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma- cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam
negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.”
Pada dasarnya
pemberian gratifikasi mempunyai nilai netral. Artinya, tidak semua bentuk
gratifikasi bersifat tercela atau negatif. Gratifikasi dapat dikategorikan
sebagai tindakan korupsi apabila gratifikasi diberikan kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara dianggap memberi suap apabila berhubungan dengan
jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Penyelenggara negara
atau PNS meliputi semua pejabat dan pegawai lembaga tinggi dari pusat sampai
daerah termasuk DPR/DPRD, hakim, jaksa, polisi, rektor Perguruan Tinggi Negeri,
BUMN/ BUMD, pimpinan proyek dan lainnya wajib melaporkan gratifikasi.
Contoh kasus tindak pidana korupsi
gratifikasi:
1. Seorang
petugas kesehatan mendapat tiket gratis, biaya penginapan dari rekanan farmasi
untuk mengikuti kegiatan ilmiah.
2. Keluarga
pasien memberikan uang atau barang kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih dari biasanya.
Contoh kasus
perilaku gratifikasi:
1. Mahasiswa
memberikan hadiah kepada pembimbing dan penguji pada saat ujian akhir.
2. Seorang penyedia barang memberikan hadiah kepada ketua panitia lelang pada acara ulang tahun yang bersangkutan. []
Referensi: Buku Ajar Pendidikan dan
Budaya Anti Korupsi (PBAK), Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,
Jakarta, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar